Fisik Laki-laki Namun Cenderung Perempuan
A
A
A
SLAWI - Sebagai orang tua, Toriqin, 43, dan Seni, 36, tak pernah mengharapkan anak-anaknya lahir dalam kondisi mengalami kelainan kelamin. Namun, dia juga tak lantas mengutuk jika pada akhirnya kondisi tak normal tersebut harus diterima anak-anaknya.
Kasih sayang sebagai seorang orang tua tetap diberikan dan pendidikan sebagai bekal masa depan anakanaknya tetap mereka upayakan. Kecuali Nurul Iman yang masih berusia dua tahun, seluruh anak-anak Toriqin dan Seni disekolahkan meskipun hidup dalam keadaan ekonomi serba terbatas. “Bagaimanapun mereka harus tetap bergaul dengan teman-teman sebayanya,” ujarnya saat ditemui KORAN SINDO.
Sementara di kalangan tetangga-tetangganya di Desa Sokasari, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, keluarga Toriqin dikenal sebagai keluarga yang ramah dan selalu bersosialisasi dengan para tetangga. Selepas salat magrib, rumah keluarga itu ramai oleh anak-anak belajar mengaji dengan Toriqin sebagai pengajar. Selain menjadi guru mengaji, Toriqin oleh warga juga didaulat menjadi imam di musala setempat jika imam yang biasa memimpin salat berjamaah sedang berhalangan.
“Pak Toriqin dikenal warga baik dan orangnya religius,” kata Ulumudin, salah seorang tetangga Toriqin. Di rumahnya, keluarga Toriqin memelihara dua ekor kambing. Tapi, dua ekor binatang ternak itu bukan kepunyaan Toriqin, melainkan milik tetangganya yang ikut dipelihara Toriqin dengan harapan jika beranak, akan menjadi milik Toriqin.
“Keluarga Toriqin memang tidak punya apa-apa karena sehari-hari Toriqin hanya buruh serabutan, sedangkan istrinya lebih banyak di rumah dan kadang cari rumput untuk pakan ternak,” ujar Ulumudin yang juga Kasi Ekonomi Pemerintah Desa (Pemdes) Sokasari. Toriqin sebagai kepala keluarga hanya dapat bersekolah sampai tingkat sekolah dasar (SD) karena kondisi perekonomian orang tuanya.
Pendidikan lain yang dikenyamnya adalah madrasah diniyah awaliyah (MDA) atau sekolah agama yang digelar sore hari. “Saya satu kelas dulu di SD dari kelas satu sampai enam dengan dia, jadi tahu persis kalau orangnya memang baik,” ujarnya. Terkait keempat anak Toriqin yang mengalami kelainan kelamin sejak lahir, para tetangga juga sudah mengetahui.
Kondisi tersebut menjadi keprihatinan dan menggerakkan Ulumudin sebagai salah satu perangkat desa untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan. Dialah yang berinisiatif agar keempatnya bisa diupayakan mendapat penanganan medis dengan membawa mereka ke RSUP dr Kariadi dan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro di Semarang untuk menjalani pemeriksaan awal.
“Kalau Pak Toriqin pasrah mungkin karena kondisi perekonomian keluarga,” ujar dia. Upaya penanganan medis tersebut perlu dilakukan karena kelainan kelamin yang dialami empat anak Toriqin, yakni Siti Damayanti, 19, Zakaria, 12, Tofan Al Hafid, 4, dan Nurul Iman, 2, dikhawatirkan akan mempengaruhi kondisi psikologis dan perkembangan mereka.
Kekhawatiran itu bahkan sudah mulai dirasakan Zakaria yang saat ini duduk di kelas 6 SD. Lantaran tingkah dan kelainan kelaminnya yang lebih mirip perempuan meskipun fisiknya laki-laki, Zakaria tumbuh menjadi anak pendiam dan minder di sekolah. Dari cerita guru kelasnya, Zakaria lebih memilih menggambar objek yang lebih disenangi perempuan seperti bunga ketika diberi tugas menggambar.
“Saya juga dengar cerita dari salah seorang guru kalau Zakaria sering diolok-olok oleh temantemannya karena kelainan antara fisik dan kecenderungan tingkah lakunya,” tutur Ulumudin. Karena itu, Ulumudin mengaku bersyukur Tim Penyesuaian Kelamin RSUP dr Kariadi/Fakultas Kedokteran Undip yang dipimpin Prof dr Sultana MH Faradz memberi perhatian penuh ketika Zakaria bersama kedua adiknya dibawa ke Semarang untuk menjalani pemeriksaan awal.
“Pak Sultana mengatakan mereka harus segera ditangani karena ada kerancuan kelamin dan cenderung ke arah perempuan,” ungkapnya. Menurut Ulumudin, Prof dr Sultana bersama timnya dalam waktu dekat juga akan ke Tegal bertemu pihak terkait di lingkungan Pemkab Tegal membicarakan penanganan medis yang harus dilakukan agar keempat anak Toriqin bisa tumbuh normal layaknya anakanak lain.
“Termasuk juga membicarakan biaya penanganan medis dengan harapan ada bantuan yang bisa diberikan pemkab. Terus terang kami di desa memang belum mengajukan upaya bantuan ke pemkab untuk keluarga Toriqin,” katanya. Meski demikian, Ulumudin mengaku sudah memberitahukan kondisi keluarga Toriqin kepada pemerintah kecamatan. Diharapkan pihak kecamatan paling tidak bisa membantu biaya yang diperlukan untuk pergi ke Semarang jika ada pemeriksaan lanjutan lagi.
Farid Firdaus
Kasih sayang sebagai seorang orang tua tetap diberikan dan pendidikan sebagai bekal masa depan anakanaknya tetap mereka upayakan. Kecuali Nurul Iman yang masih berusia dua tahun, seluruh anak-anak Toriqin dan Seni disekolahkan meskipun hidup dalam keadaan ekonomi serba terbatas. “Bagaimanapun mereka harus tetap bergaul dengan teman-teman sebayanya,” ujarnya saat ditemui KORAN SINDO.
Sementara di kalangan tetangga-tetangganya di Desa Sokasari, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, keluarga Toriqin dikenal sebagai keluarga yang ramah dan selalu bersosialisasi dengan para tetangga. Selepas salat magrib, rumah keluarga itu ramai oleh anak-anak belajar mengaji dengan Toriqin sebagai pengajar. Selain menjadi guru mengaji, Toriqin oleh warga juga didaulat menjadi imam di musala setempat jika imam yang biasa memimpin salat berjamaah sedang berhalangan.
“Pak Toriqin dikenal warga baik dan orangnya religius,” kata Ulumudin, salah seorang tetangga Toriqin. Di rumahnya, keluarga Toriqin memelihara dua ekor kambing. Tapi, dua ekor binatang ternak itu bukan kepunyaan Toriqin, melainkan milik tetangganya yang ikut dipelihara Toriqin dengan harapan jika beranak, akan menjadi milik Toriqin.
“Keluarga Toriqin memang tidak punya apa-apa karena sehari-hari Toriqin hanya buruh serabutan, sedangkan istrinya lebih banyak di rumah dan kadang cari rumput untuk pakan ternak,” ujar Ulumudin yang juga Kasi Ekonomi Pemerintah Desa (Pemdes) Sokasari. Toriqin sebagai kepala keluarga hanya dapat bersekolah sampai tingkat sekolah dasar (SD) karena kondisi perekonomian orang tuanya.
Pendidikan lain yang dikenyamnya adalah madrasah diniyah awaliyah (MDA) atau sekolah agama yang digelar sore hari. “Saya satu kelas dulu di SD dari kelas satu sampai enam dengan dia, jadi tahu persis kalau orangnya memang baik,” ujarnya. Terkait keempat anak Toriqin yang mengalami kelainan kelamin sejak lahir, para tetangga juga sudah mengetahui.
Kondisi tersebut menjadi keprihatinan dan menggerakkan Ulumudin sebagai salah satu perangkat desa untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan. Dialah yang berinisiatif agar keempatnya bisa diupayakan mendapat penanganan medis dengan membawa mereka ke RSUP dr Kariadi dan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro di Semarang untuk menjalani pemeriksaan awal.
“Kalau Pak Toriqin pasrah mungkin karena kondisi perekonomian keluarga,” ujar dia. Upaya penanganan medis tersebut perlu dilakukan karena kelainan kelamin yang dialami empat anak Toriqin, yakni Siti Damayanti, 19, Zakaria, 12, Tofan Al Hafid, 4, dan Nurul Iman, 2, dikhawatirkan akan mempengaruhi kondisi psikologis dan perkembangan mereka.
Kekhawatiran itu bahkan sudah mulai dirasakan Zakaria yang saat ini duduk di kelas 6 SD. Lantaran tingkah dan kelainan kelaminnya yang lebih mirip perempuan meskipun fisiknya laki-laki, Zakaria tumbuh menjadi anak pendiam dan minder di sekolah. Dari cerita guru kelasnya, Zakaria lebih memilih menggambar objek yang lebih disenangi perempuan seperti bunga ketika diberi tugas menggambar.
“Saya juga dengar cerita dari salah seorang guru kalau Zakaria sering diolok-olok oleh temantemannya karena kelainan antara fisik dan kecenderungan tingkah lakunya,” tutur Ulumudin. Karena itu, Ulumudin mengaku bersyukur Tim Penyesuaian Kelamin RSUP dr Kariadi/Fakultas Kedokteran Undip yang dipimpin Prof dr Sultana MH Faradz memberi perhatian penuh ketika Zakaria bersama kedua adiknya dibawa ke Semarang untuk menjalani pemeriksaan awal.
“Pak Sultana mengatakan mereka harus segera ditangani karena ada kerancuan kelamin dan cenderung ke arah perempuan,” ungkapnya. Menurut Ulumudin, Prof dr Sultana bersama timnya dalam waktu dekat juga akan ke Tegal bertemu pihak terkait di lingkungan Pemkab Tegal membicarakan penanganan medis yang harus dilakukan agar keempat anak Toriqin bisa tumbuh normal layaknya anakanak lain.
“Termasuk juga membicarakan biaya penanganan medis dengan harapan ada bantuan yang bisa diberikan pemkab. Terus terang kami di desa memang belum mengajukan upaya bantuan ke pemkab untuk keluarga Toriqin,” katanya. Meski demikian, Ulumudin mengaku sudah memberitahukan kondisi keluarga Toriqin kepada pemerintah kecamatan. Diharapkan pihak kecamatan paling tidak bisa membantu biaya yang diperlukan untuk pergi ke Semarang jika ada pemeriksaan lanjutan lagi.
Farid Firdaus
(bhr)