Saya Pasrah, Ingin Anak-anak Normal
A
A
A
Kehadiran buah hati membawa sukacita bagi orang tua. Kondisi tumbuh kembang anak yang tidak seperti anak seusianya membuat ke dua orang tua tak berhenti berharap dan berusaha.
Toriqin, 43, dan Seni, 38, pasangan suami istri (pasutri) asal Desa Sukasari 1, Dukuh Sampitan RT 06/RW 01 Kecamatan Bumijaya, Kabupaten Tegal hanya bisa pasrah menerima keadaan anak-anaknya yang mengalami kerancuan kelamin. Empat dari enam keturunannya tidak tumbuh dewasa secara normal layaknya teman seusainya. Saat ditemui KORAN SINDO, Toriqin sedang menggendong salah satu anaknya sembari menunggu pemeriksaan di Laboratorium Sentral RS Nasional Diponegoro kemarin.
“Saya pasrah dan ingin anakanak normal. Jika laki-laki menjadi laki-laki seutuhnya, seperti tidak punya payudara. Kalau perempuan, ya perempuan seutuhnya, tidak tumbuh jenggot, suara tidak besar,” kata pria yang seharihari sebagai kuli bangunan ini. Adalah Siti Damayanti, 19; Zakaria, 12; Tofan Al Hafid, 4; Nurul Iman, 2; sedang dan sudah menjalani serangkaian pemeriksaan oleh tim penyesuaian kelamin. Toriqin mengakui kelainan kelamin sudah terlihat sejak bayi lahir.
Dia bersama sang istri sudah bingung melihat bentuk alat vital anak-anaknya. Meski demikian, mereka tidak memeriksakan diri karena beranggapan anak dalam kondisi sehat. Seiring dengan pertumbuhan yang mengarah kepada seorang laki-laki maka diperlakukan juga seperti seorang laki-laki. “Saya bingung tapi tidak tahu kok bisa begini. Ini akta tertulisnya juga belum ada, semua baru Siti dan Zakaria. Saat lahir ragu dengan bentuk kelaminnya,” ungkap Toriqin.
Keinginan memeriksakan anak-anaknya tercetus saat mengetahui keponakannya dibawa ke RSUP Dr Kariadi dengan kerancuan serupa. Karena itu, anak pertama Toriqin, Siti Damayanti sudah terlebih dahulu periksa pada 2012 dan rutin menjalani pengobatan hingga kini. “Hari ini (kemarin) hanya tiga anak saya, yakni Zakaria, Tofan Al Hafid, dan Nurul Iman dibawa ke sini menjalani pemeriksaan awal,” katanya.
Dalam pemeriksaan ini, dua anak lainnya, yaitu Alqiah dan Ikhlas Suniah turut diperiksa DNA-nya. Kedua anak perempuan ini tumbuh normal sebagai perempuan. Toriqin mengungkapkan perilaku anak-anaknya tidak jauh berbeda dengan anak seusianya. Mereka tidak mengalami keluhan fisik yang harus mengadu kepada orang tua. Meski demikian, dia melihat ada perasaan minder sehingga anak-anaknya lebih suka bermain di lingkungan rumah.
“Kalau di rumah bermain bersama kakak adiknya atau saudara jarang bermain bersama tetangga,” papar Toriqin. Toriqin mengungkapkan, semua pembiayaan pemeriksaan ditanggung Jamkesmas. Meski begitu, biaya operasi dari Tegal- Semarang membutuhkan biaya tidak sedikit. Selama ini perjalanan bolak-balik didapatkan dari donatur yang ingin meringankan beban keluarganya.
“Gaji hanya dari saya, ibu hanya momong anak-anak,” ucapnya. Dari pemeriksaan awal dipastikan ketiga anaknya memiliki kromosom perempuan. Namun, mereka sampai saat ini tumbuh sebagai seorang laki-laki. Ketua Tim Penyesuaian Kelamin RSUP dr Kariadi/Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Prof dr Sultana MH Faradz mengungkapkan, observasi awal ketiga anak mengalami congenital adrenal hyperplasia (CAH) yakni kelebihan hormon androgen (laki-laki).
Hal ini menyebabkan pendangkalan vagina dan pembesaran klitoris sehingga menyerupai alat kelamin laki-laki. Selain itu, tumbuh jambang, jakun, kulit menghitam dan kasar. “Ada kerancuan kelamin. Secara gender mereka laki-laki, tetapi secara genetik perempuan. Dari hasil pemeriksaan kromosomnya XX atau perempuan,” ungkapnya.
Hendrati Hapsari
Semarang
Toriqin, 43, dan Seni, 38, pasangan suami istri (pasutri) asal Desa Sukasari 1, Dukuh Sampitan RT 06/RW 01 Kecamatan Bumijaya, Kabupaten Tegal hanya bisa pasrah menerima keadaan anak-anaknya yang mengalami kerancuan kelamin. Empat dari enam keturunannya tidak tumbuh dewasa secara normal layaknya teman seusainya. Saat ditemui KORAN SINDO, Toriqin sedang menggendong salah satu anaknya sembari menunggu pemeriksaan di Laboratorium Sentral RS Nasional Diponegoro kemarin.
“Saya pasrah dan ingin anakanak normal. Jika laki-laki menjadi laki-laki seutuhnya, seperti tidak punya payudara. Kalau perempuan, ya perempuan seutuhnya, tidak tumbuh jenggot, suara tidak besar,” kata pria yang seharihari sebagai kuli bangunan ini. Adalah Siti Damayanti, 19; Zakaria, 12; Tofan Al Hafid, 4; Nurul Iman, 2; sedang dan sudah menjalani serangkaian pemeriksaan oleh tim penyesuaian kelamin. Toriqin mengakui kelainan kelamin sudah terlihat sejak bayi lahir.
Dia bersama sang istri sudah bingung melihat bentuk alat vital anak-anaknya. Meski demikian, mereka tidak memeriksakan diri karena beranggapan anak dalam kondisi sehat. Seiring dengan pertumbuhan yang mengarah kepada seorang laki-laki maka diperlakukan juga seperti seorang laki-laki. “Saya bingung tapi tidak tahu kok bisa begini. Ini akta tertulisnya juga belum ada, semua baru Siti dan Zakaria. Saat lahir ragu dengan bentuk kelaminnya,” ungkap Toriqin.
Keinginan memeriksakan anak-anaknya tercetus saat mengetahui keponakannya dibawa ke RSUP Dr Kariadi dengan kerancuan serupa. Karena itu, anak pertama Toriqin, Siti Damayanti sudah terlebih dahulu periksa pada 2012 dan rutin menjalani pengobatan hingga kini. “Hari ini (kemarin) hanya tiga anak saya, yakni Zakaria, Tofan Al Hafid, dan Nurul Iman dibawa ke sini menjalani pemeriksaan awal,” katanya.
Dalam pemeriksaan ini, dua anak lainnya, yaitu Alqiah dan Ikhlas Suniah turut diperiksa DNA-nya. Kedua anak perempuan ini tumbuh normal sebagai perempuan. Toriqin mengungkapkan perilaku anak-anaknya tidak jauh berbeda dengan anak seusianya. Mereka tidak mengalami keluhan fisik yang harus mengadu kepada orang tua. Meski demikian, dia melihat ada perasaan minder sehingga anak-anaknya lebih suka bermain di lingkungan rumah.
“Kalau di rumah bermain bersama kakak adiknya atau saudara jarang bermain bersama tetangga,” papar Toriqin. Toriqin mengungkapkan, semua pembiayaan pemeriksaan ditanggung Jamkesmas. Meski begitu, biaya operasi dari Tegal- Semarang membutuhkan biaya tidak sedikit. Selama ini perjalanan bolak-balik didapatkan dari donatur yang ingin meringankan beban keluarganya.
“Gaji hanya dari saya, ibu hanya momong anak-anak,” ucapnya. Dari pemeriksaan awal dipastikan ketiga anaknya memiliki kromosom perempuan. Namun, mereka sampai saat ini tumbuh sebagai seorang laki-laki. Ketua Tim Penyesuaian Kelamin RSUP dr Kariadi/Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Prof dr Sultana MH Faradz mengungkapkan, observasi awal ketiga anak mengalami congenital adrenal hyperplasia (CAH) yakni kelebihan hormon androgen (laki-laki).
Hal ini menyebabkan pendangkalan vagina dan pembesaran klitoris sehingga menyerupai alat kelamin laki-laki. Selain itu, tumbuh jambang, jakun, kulit menghitam dan kasar. “Ada kerancuan kelamin. Secara gender mereka laki-laki, tetapi secara genetik perempuan. Dari hasil pemeriksaan kromosomnya XX atau perempuan,” ungkapnya.
Hendrati Hapsari
Semarang
(ars)