Masuk Daftar Cekal, Imigran Bangladesh Sembunyi di Blitar
A
A
A
BLITAR - Petugas Imigrasi Klas II Blitar menangkap Hoshain Nazmul, imigran asal Bangladesh yang masuk daftar cekal berkunjung ke Indonesia. Hoshai, di rumah salah satu warga Desa Kendalrejo, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar.
“Kami tangkap yang bersangkutan sejak 23 Februari 2015,“ ujar Kepala Imigrasi Blitar Tato Juliadin, kepada wartawan, Rabu (4/3/2015).
Dijelaskan dia, Hoshain tiba di Desa Kendalrejo sejak 22 Februari 2015. Dia menikahi seorang wanita berinsial EP yang merupakan warga sekitar dan dikaruniai tiga orang anak.
Di Desa Kendalrejo, lelaki asing berkulit gelap, rambut ikal, dengan postur tubuh sedang itu juga membuka usaha peternakan itik.
“Saat hendak menyergap, para petugas kami sampai naik pohon kelapa untuk melihat kandang itik dari jarak terdekat. Sebab informasi yang kita terima, yang bersangkutan nyaris tidak pernah keluar rumah,“ terang Tato.
Berdasarkan rekomendasi Kantor Imigrasi Jakarta Selatan, Hoshain Nazmul ditetapkan ke dalam daftar Pencegahan dan Pencekalan. Tercatat mulai 31 Desember 2014-01 Juli 2015 yang bersangkutan tidak boleh menginjakkan kaki di Indonesia.
Cekal dikeluarkan setelah berlaku dokumen Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) yang bersangkutan diketahui habis sejak 9 Januari 2009. Selama tinggal di Jakarta, Hoshain bekerja sebagai Quality Control di sebuah perusahaan mesin.
Di depan Kedutaan Bangladesh di Jakarta, dia mengaku sebagai pencari suaka dan kehilangan paspor. Pihak otoritas imigrasi Jaksel kemudian mendeportasi sekaligus memasukkan nama Hoshain ke dalam daftar cekal orang.
“Upayanya masuk kembali ke Indonesia kami akui cukup cerdik,“ sambung Tato.
Hoshain mengaku masuk kembali ke Indonesia pada 12 Februari 2015. Dengan mengganti nama AKM Hoshain Nazmul dan tanggal 10 Desember 1971, pria bernama asli Hoshain Nazmul dan lahir 10 Desember 1977 ini berhasil menerobos Border Management System Tempat Pemeriksaan Imigrasi Bandara Internasional Ngurah Rai Bali.
Peniadaan sistem pemeriksaan finger print di imigrasi sejak tahun 2008 dan hanya diganti scan dokumen, membuka peluang besar orang asing bermasalah masuk ke Indonesia.
“Saat masuk ke Indonesia lagi, yang bersangkutan menggunakan visa B 211 dengan sponsor istri. Visa B211 merupakan visa kunjungan untuk urusan sosial budaya. Masa berlakunya 60 hari dan bisa diperpanjang 4 bulan," jelasnya.
Namun, dengan diketahui menggunakan paspor ubahan nama dan masih berstatus sebagai orang yang dicekal, dia dinilai tidak memiliki itikad baik.
Sementara itu, Kasi Pengawasan dan Penindakan (Wasdakim) Imigrasi Blitar Moh Sungeb menambahkan, Hoshain mengenal EP, warga Desa Kendalrejo, Kecamatan Ponggok, sejak tahun 1999 di Singapura.
Saat itu, EP bekerja sebagai TKW dan menjadi pembantu rumah tangga. Sedangkan Hosain sebagai kuli bangunan. Pada tahun yang sama, keduanya bertolak ke Bangladesh untuk melangsungkan pernikahan.
“Dari informasi yang kita peroleh, pada tahun 2007 keduanya menikah ulang di wilayah hukum Kabupaten Blitar. Tidak heran yang bersangkutan fasih berbahasa Indonesia,“ tambahnya.
Saat ini, Imigrasi Blitar terus mengembangkan penyelidikan. Sebab dimungkinkan Hoshain tidak sendiri. Dalam kasus ini, Imigrasi Blitar akan menempuh proses hukum dan menjerat dia dengan Pasal 75 ayat 1 dan 2 junto Pasal 123 UU No 6 Tahun 2011 Tentang Imigrasi.
“Ancaman hukumannya maksimal lima tahun penjara, dan denda Rp500 juta. Alternatif lainnya adalah memberlakukan kebijakan deportasi. Saat ini, atas jaminan istri dan keluarganya dikenakan wajib lapor," pungkasnya.
“Kami tangkap yang bersangkutan sejak 23 Februari 2015,“ ujar Kepala Imigrasi Blitar Tato Juliadin, kepada wartawan, Rabu (4/3/2015).
Dijelaskan dia, Hoshain tiba di Desa Kendalrejo sejak 22 Februari 2015. Dia menikahi seorang wanita berinsial EP yang merupakan warga sekitar dan dikaruniai tiga orang anak.
Di Desa Kendalrejo, lelaki asing berkulit gelap, rambut ikal, dengan postur tubuh sedang itu juga membuka usaha peternakan itik.
“Saat hendak menyergap, para petugas kami sampai naik pohon kelapa untuk melihat kandang itik dari jarak terdekat. Sebab informasi yang kita terima, yang bersangkutan nyaris tidak pernah keluar rumah,“ terang Tato.
Berdasarkan rekomendasi Kantor Imigrasi Jakarta Selatan, Hoshain Nazmul ditetapkan ke dalam daftar Pencegahan dan Pencekalan. Tercatat mulai 31 Desember 2014-01 Juli 2015 yang bersangkutan tidak boleh menginjakkan kaki di Indonesia.
Cekal dikeluarkan setelah berlaku dokumen Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) yang bersangkutan diketahui habis sejak 9 Januari 2009. Selama tinggal di Jakarta, Hoshain bekerja sebagai Quality Control di sebuah perusahaan mesin.
Di depan Kedutaan Bangladesh di Jakarta, dia mengaku sebagai pencari suaka dan kehilangan paspor. Pihak otoritas imigrasi Jaksel kemudian mendeportasi sekaligus memasukkan nama Hoshain ke dalam daftar cekal orang.
“Upayanya masuk kembali ke Indonesia kami akui cukup cerdik,“ sambung Tato.
Hoshain mengaku masuk kembali ke Indonesia pada 12 Februari 2015. Dengan mengganti nama AKM Hoshain Nazmul dan tanggal 10 Desember 1971, pria bernama asli Hoshain Nazmul dan lahir 10 Desember 1977 ini berhasil menerobos Border Management System Tempat Pemeriksaan Imigrasi Bandara Internasional Ngurah Rai Bali.
Peniadaan sistem pemeriksaan finger print di imigrasi sejak tahun 2008 dan hanya diganti scan dokumen, membuka peluang besar orang asing bermasalah masuk ke Indonesia.
“Saat masuk ke Indonesia lagi, yang bersangkutan menggunakan visa B 211 dengan sponsor istri. Visa B211 merupakan visa kunjungan untuk urusan sosial budaya. Masa berlakunya 60 hari dan bisa diperpanjang 4 bulan," jelasnya.
Namun, dengan diketahui menggunakan paspor ubahan nama dan masih berstatus sebagai orang yang dicekal, dia dinilai tidak memiliki itikad baik.
Sementara itu, Kasi Pengawasan dan Penindakan (Wasdakim) Imigrasi Blitar Moh Sungeb menambahkan, Hoshain mengenal EP, warga Desa Kendalrejo, Kecamatan Ponggok, sejak tahun 1999 di Singapura.
Saat itu, EP bekerja sebagai TKW dan menjadi pembantu rumah tangga. Sedangkan Hosain sebagai kuli bangunan. Pada tahun yang sama, keduanya bertolak ke Bangladesh untuk melangsungkan pernikahan.
“Dari informasi yang kita peroleh, pada tahun 2007 keduanya menikah ulang di wilayah hukum Kabupaten Blitar. Tidak heran yang bersangkutan fasih berbahasa Indonesia,“ tambahnya.
Saat ini, Imigrasi Blitar terus mengembangkan penyelidikan. Sebab dimungkinkan Hoshain tidak sendiri. Dalam kasus ini, Imigrasi Blitar akan menempuh proses hukum dan menjerat dia dengan Pasal 75 ayat 1 dan 2 junto Pasal 123 UU No 6 Tahun 2011 Tentang Imigrasi.
“Ancaman hukumannya maksimal lima tahun penjara, dan denda Rp500 juta. Alternatif lainnya adalah memberlakukan kebijakan deportasi. Saat ini, atas jaminan istri dan keluarganya dikenakan wajib lapor," pungkasnya.
(san)