Divonis 2 Tahun, Keluarga Eveready Serang Hakim
A
A
A
MEDAN - Keluarga Anggota DPRD Sumut Eveready Sitorus mengamuk begitu Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan menghukum Eveready dengan 2 tahun penjara dalam kasus penipuan dan penggelapan senilai Rp200 juta, kemarin.
Majelis hakim yang diketuai Parlidungan Sinaga itu menyatakan politikus Partai Gerindra itu terbukti bersalah melanggar Pasal 372 jo Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan penggelapan. “Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan,” kata Parlindungan membacakan amar putusan di Ruang Cakra I PN Medan.
Dalam putusan hakim, terdakwa Eveready dinyatakan terbukti melakukan penipuan dan penggelapan uang milik PT Rapala yang bergerak di bidang perkebunan itu. Eveready merupakan karyawan di perusahaan tersebut kurang lebih 21 tahun. Namun pada 2012, anggota DPRD Sumut ini disebutkan hakim menipu dan menggelapkan uang perusahaan. “Atas putusan ini, baik terdakwa maupun penuntut umum memiliki hak sama, menerima atau melakukan upaya hukum lainnya. Bagaimana penuntut umum,” kata ketua majelis hakim.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) Juliana Tarihoran mengatakan akan pikirpikir dahulu untuk menentukan sikap ke depan. “Kami pikir-pikir dulu, majelis,” katanya.
Eveready Sitorus tampak emosi ketika hakim menanyakannya soal putusan itu. Dengan menahan amarah, dia pun menyatakan pikir-pikir. Hakim pun menutup sidang. Namun, sebelum majelis hakim meninggalkan ruang sidang, puluhan anggota keluarga terdakwa langsung mengejar.
Kursi pengunjung mereka tendangi disertai caci maki kepada hakim. Situasi yang memanas ini membuat majelis hakim dan jaksa buru-buru meninggalkan ruang sidang. “Tidak adil itu, majelis hakim terlalu tinggi hukuman itu. Hakim tidak ada pikiran dengan memvonis tinggi karena sudah menerima uang banyak dari pelapor,” kata Helmina Pangaribuan, istri Eveready Sitorus.
Keluarga terdakwa kemudian pun mendatangi ruangan hakim. Mereka berteriak dan menyuruh hakim keluar menemui mereka. Bahkan, keluarga terdakwa ini menendangi pintu ruangan hakim. “Keluar kau Pak Hakim, jangan pengecut. Ayo kalau berani temui kami,” teriak keluarga terdakwa ini.
Namun, tak ada satu hakim pun menemui keluarga terdakwa. Hanya ada sekuriti PN Medan mencoba menenangkan mereka. Keluarga terdakwa ini pun mengacuhkan upaya dari sekuriti untuk mengamankan tersebut. “Jangan kau laranglarang kami, kalau kau tidak mau jadi sasaran,” ancam seorang keluarga terdakwa yang berperawakan tegap.
Helmina Pangaribuan yang histeris pun jatuh pingsan sehingga membuat situasi semakin memanas. Mereka terus melontarkan kata-kata kasar kepada hakim. Helmina kembali sadar setelah wajahnya diusap dengan air mineral. “Kami akan mencari keadilan ke mana pun. Kami akan kembali ke PN Medan ini mencari hakim-hakim yang tidak manusiawi itu. Kami akan terus mencari keadilan,” kata Helmina.
Emosi puluhan keluarga terdakwa ini pun akhirnya bisa mereda dan meninggalkan PN Medan. Sekadar diketahui, kasus ini bermula ketika Eveready yang menjabat sebagai Humas PT Rapala Group dipercaya membayar ganti rugi 4 hektare lahan senilai Rp200 juta di Desa Sei Tualang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat. Namun, dana ganti rugi itu tidak diberikan kepada warga.
Penggelapan ini diketahui setelah perwakilan masyarakat, Muhammad Sidik mendatangi perusahaan. Dia menuntut pembayaran Rp19,5 juta dan mengaku tidak tahu kalau lahan yang mereka tempati sudah diganti rugi perusahaan senilai Rp200 juta. Merasa ditipu, perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan itu pun melaporkan Eveready ke Polda Sumut hingga dilakukan penangkapan.
Gerindra Pertahankan Dewan Berstatus Napi
Partai Gerindra memastikan belum akan mengganti Eveready Sitorus sebagai anggota DPRD Sumut. Hingga kemarin, belum ada pengurus partai ini yang berani menyatakan sikap tegas terhadap nasib Eveready, yang sejak dilantik menjadi anggota DPRD Sumut pada 15 September 2014 belum pernah sekalipun mengikuti kegiatan dan rapat kerja Dewan.
Baik Ketua DPD Partai Gerindra Sumut, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sumut, dan Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Sumut, yang ditanya terkait status Eveready saling melemparkan tanggung jawab.
Ketua DPD Partai Gerindra Sumut Gus Irawan Pasaribu mengatakan masih akan menunggu keputusan dari DPP. Meskipun sudah divonis bersalah, namun partai masih mengambil sikap hati-hati dalam menindaklanjutinya. “Kami sangat hati-hati melihatnya,” kata Wakil Ketua Komisi XI DPR itu kepada wartawan melalui telepon, kemarin.
Apalagi vonis tersebut masih berada di tingkat pertama. Artinya, ada kemungkinan belum memiliki kekuatan hukum tetap jika bersangkutan masih melakukan upaya banding. Ketua BK DPRD Sumut Ramses Simbolon menyebutkan, biasanya BK menunggu sampai ada kepastian atas proses hukum yang sedang dijalani terdakwa.
Ketua Fraksi Gerindra Yantoni Purba justru menilai hal itu bukan kewenangan dirinya menjawab persoalan yang mendera koleganya. “Keputusan ada di partai. Nanti kami lapor dulu ke partai,” ujarnya
Panggabean Hasibuan/ M Rinaldi Khair
Majelis hakim yang diketuai Parlidungan Sinaga itu menyatakan politikus Partai Gerindra itu terbukti bersalah melanggar Pasal 372 jo Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan penggelapan. “Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan,” kata Parlindungan membacakan amar putusan di Ruang Cakra I PN Medan.
Dalam putusan hakim, terdakwa Eveready dinyatakan terbukti melakukan penipuan dan penggelapan uang milik PT Rapala yang bergerak di bidang perkebunan itu. Eveready merupakan karyawan di perusahaan tersebut kurang lebih 21 tahun. Namun pada 2012, anggota DPRD Sumut ini disebutkan hakim menipu dan menggelapkan uang perusahaan. “Atas putusan ini, baik terdakwa maupun penuntut umum memiliki hak sama, menerima atau melakukan upaya hukum lainnya. Bagaimana penuntut umum,” kata ketua majelis hakim.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) Juliana Tarihoran mengatakan akan pikirpikir dahulu untuk menentukan sikap ke depan. “Kami pikir-pikir dulu, majelis,” katanya.
Eveready Sitorus tampak emosi ketika hakim menanyakannya soal putusan itu. Dengan menahan amarah, dia pun menyatakan pikir-pikir. Hakim pun menutup sidang. Namun, sebelum majelis hakim meninggalkan ruang sidang, puluhan anggota keluarga terdakwa langsung mengejar.
Kursi pengunjung mereka tendangi disertai caci maki kepada hakim. Situasi yang memanas ini membuat majelis hakim dan jaksa buru-buru meninggalkan ruang sidang. “Tidak adil itu, majelis hakim terlalu tinggi hukuman itu. Hakim tidak ada pikiran dengan memvonis tinggi karena sudah menerima uang banyak dari pelapor,” kata Helmina Pangaribuan, istri Eveready Sitorus.
Keluarga terdakwa kemudian pun mendatangi ruangan hakim. Mereka berteriak dan menyuruh hakim keluar menemui mereka. Bahkan, keluarga terdakwa ini menendangi pintu ruangan hakim. “Keluar kau Pak Hakim, jangan pengecut. Ayo kalau berani temui kami,” teriak keluarga terdakwa ini.
Namun, tak ada satu hakim pun menemui keluarga terdakwa. Hanya ada sekuriti PN Medan mencoba menenangkan mereka. Keluarga terdakwa ini pun mengacuhkan upaya dari sekuriti untuk mengamankan tersebut. “Jangan kau laranglarang kami, kalau kau tidak mau jadi sasaran,” ancam seorang keluarga terdakwa yang berperawakan tegap.
Helmina Pangaribuan yang histeris pun jatuh pingsan sehingga membuat situasi semakin memanas. Mereka terus melontarkan kata-kata kasar kepada hakim. Helmina kembali sadar setelah wajahnya diusap dengan air mineral. “Kami akan mencari keadilan ke mana pun. Kami akan kembali ke PN Medan ini mencari hakim-hakim yang tidak manusiawi itu. Kami akan terus mencari keadilan,” kata Helmina.
Emosi puluhan keluarga terdakwa ini pun akhirnya bisa mereda dan meninggalkan PN Medan. Sekadar diketahui, kasus ini bermula ketika Eveready yang menjabat sebagai Humas PT Rapala Group dipercaya membayar ganti rugi 4 hektare lahan senilai Rp200 juta di Desa Sei Tualang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat. Namun, dana ganti rugi itu tidak diberikan kepada warga.
Penggelapan ini diketahui setelah perwakilan masyarakat, Muhammad Sidik mendatangi perusahaan. Dia menuntut pembayaran Rp19,5 juta dan mengaku tidak tahu kalau lahan yang mereka tempati sudah diganti rugi perusahaan senilai Rp200 juta. Merasa ditipu, perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan itu pun melaporkan Eveready ke Polda Sumut hingga dilakukan penangkapan.
Gerindra Pertahankan Dewan Berstatus Napi
Partai Gerindra memastikan belum akan mengganti Eveready Sitorus sebagai anggota DPRD Sumut. Hingga kemarin, belum ada pengurus partai ini yang berani menyatakan sikap tegas terhadap nasib Eveready, yang sejak dilantik menjadi anggota DPRD Sumut pada 15 September 2014 belum pernah sekalipun mengikuti kegiatan dan rapat kerja Dewan.
Baik Ketua DPD Partai Gerindra Sumut, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sumut, dan Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Sumut, yang ditanya terkait status Eveready saling melemparkan tanggung jawab.
Ketua DPD Partai Gerindra Sumut Gus Irawan Pasaribu mengatakan masih akan menunggu keputusan dari DPP. Meskipun sudah divonis bersalah, namun partai masih mengambil sikap hati-hati dalam menindaklanjutinya. “Kami sangat hati-hati melihatnya,” kata Wakil Ketua Komisi XI DPR itu kepada wartawan melalui telepon, kemarin.
Apalagi vonis tersebut masih berada di tingkat pertama. Artinya, ada kemungkinan belum memiliki kekuatan hukum tetap jika bersangkutan masih melakukan upaya banding. Ketua BK DPRD Sumut Ramses Simbolon menyebutkan, biasanya BK menunggu sampai ada kepastian atas proses hukum yang sedang dijalani terdakwa.
Ketua Fraksi Gerindra Yantoni Purba justru menilai hal itu bukan kewenangan dirinya menjawab persoalan yang mendera koleganya. “Keputusan ada di partai. Nanti kami lapor dulu ke partai,” ujarnya
Panggabean Hasibuan/ M Rinaldi Khair
(ftr)