Sentra Bisnis Besi Komunitas Urban
A
A
A
BANDUNG - Barang bekas bukan berarti tak laik pakai. Karena bila Anda cermat, bukan tidak mungkin akan mendapatkan barang yang dibutuhkan dengan harga miring.
Untuk mencari barang bekas di Kota Bandung, bukan perkara sulit. Begitu banyak pasar loak yang menawarkan barang kualitas bagus dengan harga terjangkau. Seperti halnya pasar loak suku cadang mobil atau motor bekas hingga aneka alatalat teknik, besi, dan logam yang tersedia di pasar loak Jatayu, Jalan Arjuna, Kota Bandung. Selain usianya yang cukup tua, para pengunjung yang berdatangan ke pasar ini juga tak hanya berasal dari Kota Bandung.
Melainkan mereka yang datang dari berbagai daerah lainnya. Selain tetap mempertahankan penjualan suku cadang dan perkakas besi bekas, hal yang menarik lainnya yaitu tradisi kaum urban yang tetap bertahan dalam bisnis ini. Di mana mayoritas pedagang berasal dari luar Kota Bandung. Seperti Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Ciamis, dan Kuningan.
“Kebanyakan pedagang memang berasal dari Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, dan Kabupaten Kuningan. Karena selama ini usaha seperti ini banyak diteruskan kerabat dan keluarga mereka,” ujar Cucu Mirianti, 40 warga Jalam Baladewa, Kota Bandung yang memiliki kios rokok dan suku cadang di pasar itu.
Awal keberadaan Pasar Jatayu sendiri, menurut Cucu sudah ada sejak lama. Bahkan sejak dia duduk di bangku sekolah dasar, para pedagang suku cadang dan perkakas besi sudah ada. “Sejak kecil atau sekitar 1974 juga sudah ada, bahkan mungkin sebelum itu. Karena saat itu saya juga sering membantu ibu berjualan di kios ini,” ungkap Cucu.
Mulai bermunculannya para pendatang semakin terasa saat memasuki tahun 1983-an, terlebih saat bencana Gunung Galunggung terjadi. Sehingga wajar banyak para pendatang dari daerah yang mulai mengadu nasib di kota ini.
“Terasanya banyak pedagang pendatang mungkin saat Galunggung meletus. Terlebih mereka yang berasal dari Panjalu. Saya juga sempat berkunjung ke desa mereka, kebanyakan laki-laki dewasa disana menjadi pelancong di Kota Bandung atau menjadi pedagang di pasar ini,” tutur Ibu yang telah memiliki tiga anak itu.
Pendapat senada juga disampaikan Aman, 37, pendatang asal Kampung Karang Tawang, Desa Bahara, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis. Menurut lelaki yang telah berdagang selama 15 tahun di pasar itu, menjadi penjual suku cadang atau besi bekas telah menjadi kebiasaan yang diwariskan kerabat di kampungnya. Bahkan Aman sendiri mulai menggeluti profesi itu karena tawaran saudaranya di Kampung.
Disinggung soal penghasilan dari jualan, meski tak begitu besar, Aman mengaku cukup untuk menghidupi keluargannya sehari-hari. Dengan omset rata-rata Rp100.000/hari.
Heru Muthahari
Untuk mencari barang bekas di Kota Bandung, bukan perkara sulit. Begitu banyak pasar loak yang menawarkan barang kualitas bagus dengan harga terjangkau. Seperti halnya pasar loak suku cadang mobil atau motor bekas hingga aneka alatalat teknik, besi, dan logam yang tersedia di pasar loak Jatayu, Jalan Arjuna, Kota Bandung. Selain usianya yang cukup tua, para pengunjung yang berdatangan ke pasar ini juga tak hanya berasal dari Kota Bandung.
Melainkan mereka yang datang dari berbagai daerah lainnya. Selain tetap mempertahankan penjualan suku cadang dan perkakas besi bekas, hal yang menarik lainnya yaitu tradisi kaum urban yang tetap bertahan dalam bisnis ini. Di mana mayoritas pedagang berasal dari luar Kota Bandung. Seperti Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Ciamis, dan Kuningan.
“Kebanyakan pedagang memang berasal dari Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, dan Kabupaten Kuningan. Karena selama ini usaha seperti ini banyak diteruskan kerabat dan keluarga mereka,” ujar Cucu Mirianti, 40 warga Jalam Baladewa, Kota Bandung yang memiliki kios rokok dan suku cadang di pasar itu.
Awal keberadaan Pasar Jatayu sendiri, menurut Cucu sudah ada sejak lama. Bahkan sejak dia duduk di bangku sekolah dasar, para pedagang suku cadang dan perkakas besi sudah ada. “Sejak kecil atau sekitar 1974 juga sudah ada, bahkan mungkin sebelum itu. Karena saat itu saya juga sering membantu ibu berjualan di kios ini,” ungkap Cucu.
Mulai bermunculannya para pendatang semakin terasa saat memasuki tahun 1983-an, terlebih saat bencana Gunung Galunggung terjadi. Sehingga wajar banyak para pendatang dari daerah yang mulai mengadu nasib di kota ini.
“Terasanya banyak pedagang pendatang mungkin saat Galunggung meletus. Terlebih mereka yang berasal dari Panjalu. Saya juga sempat berkunjung ke desa mereka, kebanyakan laki-laki dewasa disana menjadi pelancong di Kota Bandung atau menjadi pedagang di pasar ini,” tutur Ibu yang telah memiliki tiga anak itu.
Pendapat senada juga disampaikan Aman, 37, pendatang asal Kampung Karang Tawang, Desa Bahara, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis. Menurut lelaki yang telah berdagang selama 15 tahun di pasar itu, menjadi penjual suku cadang atau besi bekas telah menjadi kebiasaan yang diwariskan kerabat di kampungnya. Bahkan Aman sendiri mulai menggeluti profesi itu karena tawaran saudaranya di Kampung.
Disinggung soal penghasilan dari jualan, meski tak begitu besar, Aman mengaku cukup untuk menghidupi keluargannya sehari-hari. Dengan omset rata-rata Rp100.000/hari.
Heru Muthahari
(ftr)