Bisnis Kripik Tahu Tembus Rp10 Juta per Bulan
A
A
A
KAJEN - Tahu, bukan sesuatu yang asing bagi warga Indonesia. Sebab, hampir setiap hari dan setiap warung di Indonesia dipastikan menjual tahu. Namun, kebanyakan tahu dijual dalam bentuk gorengan.
Sebab tahu dikenal memiliki kandungan protein tinggi, yang bagus untuk dikonsumsi.
Di Kabupaten Pekalongan, tahu dikemas secara berbeda. Kali ini, tahu dikemas menjadi sebuah keripik. Meski dikemas secara berbeda, namun tak menghilangkan kandungan gizi di dalamnya. Adalah Didik Usmanto (34), salah seorang perajin kripik tahu yang ada di Kabupaten Pekalongan.
Dia sudah sekitar lima tahun menggeluhi usaha berbahan dasar tahu itu. "Sekitar 4-5 tahun saya usaha ini (kripik tahu)," katanya.
Dibantu istrinya, Milasari, 30, warga Perum Griya Permata Indah, Desa Tanjungsari, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan itu, mengerjakan seluruh proses pembuatannya. Bahan baku tahu diperolehnya dari para produsen tahu di sekitarnya.
"Saya pesan khusus dari perajin tahunya. Sebab harus tahu putih yang memiliki serat lembut. Kalau tahu kuning tidak bisa," ujarnya.
Bapak satu anak itu menjelaskan, tahu putih yang dipesan khusus tersebut kemudian diiris dengan potongan yang tipis. Setelah itu, dia mmenyiapkan tepung beras pilihan dan beberapa bumbu. "Bumbu umum saja, seperti bawang putih, garam dan tumbar. Kemudian diaduk dengan tepung beras tadi," jelasnya.
Setelah itu, irisan tahu yang telah dicelup ke adonan bumbu dan tepung tersebut kemudian digoreng. Dalam penggorengan tahap pertama itu, kripik harus benar-benar kering.
"Setelah digoreng, kripik tahu ini disimpan selama sepekan. Tujuannya untuk menghilangkan minyak dan proses fermentasi, agar lebih enak dan renyah. Plastik untuk menyimpan harus benar-benar rapat, agar hasilnya maksimal," terangnya.
Jika sudah sepekan penyimpanan, lanjut dia, kripik tahu kembali digoreng. Proses penggorengan kedua tersebut hanya beberapa menit saja. "Penggorengan yang kedua hanya untuk memanaskan kripik saja. Jadi tidak butuh waktu lama. Setelah itu tinggal dikemas," tukasnya.
Ayah dari Yusuf Fairus itu mengaku, dalam sebulan dia mampu memproduksi hingga 1.000 bungkus jajanan khas Pekalongan itu. Omsetnya perbulan kini mencapai Rp 10juta. "Saya jual ukuran 200 gram Rp11.000. Omset per bulan sekarang Rp10 juta, tapi itu omset kotor," katanya.
Saat ini dia baru bisa memenuhi permintaan sekitar eks Karisidenan Pekalongan saja. Sebab dia terkendala kurangnya karyawan.
"Permintaan sebetulnya banyak dan naik terus, sampai saya kewalahan. Karyawan baru dapat sudah keluar, sebab kesulitan saat menggorengnya. Kalau terlalu lama gosong, tapi kalau kurang matang tidak mengembang. Jadi sementara saya kerjakan berdua saja dengan istri," ujarnya.
Sementara Kepala Desa Tanjungsari, Agus Bowo, mengapresiasi kripik tahu karya Didik tersebut. Sebab selain melestarikan makanan khas Pekalongan, juga bisa membuka lapangan kerja. "Selain itu, tahu mengandung gizi, ada kabohidrat, protein dan lemak, vitamin b kompleks. Disisi lain harganya murah," tambahnya.
Sebab tahu dikenal memiliki kandungan protein tinggi, yang bagus untuk dikonsumsi.
Di Kabupaten Pekalongan, tahu dikemas secara berbeda. Kali ini, tahu dikemas menjadi sebuah keripik. Meski dikemas secara berbeda, namun tak menghilangkan kandungan gizi di dalamnya. Adalah Didik Usmanto (34), salah seorang perajin kripik tahu yang ada di Kabupaten Pekalongan.
Dia sudah sekitar lima tahun menggeluhi usaha berbahan dasar tahu itu. "Sekitar 4-5 tahun saya usaha ini (kripik tahu)," katanya.
Dibantu istrinya, Milasari, 30, warga Perum Griya Permata Indah, Desa Tanjungsari, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan itu, mengerjakan seluruh proses pembuatannya. Bahan baku tahu diperolehnya dari para produsen tahu di sekitarnya.
"Saya pesan khusus dari perajin tahunya. Sebab harus tahu putih yang memiliki serat lembut. Kalau tahu kuning tidak bisa," ujarnya.
Bapak satu anak itu menjelaskan, tahu putih yang dipesan khusus tersebut kemudian diiris dengan potongan yang tipis. Setelah itu, dia mmenyiapkan tepung beras pilihan dan beberapa bumbu. "Bumbu umum saja, seperti bawang putih, garam dan tumbar. Kemudian diaduk dengan tepung beras tadi," jelasnya.
Setelah itu, irisan tahu yang telah dicelup ke adonan bumbu dan tepung tersebut kemudian digoreng. Dalam penggorengan tahap pertama itu, kripik harus benar-benar kering.
"Setelah digoreng, kripik tahu ini disimpan selama sepekan. Tujuannya untuk menghilangkan minyak dan proses fermentasi, agar lebih enak dan renyah. Plastik untuk menyimpan harus benar-benar rapat, agar hasilnya maksimal," terangnya.
Jika sudah sepekan penyimpanan, lanjut dia, kripik tahu kembali digoreng. Proses penggorengan kedua tersebut hanya beberapa menit saja. "Penggorengan yang kedua hanya untuk memanaskan kripik saja. Jadi tidak butuh waktu lama. Setelah itu tinggal dikemas," tukasnya.
Ayah dari Yusuf Fairus itu mengaku, dalam sebulan dia mampu memproduksi hingga 1.000 bungkus jajanan khas Pekalongan itu. Omsetnya perbulan kini mencapai Rp 10juta. "Saya jual ukuran 200 gram Rp11.000. Omset per bulan sekarang Rp10 juta, tapi itu omset kotor," katanya.
Saat ini dia baru bisa memenuhi permintaan sekitar eks Karisidenan Pekalongan saja. Sebab dia terkendala kurangnya karyawan.
"Permintaan sebetulnya banyak dan naik terus, sampai saya kewalahan. Karyawan baru dapat sudah keluar, sebab kesulitan saat menggorengnya. Kalau terlalu lama gosong, tapi kalau kurang matang tidak mengembang. Jadi sementara saya kerjakan berdua saja dengan istri," ujarnya.
Sementara Kepala Desa Tanjungsari, Agus Bowo, mengapresiasi kripik tahu karya Didik tersebut. Sebab selain melestarikan makanan khas Pekalongan, juga bisa membuka lapangan kerja. "Selain itu, tahu mengandung gizi, ada kabohidrat, protein dan lemak, vitamin b kompleks. Disisi lain harganya murah," tambahnya.
(lis)