Berpuisi Memberi Banyak Kebahagiaan
A
A
A
BANDUNG - Pilihan menjadi seorang seniman, tentu memunculkan banyak konsekwensi. Tak terkecuali para penyair yang mencurahkan hidupnya membuat puisi.
Berbagai garis pun dibuat, agar pilihan hidupnya tidak menjadi penyair yang hidup dari proposal atau membuat karya seni cabul. Hal itu pula yang ditekankan penyair Bandung Mat Don. Bagi dia, puisi harus dijadikan ‘agama’ bagi para penyair. Jika tidak, para penyair akan keluar garis seni yang selama ini dijunjung tinggi. Menurut dia, puisi memang tidak menjamin dirinya masuk surge, sebagaimana agama yang juga tidak menjamin masuk surga.
Sebab, ketentuan masuk atau tidaknya seseorang masuk surga hanyalah Tuhan. “Berpuisi harus dijadikan alat kegembiraan seperti halnya kesadaran beragama. Bagi saya, menulis puisi dapat memberikan banyak kebahagiaan, meskipun tidak menjanjikan masuk surga sebagaimana agama,” ungkap Mat Don dalam acara Pesta Puisi Tiga Kota(Bandung, Yogyakarta, Denpasar) di Gedung Indonesia Menggugat, Kota Bandung, kemarin.
Bagi dia, puisi ditulis untuk menemukan potongan tubuh. Ia akan terus menulis puisi karena takut kehilangan keimanannya dalam memotret keadaan sosial, ekonomi, politik, budaya, dan kehidupan sehari-hari.
Penyair yang sudah menetaskan enam buku antologi puisi tunggal ini berpandangan, sulit sekali jadi penyair. Sebab, penyair ibarat ulama yang merupakan ‘landihan’ dari masyarakat. “Tidak mudah menjadi penyair. Selain karena proses yang ditempuh, tentu saja takdir Tuhan-lah yang menjadikan seseorang penyair,” katanya.
Baginya, kekuatan teks masih bisa berdampak pada kehidupan sosial serta merubah segalanya. Menulis, kata dia, masih merupakan alat ‘protes’ yang efektif bagi kesewenang-wenangan. Pernah dia ditangkap aparat kepolisian karena menulis puisi meskipun akhirnya tidak sampai ditahan.
Kejadian tersebut tidak membuatnya jera karena baginya, menulis puisi merupakan kesaksian hidup baik dari sisi sosial, politik, budaya, maupun ekonomi. “Puisi saya yang berjudul ustadz televisi juga pernah mendapat respons dari ustadz ternama di Indonesia,” sebutnya.
Selain menghadirkan pembacaan kredo kepenyairan Mat Don selama 25 tahun, juga menampilkan beberapa penyair ternama di antaranya Ratna Ayu Budhiarti, Ratna M Rohiman, Dedy Koral, Faisal Syahreza, Semi Ikra Anggara, Saut Situmorang, dan Wayan Jengki. Selain itu, ada juga penampilan musik dari Adew Habtsa, Mukti-Mukti dan Sisca Guzheng Harp.
Fauzan
Berbagai garis pun dibuat, agar pilihan hidupnya tidak menjadi penyair yang hidup dari proposal atau membuat karya seni cabul. Hal itu pula yang ditekankan penyair Bandung Mat Don. Bagi dia, puisi harus dijadikan ‘agama’ bagi para penyair. Jika tidak, para penyair akan keluar garis seni yang selama ini dijunjung tinggi. Menurut dia, puisi memang tidak menjamin dirinya masuk surge, sebagaimana agama yang juga tidak menjamin masuk surga.
Sebab, ketentuan masuk atau tidaknya seseorang masuk surga hanyalah Tuhan. “Berpuisi harus dijadikan alat kegembiraan seperti halnya kesadaran beragama. Bagi saya, menulis puisi dapat memberikan banyak kebahagiaan, meskipun tidak menjanjikan masuk surga sebagaimana agama,” ungkap Mat Don dalam acara Pesta Puisi Tiga Kota(Bandung, Yogyakarta, Denpasar) di Gedung Indonesia Menggugat, Kota Bandung, kemarin.
Bagi dia, puisi ditulis untuk menemukan potongan tubuh. Ia akan terus menulis puisi karena takut kehilangan keimanannya dalam memotret keadaan sosial, ekonomi, politik, budaya, dan kehidupan sehari-hari.
Penyair yang sudah menetaskan enam buku antologi puisi tunggal ini berpandangan, sulit sekali jadi penyair. Sebab, penyair ibarat ulama yang merupakan ‘landihan’ dari masyarakat. “Tidak mudah menjadi penyair. Selain karena proses yang ditempuh, tentu saja takdir Tuhan-lah yang menjadikan seseorang penyair,” katanya.
Baginya, kekuatan teks masih bisa berdampak pada kehidupan sosial serta merubah segalanya. Menulis, kata dia, masih merupakan alat ‘protes’ yang efektif bagi kesewenang-wenangan. Pernah dia ditangkap aparat kepolisian karena menulis puisi meskipun akhirnya tidak sampai ditahan.
Kejadian tersebut tidak membuatnya jera karena baginya, menulis puisi merupakan kesaksian hidup baik dari sisi sosial, politik, budaya, maupun ekonomi. “Puisi saya yang berjudul ustadz televisi juga pernah mendapat respons dari ustadz ternama di Indonesia,” sebutnya.
Selain menghadirkan pembacaan kredo kepenyairan Mat Don selama 25 tahun, juga menampilkan beberapa penyair ternama di antaranya Ratna Ayu Budhiarti, Ratna M Rohiman, Dedy Koral, Faisal Syahreza, Semi Ikra Anggara, Saut Situmorang, dan Wayan Jengki. Selain itu, ada juga penampilan musik dari Adew Habtsa, Mukti-Mukti dan Sisca Guzheng Harp.
Fauzan
(ftr)