Shelter PKL Kariadi Dibangun Lagi
A
A
A
SEMARANG - Shelter pedagang kembali dibangun di atas trotoar Jalan Menteri Supeno, tepatnya di samping RSUP Dr Kariadi Semarang.
Padahal beberapa waktu lalu Satpol PP Kota Semarang menertibkan kawasan itu dari pedagang kaki lima (PKL). Anehnya, tidak ada yang bertanggung jawab terhadap pembangunan shelter itu. Berbagai pihak tidak mengetahui siapa yang membangun shelter tersebut. Pantauan KORAN SINDO di lapangan, shelter-shelter baru itu belum selesai di bangun.
Kerangka sudah berdiri tegap di atas trotoar yang dulu sempat dibongkar Satpol PP Kota Semarang dari aktivitas para pedagang. Beberapa pot bunga besar yang tadinya berada di lokasi itu tiba-tiba menghilang. Lokasi yang awalnya akan dijadikan taman itu kini disulap menjadi shelter PKL bercat merah. “Kami tidak tahu itu yang membuat siapa. Apa dari rumah sakit atau dari mana, kami belum mendapat laporan,” kata Kepala Dinas Pasar Kota Semarang Tridjoto Sarjoko saat dikonfirmasi kemarin.
Lurah Randusari Kota Semarang Edwin Noya saat dikonfirmasi juga mengaku tidak tahu. Berdasarkan informasi yang dihimpun, shelter itu dibangun oleh Persatuan Pedagang dan Jasa (PPJ) Kota Semarang.
“Kalau tidak salah itu dari PPJ, bukan kami yang membuatnya,” ujarnya. Disinggung mengenai perizinan pembangunan shelter di atas trotoar dan saluran air, Edwin mengaku tidak tahu. Dia berkilah yang memberikan izin adalah dari kecamatan. “Mungkin dari kecamatan, kami tidak tahu karena kami hanya membantu menjaga kebersihan di wilayah kami,” ucapnya.
Anggota Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota (DP2K) Semarang DjokoSetijowarno mengatakan, pembangunan shelter PKL di atas trotoar dan saluran air Kariadi jelas menyalahi aturan. Apalagi Satpol PP beberapa waktu lalu telah melakukan penertiban di lokasi itu. “Tapi ini kok dibangun lagi seolah-olah Pemkot Semarang melegalkan aktivitas PKL di lokasi itu. Ini kan aneh,” katanya.
Djoko menduga pembangunan shelter PKL di lokasi itu bernuansa politik. Apalagi saat ini Kota Semarang sedang mendekati masa-masa pilkada. “Itu pasti ada politisasinya. Kalau tidak, mana mungkin seperti itu. Wong sudah jelas itu lokasi larangan PKL, tapi kok dibangun shelter permanen seperti itu,” ucapnya.
Djoko berharap Pemkot Semarang tegas menerapkan setiap peraturan. Jika kawasan itu merupakan larangan PKL, hal itu harus ditegakkan. “Kalau itu diperbolehkan, PKL-PKL lain juga akan melakukan hal yang sama. Jangan-jangan nanti mereka akan kembali lagi ke kawasan Simpanglima untuk berjualan,” pungkasnya.
Andika prabowo
Padahal beberapa waktu lalu Satpol PP Kota Semarang menertibkan kawasan itu dari pedagang kaki lima (PKL). Anehnya, tidak ada yang bertanggung jawab terhadap pembangunan shelter itu. Berbagai pihak tidak mengetahui siapa yang membangun shelter tersebut. Pantauan KORAN SINDO di lapangan, shelter-shelter baru itu belum selesai di bangun.
Kerangka sudah berdiri tegap di atas trotoar yang dulu sempat dibongkar Satpol PP Kota Semarang dari aktivitas para pedagang. Beberapa pot bunga besar yang tadinya berada di lokasi itu tiba-tiba menghilang. Lokasi yang awalnya akan dijadikan taman itu kini disulap menjadi shelter PKL bercat merah. “Kami tidak tahu itu yang membuat siapa. Apa dari rumah sakit atau dari mana, kami belum mendapat laporan,” kata Kepala Dinas Pasar Kota Semarang Tridjoto Sarjoko saat dikonfirmasi kemarin.
Lurah Randusari Kota Semarang Edwin Noya saat dikonfirmasi juga mengaku tidak tahu. Berdasarkan informasi yang dihimpun, shelter itu dibangun oleh Persatuan Pedagang dan Jasa (PPJ) Kota Semarang.
“Kalau tidak salah itu dari PPJ, bukan kami yang membuatnya,” ujarnya. Disinggung mengenai perizinan pembangunan shelter di atas trotoar dan saluran air, Edwin mengaku tidak tahu. Dia berkilah yang memberikan izin adalah dari kecamatan. “Mungkin dari kecamatan, kami tidak tahu karena kami hanya membantu menjaga kebersihan di wilayah kami,” ucapnya.
Anggota Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota (DP2K) Semarang DjokoSetijowarno mengatakan, pembangunan shelter PKL di atas trotoar dan saluran air Kariadi jelas menyalahi aturan. Apalagi Satpol PP beberapa waktu lalu telah melakukan penertiban di lokasi itu. “Tapi ini kok dibangun lagi seolah-olah Pemkot Semarang melegalkan aktivitas PKL di lokasi itu. Ini kan aneh,” katanya.
Djoko menduga pembangunan shelter PKL di lokasi itu bernuansa politik. Apalagi saat ini Kota Semarang sedang mendekati masa-masa pilkada. “Itu pasti ada politisasinya. Kalau tidak, mana mungkin seperti itu. Wong sudah jelas itu lokasi larangan PKL, tapi kok dibangun shelter permanen seperti itu,” ucapnya.
Djoko berharap Pemkot Semarang tegas menerapkan setiap peraturan. Jika kawasan itu merupakan larangan PKL, hal itu harus ditegakkan. “Kalau itu diperbolehkan, PKL-PKL lain juga akan melakukan hal yang sama. Jangan-jangan nanti mereka akan kembali lagi ke kawasan Simpanglima untuk berjualan,” pungkasnya.
Andika prabowo
(ars)