Demo Menteri Susi, Nelayan Lumpuhkan Pantura
A
A
A
TEGAL - Ribuan nelayan pantai utara (pantura) Jawa Tengah, kemarin, berunjuk rasa mendesak pencabutan aturan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tentang larangan penggunaan alat tangkap ikan pukat hela (trawls ) dan pukat tarik (seine nets).
Mereka menilai larangan tersebut justru mematikan mata pencaharian nelayan. Demo nelayan kemarin terjadi disejumlah daerah di Jateng, antara lainKotaTegal, Batang, danPati. Tidak hanya di daerah, ribuan nelayan juga berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta. Para nelayan di Batang dan Pati sempat memblokade jalan pantura sehingga memacetkan arus lalu lintas.
Di Pati unjuk rasa nelayan dibubarkan polisi. Unjuk rasa di Tegal, nelayan mengawali aksinya dengan melakukan long march dari kantor KUD Karya Mina di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPT) Tegalsari ke Balai Kota. Setiba di kompleks kantor wali kota itu, mereka tertahan di depan gerbang masuk yang sudah ditutup dan dijaga sejak pagi.
Selain berorasi, para nelayan juga membawa sejumlah spanduk dan poster berisi tuntutan dan kecaman terhadap Menteri Susi Pudjiastuti, di antaranya Turunkan Menteri Susi, Susi, Anda Telah Menyengsarakan Kami, Nelayan Tidak Rela Anda Makan Ikan, Save Cantrang, serta sejumlah tuntutan lain.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal Mahmud Effendi mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencabut sejumlah peraturan yang tidak berpihak kepada nelayan. Salah satunya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2/2015 yang melarang penggunaan alat tangkap ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) serta Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191/ 2014 yang melarang kapal berukuran di atas 30 gross tonage (GT) menggunakan solar bersubsidi.
“Kami desak penghapusan kebijakan kewajiban membeli solar industri bagi kapal di atas 30 GT. Ini menimbulkan kecemburuan sosial, karena di Kota Tegal kan sistemnya bagi hasil, bukan seperti di PT. Jadi otomatis penghasilan nanti berkurang kalau harus membeli solar industri,” ujarnya.
Sekitar setengah jam berorasi, para nelayan ditemui Wali Kota Siti Masitha. Sitha langsung berbicara kepada para nelayan di atas mobil bak terbuka yang digunakan untuk orasi. Dihadapkan nelayan, Sitha yang kerap dipanggil bunda menegaskan dukungannya terhadap tuntutan para nelayan.
Menurut Sitha, pihaknya sudah menyiapkan surat kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti agar meninjau kembali kebijakan pelarangan alat ikan cantrang dan larangan membeli solar subsidi bagi kapal di atas 30 GT. “Saat ini juga surat saya tanda tangani dan langsung dikirimkan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. Surat ini akan terus dikawal SKPD terkait agar dipastikan betul-betul dibaca ibu menteri,” katanya.
Suasana panas juga terjadi Kabupaten Batang. Seribuan nelayan dan buruh perikanan mendatangi DPRD setempat menyampaikan tuntutan pencabutan Permen KP No 2/2015, yang dinilai bakal mematikan nelayan dan industri perikanan laut sekitarnya.
Sementara itu, demo seribuan nelayan di badan jalan traffic light kawasan Alun-Alun Juwana, Kabupaten Pati, terpaksa dibubarkan aparat kepolisian. Selain dituding menyimpang dari rencana aksi, demo ini juga mengganggu kelancaran arus lalu lintas jalur transnasional penghubung Jawa Tengah-Jawa Timur.
Kontan kendaraan, baik sepeda motor, mobil, hingga bus atau truk, dari arah barat (Pati-Semarang) maupun timur (Rembang-Surabaya) tak bisa melintas. Kemacetan panjang sekitar1kilometerdari dua arah pun tak terhindarkan.
Berbagai kebijakan kontroversial yang dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bertujuan untuk menyiapkan Indonesia dalam menghadapi pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN( MEA) 2015.“Jangan sampai MEA, Indonesia menjadi pasar dan objek. Indonesia harus menjadi tuan di negeri sendiri,” kata Susi Pudjiastuti dalam keterangan tertulis yang diterima, kemarin.
Karena itu, Susi juga menghendaki agar Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Perdagangan membantu advokasi untuk kemudahan akses dan pembebasan biaya impor produk perikanan nelayan Indonesia.
Menurut dia, dibutuhkan pula kerja sama dari berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah, nelayan dunia usaha, maupun masyarakat. “Saya optimistis, kita mampu merebut pangan ekspor dan memperkuat pasar dalam negeri,” katanya.
Farid Firdaus/ Prahayuda Febrianto/ M Oliez /ant
Mereka menilai larangan tersebut justru mematikan mata pencaharian nelayan. Demo nelayan kemarin terjadi disejumlah daerah di Jateng, antara lainKotaTegal, Batang, danPati. Tidak hanya di daerah, ribuan nelayan juga berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta. Para nelayan di Batang dan Pati sempat memblokade jalan pantura sehingga memacetkan arus lalu lintas.
Di Pati unjuk rasa nelayan dibubarkan polisi. Unjuk rasa di Tegal, nelayan mengawali aksinya dengan melakukan long march dari kantor KUD Karya Mina di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPT) Tegalsari ke Balai Kota. Setiba di kompleks kantor wali kota itu, mereka tertahan di depan gerbang masuk yang sudah ditutup dan dijaga sejak pagi.
Selain berorasi, para nelayan juga membawa sejumlah spanduk dan poster berisi tuntutan dan kecaman terhadap Menteri Susi Pudjiastuti, di antaranya Turunkan Menteri Susi, Susi, Anda Telah Menyengsarakan Kami, Nelayan Tidak Rela Anda Makan Ikan, Save Cantrang, serta sejumlah tuntutan lain.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal Mahmud Effendi mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencabut sejumlah peraturan yang tidak berpihak kepada nelayan. Salah satunya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2/2015 yang melarang penggunaan alat tangkap ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) serta Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191/ 2014 yang melarang kapal berukuran di atas 30 gross tonage (GT) menggunakan solar bersubsidi.
“Kami desak penghapusan kebijakan kewajiban membeli solar industri bagi kapal di atas 30 GT. Ini menimbulkan kecemburuan sosial, karena di Kota Tegal kan sistemnya bagi hasil, bukan seperti di PT. Jadi otomatis penghasilan nanti berkurang kalau harus membeli solar industri,” ujarnya.
Sekitar setengah jam berorasi, para nelayan ditemui Wali Kota Siti Masitha. Sitha langsung berbicara kepada para nelayan di atas mobil bak terbuka yang digunakan untuk orasi. Dihadapkan nelayan, Sitha yang kerap dipanggil bunda menegaskan dukungannya terhadap tuntutan para nelayan.
Menurut Sitha, pihaknya sudah menyiapkan surat kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti agar meninjau kembali kebijakan pelarangan alat ikan cantrang dan larangan membeli solar subsidi bagi kapal di atas 30 GT. “Saat ini juga surat saya tanda tangani dan langsung dikirimkan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. Surat ini akan terus dikawal SKPD terkait agar dipastikan betul-betul dibaca ibu menteri,” katanya.
Suasana panas juga terjadi Kabupaten Batang. Seribuan nelayan dan buruh perikanan mendatangi DPRD setempat menyampaikan tuntutan pencabutan Permen KP No 2/2015, yang dinilai bakal mematikan nelayan dan industri perikanan laut sekitarnya.
Sementara itu, demo seribuan nelayan di badan jalan traffic light kawasan Alun-Alun Juwana, Kabupaten Pati, terpaksa dibubarkan aparat kepolisian. Selain dituding menyimpang dari rencana aksi, demo ini juga mengganggu kelancaran arus lalu lintas jalur transnasional penghubung Jawa Tengah-Jawa Timur.
Kontan kendaraan, baik sepeda motor, mobil, hingga bus atau truk, dari arah barat (Pati-Semarang) maupun timur (Rembang-Surabaya) tak bisa melintas. Kemacetan panjang sekitar1kilometerdari dua arah pun tak terhindarkan.
Berbagai kebijakan kontroversial yang dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bertujuan untuk menyiapkan Indonesia dalam menghadapi pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN( MEA) 2015.“Jangan sampai MEA, Indonesia menjadi pasar dan objek. Indonesia harus menjadi tuan di negeri sendiri,” kata Susi Pudjiastuti dalam keterangan tertulis yang diterima, kemarin.
Karena itu, Susi juga menghendaki agar Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Perdagangan membantu advokasi untuk kemudahan akses dan pembebasan biaya impor produk perikanan nelayan Indonesia.
Menurut dia, dibutuhkan pula kerja sama dari berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah, nelayan dunia usaha, maupun masyarakat. “Saya optimistis, kita mampu merebut pangan ekspor dan memperkuat pasar dalam negeri,” katanya.
Farid Firdaus/ Prahayuda Febrianto/ M Oliez /ant
(ftr)