Bersikukuh Tidak Bersalah, Rina Berharap Hakim Jeli
A
A
A
SEMARANG - Sidang pembuktian dan pembelaan terhadap terdakwa kasus korupsi proyek perumahan bersubsidi Griya Lawu Asri (GLA) Karanganyar yang juga mantan Bupati Karanganyar Rina Iriani usai sudah.
Kemarin, Rina telah menyampaikan dupliknya di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang. “Karena pembuktian dari jaksa dan pembelaan dari penasihat hukum telah selesai maka giliran majelis hakim mengambil keputusan. Sidang akan kami lanjutkan dua minggu lagi (Selasa, 10 Februari 2014) dengan agenda pembacaan vonis,” kata Dwiarso Budi, ketua majelis hakim.
Pihaknya memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) gabungan Kejati Jateng dan Kejari Karanganyar menghadirkan terdakwa pada sidang tersebut. “Memerintahkan terdakwa tetap dalam tahanan karena masa penahanan terdakwa telah diperpanjang oleh Kajati Jateng,” ucapnya.
Ditemui usai sidang, Rina yang saat membacakan dupliknya sambil menangis sesenggukan terlihat lebih tegar. Dia mengaku pasrah dengan keputusan hakim. “Tapi saya tetap berharap majelis hakim jeli melihat kasus ini. Sebab, demi Allah saya tidak melakukan apa yang dituduhkan kepada saya,” kata bekas Bupati Karanganyar dua periode itu.
Rina juga kembali menegaskan jika dia tidak bersalah. Surat dan kuitansi pengeluaran uang dari KSU Sejahtera yang digunakan sebagai barang bukti kasusnya ditegaskannya palsu. “Saya tidak pernah tanda tangan dan telah meminta agar bukti itu di labfor. Tapi sampai sekarang tidak ada tindak lanjutnya, tapi kasus saya tetap berjalan,” katanya.
Dia juga menyinggung jika kasus yang menjeratnya saat ini merupakan hasil rekayasa para pengurus KSU Sejahtera, yakni mantan suaminya, Toni Irawan; Handoko; dan Fransiska. Sebab, para pengurus KSU tersebut tidak dapat mempertanggungjawabkan uang dari Kemenpera untuk proyek itu senilai Rp11,8 miliar.
“Karena itu, kemudian mereka merekayasa dan membuat kuitansi pengeluaran seolah-olah saya yang meminta dengan memalsu tanda tangan saya. Ironisnya, kuitansi yang tanda tangannya palsu itu justru digunakan sebagai barang bukti,” katanya membela diri.
Salah satu kuasa hukum Rina, Slamet Yuono, saat membacakan duplik menilai kasus kliennya tidak layak disidangkan. Itu karena barang bukti yang digunakanjaksa sebagai dasar dakwaan karena surat dan kuitansi palsu. “Berkali-kali mengejar keaslian surat dan tanda tangan kuitansi yang dijadikan bukti jaksa. Namun, sampai sekarang jaksa belum menanggapinya,” ungkapnya.
Bahkan, pihaknya telah meminta uji labfor tentang keaslian tanda tangan kliennya dalam bukti-bukti itu. Hingga kini hasil labfor belum juga turun.
Andika Prabowo
Kemarin, Rina telah menyampaikan dupliknya di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang. “Karena pembuktian dari jaksa dan pembelaan dari penasihat hukum telah selesai maka giliran majelis hakim mengambil keputusan. Sidang akan kami lanjutkan dua minggu lagi (Selasa, 10 Februari 2014) dengan agenda pembacaan vonis,” kata Dwiarso Budi, ketua majelis hakim.
Pihaknya memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) gabungan Kejati Jateng dan Kejari Karanganyar menghadirkan terdakwa pada sidang tersebut. “Memerintahkan terdakwa tetap dalam tahanan karena masa penahanan terdakwa telah diperpanjang oleh Kajati Jateng,” ucapnya.
Ditemui usai sidang, Rina yang saat membacakan dupliknya sambil menangis sesenggukan terlihat lebih tegar. Dia mengaku pasrah dengan keputusan hakim. “Tapi saya tetap berharap majelis hakim jeli melihat kasus ini. Sebab, demi Allah saya tidak melakukan apa yang dituduhkan kepada saya,” kata bekas Bupati Karanganyar dua periode itu.
Rina juga kembali menegaskan jika dia tidak bersalah. Surat dan kuitansi pengeluaran uang dari KSU Sejahtera yang digunakan sebagai barang bukti kasusnya ditegaskannya palsu. “Saya tidak pernah tanda tangan dan telah meminta agar bukti itu di labfor. Tapi sampai sekarang tidak ada tindak lanjutnya, tapi kasus saya tetap berjalan,” katanya.
Dia juga menyinggung jika kasus yang menjeratnya saat ini merupakan hasil rekayasa para pengurus KSU Sejahtera, yakni mantan suaminya, Toni Irawan; Handoko; dan Fransiska. Sebab, para pengurus KSU tersebut tidak dapat mempertanggungjawabkan uang dari Kemenpera untuk proyek itu senilai Rp11,8 miliar.
“Karena itu, kemudian mereka merekayasa dan membuat kuitansi pengeluaran seolah-olah saya yang meminta dengan memalsu tanda tangan saya. Ironisnya, kuitansi yang tanda tangannya palsu itu justru digunakan sebagai barang bukti,” katanya membela diri.
Salah satu kuasa hukum Rina, Slamet Yuono, saat membacakan duplik menilai kasus kliennya tidak layak disidangkan. Itu karena barang bukti yang digunakanjaksa sebagai dasar dakwaan karena surat dan kuitansi palsu. “Berkali-kali mengejar keaslian surat dan tanda tangan kuitansi yang dijadikan bukti jaksa. Namun, sampai sekarang jaksa belum menanggapinya,” ungkapnya.
Bahkan, pihaknya telah meminta uji labfor tentang keaslian tanda tangan kliennya dalam bukti-bukti itu. Hingga kini hasil labfor belum juga turun.
Andika Prabowo
(ftr)