Divonis 4 Tahun, Pasti Sinaga Kecewa
A
A
A
BANDUNG - Terdakwa kasus suap penanganan perkara korupsi bantuan sosial (bansos) Pemkot Bandung 2010 yang juga mantan hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jabar Pasti Serefina Sinaga, divonis empat tahun penjara dikurangi masa tahanan dan denda Rp200 juta subsider enam bulan penjara.
Vonis terhadap terdakwa Pasti Serefina tersebut jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan tuntutan JPU KPK yang menuntut terdakwa dengan hukuman 11 tahun pen jara. Putusan tersebut dijatuhkan majelis hakim yang di ketuai Barita Lumban Gaol pada sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan RE Martadinata kemarin.
“Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan menjatuhkan pidana empat tahun, denda Rp200 juta subsider enam bulan tahanan,” kata Barita dalam putusannya.
Majelis hakim menilai Pasti terbukti melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Nomor 31/1999 yang telah diubah dalam UU Nomor 20/ 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Menurut majelis hakim, hal yang memberatkan hukuman adalah, terdakwa selaku menegak hukum telah mencederai lembaga peradilan, tidak mendukung program negara dalam memberantas korupsi, dan m rasa tidak bersalah. Hal yang meringankan belum pernah dihukum dan bersikap sopan selama persidangan.
Dalam uraiannya, majelis hakim menyatakan, terdakwa selaku hakim telah menerima suap terkait perkara bansos sebesar Rp500 juta dari Dada Rosada dan Edi Siswadi yang diberikan Toto Hutagalung untuk memvonis ringan tujuh terdakwa kasus korupsi bansos.
Selain itu, Pasti mendapatkan fasilitas peningkatan status Hotel Bumi Asih (hotel milik keluarganya) dari bintang dua menjadi tiga dan menerima pemberian uang sebesar Rp500 juta. “Terdakwa sebagai hakim menerima hadiah, padahal diduga hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi putusan perkara diserahkan kepadanya,” ungkap Barita.
Terdakwa melalui kuasa hukumnya Didik Wijayanto mengatakan, kecewa berat atas vonis majelis hakim. Didik mengatakan, mestinya terdakwa dibebaskan dan tuntutan batal demi hukum. “Putusan hakim ini melawan kodrat. Pada persidangan sebelumnya majelis hakim menyatakan tidak ada bukti permulaan untuk dijadikan terdakwa. Artinya, kalau tidak ada bukti permulaan, harusnya divonis bebas dan persidangan batal demi hukum,” kata Didik kepada wartawan seusai persidangan.
Pihaknya, ujar dia, akan mengajukan banding atas vonis tersebut dan akan melakukan konfrontasi hukum lebih lanjut karena putusan majelis hakim memberatkan dan melawan hukum. Bahkan Didik menilai majelis hakim ragu dan takut dengan menjatuhkan vonis empat tahun.
“Kami punya bukti rekaman video saat majelis hakim menyatakan tidak ada bukti permulaan kasus ini. Harusnya ada dua bukti sebagai syarat persidangan ini terus berlanjut. Kami akan tunjukkan bukti rekaman video ini di Pengadilan Tinggi Jawa Barat nanti,” ujar dia.
Sementara Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Ari Kifli menyatakan pikir-pikir atas vonis terebut. Diketahui, perkara hukum yang menjerat terdakwa bermula dari tertangkapnya Wakil Ketua PN Bandung Setyabudi Tedjocahyono karena menerima suap terkait penanganan kasus korupsi dana bansos Kota Bandung.
Setyabudi sudah divonis Pengadilan Tipikor Bandung dengan hukuman 12 tahun penjara. Selain Setyabudi, kasus ini juga menjerat mantan Wali Kota Bandung Dada Rosada. Setyabudi menjanjikan tidak akan melibatkan Dada Rosada dan mantan Sekretaris Daerah Bandung Edi Siswadi dalam perkara banding dana Bansos Bandung sehingga memutus ringan tujuh pejabat Pemkot Bandung yang menjadi terdakwa.
Biaya yang diminta adalah Rp3 miliar untuk mengamankan pada tingkat PN Bandung dan Pengadilan Tinggi Jabar. Di PN Bandung perkara ini akan diamankan Singgih sehingga menunjuk Setyabudi sebagai ketua majelis hakim yang menerima uang USD15.000. Singgih juga disebut menerima bagian dari Rp500 juta yang diberikan untuk majelis hakim yaitu Setyabudi, Ramlan Comel, dan Djodjo Djauhari.
Sementara pada tingkat banding, pengamanan perkara ini diurus Sareh Wiyono. Sareh lalu mengarahkan Pelaksana tugas PT Jakarta Barat CH Kristi Purnamiwulan untuk menentukan majelis hakim. Majelis hakim tersebut akan menguatkan putusan PN Bandung di tingkat banding.
Untuk permintaan tersebut, Sareh meminta Rp1,5 miliar kepada Dada melalui Setyabudi yang disampaikan kepada tokoh organisasi masyarakat (ormas) Toto Hutagalung yang adalah orang dekat Dada. Kristi kemudian menetapkan majelis hakim Banding terdiri dari Pasti Serefina Sinaga, Fontian Munzil, dan Wiwik Widjiastuti. Toto lalu berhubungan dengan Pasti selaku ketua majelis hakim.
Pasti meminta Rp1 miliar untuk mengatur persidangan pada tingkat banding, Rp850 juta untuk tiga hakim, sedangkan sisanya untuk Kristi. Dari komitmen tersebut, Toto sudah memberikan Rp500 juta kepada Pasti yang berasal dari Dada dan Edi.
Iwa Ahmad Sugriwa/Ant
Vonis terhadap terdakwa Pasti Serefina tersebut jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan tuntutan JPU KPK yang menuntut terdakwa dengan hukuman 11 tahun pen jara. Putusan tersebut dijatuhkan majelis hakim yang di ketuai Barita Lumban Gaol pada sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan RE Martadinata kemarin.
“Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan menjatuhkan pidana empat tahun, denda Rp200 juta subsider enam bulan tahanan,” kata Barita dalam putusannya.
Majelis hakim menilai Pasti terbukti melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Nomor 31/1999 yang telah diubah dalam UU Nomor 20/ 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Menurut majelis hakim, hal yang memberatkan hukuman adalah, terdakwa selaku menegak hukum telah mencederai lembaga peradilan, tidak mendukung program negara dalam memberantas korupsi, dan m rasa tidak bersalah. Hal yang meringankan belum pernah dihukum dan bersikap sopan selama persidangan.
Dalam uraiannya, majelis hakim menyatakan, terdakwa selaku hakim telah menerima suap terkait perkara bansos sebesar Rp500 juta dari Dada Rosada dan Edi Siswadi yang diberikan Toto Hutagalung untuk memvonis ringan tujuh terdakwa kasus korupsi bansos.
Selain itu, Pasti mendapatkan fasilitas peningkatan status Hotel Bumi Asih (hotel milik keluarganya) dari bintang dua menjadi tiga dan menerima pemberian uang sebesar Rp500 juta. “Terdakwa sebagai hakim menerima hadiah, padahal diduga hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi putusan perkara diserahkan kepadanya,” ungkap Barita.
Terdakwa melalui kuasa hukumnya Didik Wijayanto mengatakan, kecewa berat atas vonis majelis hakim. Didik mengatakan, mestinya terdakwa dibebaskan dan tuntutan batal demi hukum. “Putusan hakim ini melawan kodrat. Pada persidangan sebelumnya majelis hakim menyatakan tidak ada bukti permulaan untuk dijadikan terdakwa. Artinya, kalau tidak ada bukti permulaan, harusnya divonis bebas dan persidangan batal demi hukum,” kata Didik kepada wartawan seusai persidangan.
Pihaknya, ujar dia, akan mengajukan banding atas vonis tersebut dan akan melakukan konfrontasi hukum lebih lanjut karena putusan majelis hakim memberatkan dan melawan hukum. Bahkan Didik menilai majelis hakim ragu dan takut dengan menjatuhkan vonis empat tahun.
“Kami punya bukti rekaman video saat majelis hakim menyatakan tidak ada bukti permulaan kasus ini. Harusnya ada dua bukti sebagai syarat persidangan ini terus berlanjut. Kami akan tunjukkan bukti rekaman video ini di Pengadilan Tinggi Jawa Barat nanti,” ujar dia.
Sementara Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Ari Kifli menyatakan pikir-pikir atas vonis terebut. Diketahui, perkara hukum yang menjerat terdakwa bermula dari tertangkapnya Wakil Ketua PN Bandung Setyabudi Tedjocahyono karena menerima suap terkait penanganan kasus korupsi dana bansos Kota Bandung.
Setyabudi sudah divonis Pengadilan Tipikor Bandung dengan hukuman 12 tahun penjara. Selain Setyabudi, kasus ini juga menjerat mantan Wali Kota Bandung Dada Rosada. Setyabudi menjanjikan tidak akan melibatkan Dada Rosada dan mantan Sekretaris Daerah Bandung Edi Siswadi dalam perkara banding dana Bansos Bandung sehingga memutus ringan tujuh pejabat Pemkot Bandung yang menjadi terdakwa.
Biaya yang diminta adalah Rp3 miliar untuk mengamankan pada tingkat PN Bandung dan Pengadilan Tinggi Jabar. Di PN Bandung perkara ini akan diamankan Singgih sehingga menunjuk Setyabudi sebagai ketua majelis hakim yang menerima uang USD15.000. Singgih juga disebut menerima bagian dari Rp500 juta yang diberikan untuk majelis hakim yaitu Setyabudi, Ramlan Comel, dan Djodjo Djauhari.
Sementara pada tingkat banding, pengamanan perkara ini diurus Sareh Wiyono. Sareh lalu mengarahkan Pelaksana tugas PT Jakarta Barat CH Kristi Purnamiwulan untuk menentukan majelis hakim. Majelis hakim tersebut akan menguatkan putusan PN Bandung di tingkat banding.
Untuk permintaan tersebut, Sareh meminta Rp1,5 miliar kepada Dada melalui Setyabudi yang disampaikan kepada tokoh organisasi masyarakat (ormas) Toto Hutagalung yang adalah orang dekat Dada. Kristi kemudian menetapkan majelis hakim Banding terdiri dari Pasti Serefina Sinaga, Fontian Munzil, dan Wiwik Widjiastuti. Toto lalu berhubungan dengan Pasti selaku ketua majelis hakim.
Pasti meminta Rp1 miliar untuk mengatur persidangan pada tingkat banding, Rp850 juta untuk tiga hakim, sedangkan sisanya untuk Kristi. Dari komitmen tersebut, Toto sudah memberikan Rp500 juta kepada Pasti yang berasal dari Dada dan Edi.
Iwa Ahmad Sugriwa/Ant
(ftr)