Warga Berharap Jokowi Ampuni Rani
A
A
A
CIANJUR - Warga Gang Edi II, RT 03/03, Kampung Cikidang, Kelurahan Sayang, Kecamatan/Kabupaten Cianjur, bekas tempat tinggal Rani Andriani, terpidana mati kasus narkoba jenis heroin yang menghuni Lapas Nusa Kambangan, Cilacap, Jateng, menganggap hukuman mati terhadap Rani tidak adil.
Pasalnya Rani alias Melisa Aprilia hanya kurir dari otak pelaku peredaran narkoba jenis heroin internasional yang juga sepupunya, Meirika Franola alias Ola. “Kami warga di sini berharap Pak Jokowi (Presiden) mengampuni Rani dan memberikan kesempatan untuk dirinya memperbaiki semua kesalahan. Apalagi Rani hanya suruhan bibinya, membawa narkotika ke luar negeri,” kata Ketua RT 03/03 Jujun Junaedi di kediamannya kemarin.
Jujun menilai, hukuman mati yang harus dijalani Rani terlalu berat sehingga harus dipertimbangkan kembali. “Dua kerabat Rani, Ola dan Deni mendapat grasi menjadi hukuman seumur hidup. Makanya, mengapa Rani tidak bisa? Kalau untuk warga asing mungkin kami tidak protes, tapi ini warga negara sendiri yang akan menjalani hukuman tembak,” ujar dia.
Eksekusi mati yang bakal menimpa Rani menjadi buah bibir masyarakat Cianjur. Pengacara senior dari Lembaga Bantuan Hukum Cianjur (LBHC) dan pegiat hak azasi ma nusia (HAM) DM Djunaedi mengatakan, hukuman mati yang diterima Rani secara hukum dapat dibenarkan karena hukuman mati terlegalisasi dalam kontitusi negara Indo nesia.
“Seseorang seperti Rani dijatuhi hukuman mati jika negara mengategorikan perbuatanya tergolong tindak pidana berat, seperti pembunuhan dan pengedar narkoba internasional. Tapi di Indonesia, hukuman mati seharusnya sudah dihapus karena tidak sesuai dengan hukum modern dan HAM,” kata Djunaedi.
Secara sosiologis, ujar pria yang akrab disapa Oden ini, hukuman bukan alat untuk melakukan balas dendam terhadap seseorang yang telah melakukan perbuatan pidana. Tapi, hukuman merupakan pelajaran pahit agar seseorang tidak lagi melakukan perbuatan tersebut. “Pertimbangan ini yang seharusnya dilakukan pemerintah atau dalam hal ini Presiden ketika menolak grasi yang diajukan Rani,” ujar dia.
Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan pelaksanaan hukuman mati terhadap enam terpidana narkoba yang akan dilaksanakan di Lapas Nusa Kambangan dan Boyolali besok. Hukuman mati dengan cara ditembak itu akan dihadapi Rani Andriani besok.
Gadis ini ditangkap saat akan menyelundupkan heroin ke London Inggris pada 12 Januari 2000. Ketika itu dia dibekuk bersama Deni Setia Maharwan dan Meirika Franola alias Ola. Rani dan Deni (saat itu menjabat lurah di Cianjur) ditangkap di pesawat Cathay Pasific, sedangkan Ola saat berada di parkir bandara.
Dari tangan Ola, Deni, dan Rani, petugas mengamankan heroin 3,5 kg. Baik Rani, Deni Setiawan Maharwan, dan Ola merupakan warga Kabupaten Cianjur. Deni adalah warga Kampung Loji, Kelurahan Pamoyanan dan Ola di Gang Guntur, Pamoyanan. Sedangkan Rani di Gang Edi II, RT 03/03, Kelurahan Sayang, Kecamatan/Kabupaten Cianjur.
Jauh sebelum ditangkap lantaran terlibat peredaran narkoba, Rani dikenal sebagai gadis periang dan mudah bergaul. Tidak ada yang menyangka, alumnus sebuah SMU favorit di Cianjur ini, harus menjadi terpidana mati. Masa kecil Rani bersama dua saudara kandungnya Popy dan Mely, anak dari Andi dan Ani dihabiskan dengan menimba ilmu agama di Madrasah Baiturahman beberapa meter dari rumah di Gang Edi II.
“Dia itu baik karena selain rajin menimba ilmu agama. Rani dikenal mudah bergaul dan periang. Sama sekali tidak ada warga yang menduga kalau dia bisa menjadi kurir narkoba,” ujar Jujun Junaedi.
Jujun mengungkapkan, pascakejadian yang menimpa Rani pada Januari 2000 lalu, semua keluarganya meninggalkan rumah dan pindah kerumah milik adik ayahnya di Kecamatan Ciranjang tak jauh dari Pasar Ciranjang. “Setelah kejadian itu, kami melihat keluarga Rani terpukul hingga harus meninggalkan kampung ini dan menjual rumahnya,” ujar dia.
Sementara itu, Kepala Bagian (Kabag) Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombes Pol Sumirat Dwiyanto menyatakan, eksekusi mati kepada para terpidana narkoba telah sesuai Undang-undang (UU) Nomor 35/2009 tentang Narkotika yang di salah satu pasalnya disebutkan pengedar, produsen, importireks portir narkotika golongan I (bukan tanaman) dapat diancam dengan hukuman maksimal mati.
“Jadi apa yang dilaksanakan oleh Kejagung sudah sesuai UU, dan mereka (para terpidana) juga mendapatkan hak-haknya berupa banding, kasasi, grasi, dan peninjauan kembali (PK),” kata Sumirat.
Ricky Susan/ Dian Ramdhani
Pasalnya Rani alias Melisa Aprilia hanya kurir dari otak pelaku peredaran narkoba jenis heroin internasional yang juga sepupunya, Meirika Franola alias Ola. “Kami warga di sini berharap Pak Jokowi (Presiden) mengampuni Rani dan memberikan kesempatan untuk dirinya memperbaiki semua kesalahan. Apalagi Rani hanya suruhan bibinya, membawa narkotika ke luar negeri,” kata Ketua RT 03/03 Jujun Junaedi di kediamannya kemarin.
Jujun menilai, hukuman mati yang harus dijalani Rani terlalu berat sehingga harus dipertimbangkan kembali. “Dua kerabat Rani, Ola dan Deni mendapat grasi menjadi hukuman seumur hidup. Makanya, mengapa Rani tidak bisa? Kalau untuk warga asing mungkin kami tidak protes, tapi ini warga negara sendiri yang akan menjalani hukuman tembak,” ujar dia.
Eksekusi mati yang bakal menimpa Rani menjadi buah bibir masyarakat Cianjur. Pengacara senior dari Lembaga Bantuan Hukum Cianjur (LBHC) dan pegiat hak azasi ma nusia (HAM) DM Djunaedi mengatakan, hukuman mati yang diterima Rani secara hukum dapat dibenarkan karena hukuman mati terlegalisasi dalam kontitusi negara Indo nesia.
“Seseorang seperti Rani dijatuhi hukuman mati jika negara mengategorikan perbuatanya tergolong tindak pidana berat, seperti pembunuhan dan pengedar narkoba internasional. Tapi di Indonesia, hukuman mati seharusnya sudah dihapus karena tidak sesuai dengan hukum modern dan HAM,” kata Djunaedi.
Secara sosiologis, ujar pria yang akrab disapa Oden ini, hukuman bukan alat untuk melakukan balas dendam terhadap seseorang yang telah melakukan perbuatan pidana. Tapi, hukuman merupakan pelajaran pahit agar seseorang tidak lagi melakukan perbuatan tersebut. “Pertimbangan ini yang seharusnya dilakukan pemerintah atau dalam hal ini Presiden ketika menolak grasi yang diajukan Rani,” ujar dia.
Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan pelaksanaan hukuman mati terhadap enam terpidana narkoba yang akan dilaksanakan di Lapas Nusa Kambangan dan Boyolali besok. Hukuman mati dengan cara ditembak itu akan dihadapi Rani Andriani besok.
Gadis ini ditangkap saat akan menyelundupkan heroin ke London Inggris pada 12 Januari 2000. Ketika itu dia dibekuk bersama Deni Setia Maharwan dan Meirika Franola alias Ola. Rani dan Deni (saat itu menjabat lurah di Cianjur) ditangkap di pesawat Cathay Pasific, sedangkan Ola saat berada di parkir bandara.
Dari tangan Ola, Deni, dan Rani, petugas mengamankan heroin 3,5 kg. Baik Rani, Deni Setiawan Maharwan, dan Ola merupakan warga Kabupaten Cianjur. Deni adalah warga Kampung Loji, Kelurahan Pamoyanan dan Ola di Gang Guntur, Pamoyanan. Sedangkan Rani di Gang Edi II, RT 03/03, Kelurahan Sayang, Kecamatan/Kabupaten Cianjur.
Jauh sebelum ditangkap lantaran terlibat peredaran narkoba, Rani dikenal sebagai gadis periang dan mudah bergaul. Tidak ada yang menyangka, alumnus sebuah SMU favorit di Cianjur ini, harus menjadi terpidana mati. Masa kecil Rani bersama dua saudara kandungnya Popy dan Mely, anak dari Andi dan Ani dihabiskan dengan menimba ilmu agama di Madrasah Baiturahman beberapa meter dari rumah di Gang Edi II.
“Dia itu baik karena selain rajin menimba ilmu agama. Rani dikenal mudah bergaul dan periang. Sama sekali tidak ada warga yang menduga kalau dia bisa menjadi kurir narkoba,” ujar Jujun Junaedi.
Jujun mengungkapkan, pascakejadian yang menimpa Rani pada Januari 2000 lalu, semua keluarganya meninggalkan rumah dan pindah kerumah milik adik ayahnya di Kecamatan Ciranjang tak jauh dari Pasar Ciranjang. “Setelah kejadian itu, kami melihat keluarga Rani terpukul hingga harus meninggalkan kampung ini dan menjual rumahnya,” ujar dia.
Sementara itu, Kepala Bagian (Kabag) Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombes Pol Sumirat Dwiyanto menyatakan, eksekusi mati kepada para terpidana narkoba telah sesuai Undang-undang (UU) Nomor 35/2009 tentang Narkotika yang di salah satu pasalnya disebutkan pengedar, produsen, importireks portir narkotika golongan I (bukan tanaman) dapat diancam dengan hukuman maksimal mati.
“Jadi apa yang dilaksanakan oleh Kejagung sudah sesuai UU, dan mereka (para terpidana) juga mendapatkan hak-haknya berupa banding, kasasi, grasi, dan peninjauan kembali (PK),” kata Sumirat.
Ricky Susan/ Dian Ramdhani
(ftr)