Dibutuhkan Pemahaman Sistem Rujukan Berjenjang

Kamis, 15 Januari 2015 - 12:45 WIB
Dibutuhkan Pemahaman Sistem Rujukan Berjenjang
Dibutuhkan Pemahaman Sistem Rujukan Berjenjang
A A A
SEMARANG - Penerapan BPJS Kesehatan yang dilaksanakan sejak 1 Januari 2014 masih menemui masalah.

Pembenahan dan kerja sama dari beberapa instansi terkait ditempuh demi meminimalisasi keluhan pasien. Lemahnya pemahaman sistem kesehatan ini membuat sistem rujukan berjenjang tidak berlaku dengan baik.

“Pasien dengan keluhan penyakit ringan bisa dilayani di puskesmas maupun dokter keluarga. Hal ini bertujuan untuk mengurangi antrean di RS sekunder maupun tersier,” kata Kepala BPJS Kesehatan Divre VI Andayani Budi Lestari di sela-sela Primetopic bertajuk “Evaluasi Pelayanan BPJS Kesehatan” di Hotel Novotel Semarang.

Namun, kondisi yang terjadi pasien memangkas sistem rujukan berjenjang dengan langsung mendatangi rumah sakit maupun rumah sakit rujukan untuk berobat. Akibatnya, masih ditemui antrean panjang pasien yang akan berobat jalan maupun rawat inap. Kendala lain yang ditemui adalah pemegang kartu BPJS Kesehatan tidak membayar premi setiap bulan.

Kewajiban ini sering dilupakan dengan alasan tidak sakit. “Peserta sudah mendaftar dan mendapatkan kartu namun iuran setiap bulan selalu lupa dibayar. Padahal kewajiban tersebut harus dipenuhi agar dapat digunakan suatu hari,” ungkap Andayani.

Pemahaman masyarakat harus diubah untuk menilai pentingnya jaminan asuransi kesehatan. Masyarakat cenderung akan mendaftarkan diri saat sudah terpapar penyakit. “Kesadaran terhadap asuransi kesehatan harus ditingkatkan, salah satu upaya melalui sosialisasi,” ucapnya.

Data yang terhimpun selama 2014 sudah mencakup 56% penduduk di Jawa Tengah atau sekitar 18,6 juta peserta. Direktur Umum RSUP Dr Kariadi dr Bambang Wibowo, Sp.OG (K) MARS mengakui pelaksanaan BPJS Kesehatan berdampak terhadap tingginya tingkat hunian kamar rumah sakit.

Setiap rumah sakit menyesuaikan diri terhadap program baru dari pemerintah ini. “Tingkat hunian mencapai 90% padahal idealnya hanya 80- 85%. Pasien harus antre panjang untuk mendapatkan layanan kesehatan,” ujar Bambang.

Kebutuhan tempat tidur tidak bisa ditambah dalam waktu dekat. Fasilitas yang dimiliki dioptimalkan dengan baik untuk melayani pasien. Solusi yang dilakukan menerapkan percepatan kamar untuk mengakomodasi pasien lain yang membutuhkan perawatan intensif. “Sistem rujukan berjenjang harus diperbaiki sehingga dapat mengurangi daftar tunggu pasien. Komunikasi antara RS dan BPJS Kesehatan harus ditingkatkan,” paparnya.

Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah dr Yulianto Prabowo, M. Kes, menambahkan, tahun ini alokasi anggaran untuk membayar premi penerima bantuan iuran (PBI) senilai Rp41 M. Menurutnya, jaminan kesehatan ini harus dibarengi kualitas pelayanan kesehatan primer baik puskesmas dan dokter harus ditingkatkan.

Hal tersebut dilakukan agar masyarakat mau memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan tingkat ini. “Puskesmas harus memiliki akreditasi ke depan sehingga sistem rujukan berjenjang dapat berjalan lancar,” ujarnya.

Hendrati Hapsari
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7536 seconds (0.1#10.140)
pixels