Setahun Lalu, Banjir Bandang Terjang Manado
A
A
A
MANADO - 15 Januari 2014, banjir bandang dan tanah longsor melanda Manado, Sulawesi Utara (Sulut). Peristiwa setahun lalu itu terus diingat warga Manado. Bahkan, ada yang trauma dengan bencana tersebut.
Jelas ada kesedihan tersendiri mengenang tragedi 15 Januari 2014. Rabu itu, sekitar pukul 11.00, saat kebanyakan orang sedang beraktivitas, tiba-tiba wanita dan anak-anak menjerit ketakutan. Puluhan ribu warga panik dan berlarian menjauhi sungai, mencari tempat yang lebih tinggi.
Kendaraan melaju kencang, hanyut, dan menabrak apa saja yang ada di depannya. Namun malang, luapan DAS Tondano itu tetap memorak-porandakan Manado kala itu.
Saat itu, air meluap sekitar enam meter di bantaran sungai dan air setinggi tiga hingga empat meter menutupi pusat kota. Longsor di mana-mana. Rumah dan harta benda hanyut, manusia dan semua bangunan bercampur baur dengan air.
Keesokan harinya, Pos Komando Tanggap Darurat Pemerintah Kota (Pemkot) Manado mencatat, korban bencana tersebut sebanyak 86.355 jiwa pada 25.103 Kepala Keluarga (KK). Di antaranya adalah kelompok rentan yaitu bayi/balita 2.373 jiwa, ibu hamil 347 jiwa, lansia 2.348 jiwa, orang cacat 88 orang, orang sakit 265 jiwa. Sementara, yang meninggal dunia sebanyak 18 orang.
Rumah hanyut mencapai 840 unit. Tak hanya itu, sebanyak 3.688 unit rusak berat, 1.966 unit rumah rusak sedang, 4.789 unit rumah rusak ringan, 27 unit masjid rusak, 29 unit gereja rusak, dan 99 sekolah rusak.
Kerugian akibat kerusakan infrastruktur ditaksir mencapai Rp651,3 miliar. Menurut paparan Gubernur Sulut Sinyo Harry Sarundajang saat itu, total kerugian yang terjadi akibat banjir tersebut mencapai Rp1,871 triliun.
Banjir dan tanah longsor tersebut bukannya tidak bisa dihindari. Seandainya pemerintah merampungkan pembebasan lahan DAS Tondano secepatnya, banjir bisa dicegah. Pasalnya, penyebab utama bencana alam tersebut adalah pendangkalan sungai. Hujan tidak bisa dikambinghitamkan.
Pada 2013, pemerintah setempat berjanji mengeruk sungai. Selain itu, pemerintah juga akan kembali menata permukiman yang berada di bantaran sungai serta menjadikan sungai sebagai moda transportasi agar kemacetan tak lagi menggila di Manado.
Sayangnya, janji tersebut masih jauh dari kenyataan. Pasalnya, normalisasi sungai baru akan dilaksanakan 2015 ini. Syaratnya, pembebasan lahan rampung.
Data Balai Wilayah Sungai Sulawesi I menyebutkan, proses tender anggaran normalisasi sungai disiapkan Rp155 miliar dan dilakukan setelah pembebasan lahan DAS Tondano rampung.
Selanjutnya, sesuai target, normalisasi dilakukan pada 2015 hingga 2017 sepanjang 1,7 km yang dibagi dua paket. Paket pertama, dari Jembatan Megawati hingga Jembatan Mahakam, paket kedua Jembatan Mahakam hingga muara Sungai Tikala.
Tak kunjung selesainya proyek tersebut mengakibatkan setiap kali hujan turun rumah-rumah penduduk di bantaran sungai tergenang banjir.
Misal, 30 Desember 2014 dan 12 Januari 2015. Kota Manado kembali dilanda banjir dengan ketinggian 30 cm-1 meter. Penyebabnya tak lain adalah meluapnya air sungai sebab tak mampu lagi menampung volume debit air akibat pendangkalan.
Kapan Manado bebas dari bencana banjir?
Jelas ada kesedihan tersendiri mengenang tragedi 15 Januari 2014. Rabu itu, sekitar pukul 11.00, saat kebanyakan orang sedang beraktivitas, tiba-tiba wanita dan anak-anak menjerit ketakutan. Puluhan ribu warga panik dan berlarian menjauhi sungai, mencari tempat yang lebih tinggi.
Kendaraan melaju kencang, hanyut, dan menabrak apa saja yang ada di depannya. Namun malang, luapan DAS Tondano itu tetap memorak-porandakan Manado kala itu.
Saat itu, air meluap sekitar enam meter di bantaran sungai dan air setinggi tiga hingga empat meter menutupi pusat kota. Longsor di mana-mana. Rumah dan harta benda hanyut, manusia dan semua bangunan bercampur baur dengan air.
Keesokan harinya, Pos Komando Tanggap Darurat Pemerintah Kota (Pemkot) Manado mencatat, korban bencana tersebut sebanyak 86.355 jiwa pada 25.103 Kepala Keluarga (KK). Di antaranya adalah kelompok rentan yaitu bayi/balita 2.373 jiwa, ibu hamil 347 jiwa, lansia 2.348 jiwa, orang cacat 88 orang, orang sakit 265 jiwa. Sementara, yang meninggal dunia sebanyak 18 orang.
Rumah hanyut mencapai 840 unit. Tak hanya itu, sebanyak 3.688 unit rusak berat, 1.966 unit rumah rusak sedang, 4.789 unit rumah rusak ringan, 27 unit masjid rusak, 29 unit gereja rusak, dan 99 sekolah rusak.
Kerugian akibat kerusakan infrastruktur ditaksir mencapai Rp651,3 miliar. Menurut paparan Gubernur Sulut Sinyo Harry Sarundajang saat itu, total kerugian yang terjadi akibat banjir tersebut mencapai Rp1,871 triliun.
Banjir dan tanah longsor tersebut bukannya tidak bisa dihindari. Seandainya pemerintah merampungkan pembebasan lahan DAS Tondano secepatnya, banjir bisa dicegah. Pasalnya, penyebab utama bencana alam tersebut adalah pendangkalan sungai. Hujan tidak bisa dikambinghitamkan.
Pada 2013, pemerintah setempat berjanji mengeruk sungai. Selain itu, pemerintah juga akan kembali menata permukiman yang berada di bantaran sungai serta menjadikan sungai sebagai moda transportasi agar kemacetan tak lagi menggila di Manado.
Sayangnya, janji tersebut masih jauh dari kenyataan. Pasalnya, normalisasi sungai baru akan dilaksanakan 2015 ini. Syaratnya, pembebasan lahan rampung.
Data Balai Wilayah Sungai Sulawesi I menyebutkan, proses tender anggaran normalisasi sungai disiapkan Rp155 miliar dan dilakukan setelah pembebasan lahan DAS Tondano rampung.
Selanjutnya, sesuai target, normalisasi dilakukan pada 2015 hingga 2017 sepanjang 1,7 km yang dibagi dua paket. Paket pertama, dari Jembatan Megawati hingga Jembatan Mahakam, paket kedua Jembatan Mahakam hingga muara Sungai Tikala.
Tak kunjung selesainya proyek tersebut mengakibatkan setiap kali hujan turun rumah-rumah penduduk di bantaran sungai tergenang banjir.
Misal, 30 Desember 2014 dan 12 Januari 2015. Kota Manado kembali dilanda banjir dengan ketinggian 30 cm-1 meter. Penyebabnya tak lain adalah meluapnya air sungai sebab tak mampu lagi menampung volume debit air akibat pendangkalan.
Kapan Manado bebas dari bencana banjir?
(zik)