Bulan jeung Kurupuk Dalam Bahasa Indung
A
A
A
Seperti kebanyakan manusia, pasangan ini pun mempunyai mimpi menjadi bulan, sukses, kaya, dan mempunyai segalanya.
Namun, keadaan dan kemiskinan karena Jalu yang tak mau berusaha mencari penghidupan dan hanya menggantungkan hidup dari penghasilan istrinya sebagai buruh cuci pakaian tetangganya, membuat kehidupan mereka ibarat kerupuk. Segala impian dan harapan mereka hanya sia-sia dan sulit dicapai.
Kondisi ini pun membuat kehidupan rumah tangga mereka berantakan sehingga saling cekcok pun mewarnai keseharian mereka. Ditambah bencana banjir hingga menghanyutkan gubuk reot mereka, membuat keduanya pun harus menggelandang dan menjadi masalah baru bagi lingkungan sekitar. Kehidupan Jalu dan Ipah tersebut merupakan cerita apik yang tersuguh dalam pementasan teater berjudul Bulan jeung Kurupukkarya Yusef Muldiana yang dimainkan oleh para pelakon dari Teater Pecut di Gedung Kesenian Raksawacana Kuningan, kemarin.
Melalui naskah yang telah diubah ke dalam bahasa Sunda, menjadikan pagelaran teater garapan sutradara Aan Sugiantomas ini mudah diserap oleh para penonton yang sebagian besar adalah para pelajar SMA. Sang sutradara Aan Sugiantomas, pementasan “Bulan jeung Kurupuk” yang mengedepankan dialog bahasa Sunda merupakan salah satu bentuk kepedulian Teater Pecut terhadap bahasa Indung masyarakat Jawa Barat.
Sebelum dipentaskan di Kuningan, naskah ini juga pernah dipentaskan di Gedung Kesenian Rumentang Siang dalam rangka Festival Drama Basa Sunda pada 2014 lalu. “Sudah menjadi agenda rutin, setiap dua tahun sekali Teater Pecut mengikuti Festival Drama Basa Sunda di Bandung.
Targetnya bukan juara, tapi pembelajaran dan pengalaman. Alhamdulillah di tahun 2014 lalu hasilnya cukup memuaskan, selain masuk ke tiga kategori (sutradara terbaik, aktris terbaik, dan setting terbaik), Teater Pecut juga masuk dalam sepuluh pementasan terbaik,” Komentar Aan di sela-sela pementasan.
Ditanya tentang perkembangan teater di Kuningan, sang sutradara yang sekaligus merangkap sutradara di Teater Sado pun menjelaskan bahwa perkembangan seni teater khususnya di Kuningan sangat baik. Hal ini terlihat dari antusiasme penonton yang sebagian besar dari kalangan pelajar dan mahasiswa yang selalu memenuhi ruangan.
“Apresiasi penonton dari tahun ke tahun semakin baik. Sekarang bisa disaksikan di sini, setiap hari ratusan penonton menyaksikan pementasan yang kami gelar. Itu artinya teater sudah mulai memasyarakat dan disukai di Kuningan. Mudahmudahan ke depan apresiasinya semakin baik lagi,” pungkas Aan.
Mohamad Taufik
Kabupaten Kuningan
Namun, keadaan dan kemiskinan karena Jalu yang tak mau berusaha mencari penghidupan dan hanya menggantungkan hidup dari penghasilan istrinya sebagai buruh cuci pakaian tetangganya, membuat kehidupan mereka ibarat kerupuk. Segala impian dan harapan mereka hanya sia-sia dan sulit dicapai.
Kondisi ini pun membuat kehidupan rumah tangga mereka berantakan sehingga saling cekcok pun mewarnai keseharian mereka. Ditambah bencana banjir hingga menghanyutkan gubuk reot mereka, membuat keduanya pun harus menggelandang dan menjadi masalah baru bagi lingkungan sekitar. Kehidupan Jalu dan Ipah tersebut merupakan cerita apik yang tersuguh dalam pementasan teater berjudul Bulan jeung Kurupukkarya Yusef Muldiana yang dimainkan oleh para pelakon dari Teater Pecut di Gedung Kesenian Raksawacana Kuningan, kemarin.
Melalui naskah yang telah diubah ke dalam bahasa Sunda, menjadikan pagelaran teater garapan sutradara Aan Sugiantomas ini mudah diserap oleh para penonton yang sebagian besar adalah para pelajar SMA. Sang sutradara Aan Sugiantomas, pementasan “Bulan jeung Kurupuk” yang mengedepankan dialog bahasa Sunda merupakan salah satu bentuk kepedulian Teater Pecut terhadap bahasa Indung masyarakat Jawa Barat.
Sebelum dipentaskan di Kuningan, naskah ini juga pernah dipentaskan di Gedung Kesenian Rumentang Siang dalam rangka Festival Drama Basa Sunda pada 2014 lalu. “Sudah menjadi agenda rutin, setiap dua tahun sekali Teater Pecut mengikuti Festival Drama Basa Sunda di Bandung.
Targetnya bukan juara, tapi pembelajaran dan pengalaman. Alhamdulillah di tahun 2014 lalu hasilnya cukup memuaskan, selain masuk ke tiga kategori (sutradara terbaik, aktris terbaik, dan setting terbaik), Teater Pecut juga masuk dalam sepuluh pementasan terbaik,” Komentar Aan di sela-sela pementasan.
Ditanya tentang perkembangan teater di Kuningan, sang sutradara yang sekaligus merangkap sutradara di Teater Sado pun menjelaskan bahwa perkembangan seni teater khususnya di Kuningan sangat baik. Hal ini terlihat dari antusiasme penonton yang sebagian besar dari kalangan pelajar dan mahasiswa yang selalu memenuhi ruangan.
“Apresiasi penonton dari tahun ke tahun semakin baik. Sekarang bisa disaksikan di sini, setiap hari ratusan penonton menyaksikan pementasan yang kami gelar. Itu artinya teater sudah mulai memasyarakat dan disukai di Kuningan. Mudahmudahan ke depan apresiasinya semakin baik lagi,” pungkas Aan.
Mohamad Taufik
Kabupaten Kuningan
(ars)