Kayu Arang Naim Sinaga Diminati hingga Luar Tebingtinggi
A
A
A
TEBINGTINGGI - Kebutuhan biaya hidup yang semakin tinggi ternyata berdampak besar bagi usaha pembuatan arang milik Naim Sinaga yang tinggal di Jalan Gatot Subroto Kota Bayu, Tebingtinggi.
Meski dengan modal paspasan, mau tidak mau usaha yang telah dijalani sejak dua tahun itu harus terus dijalankan demi menghidupi kebutuhan keluarga. Sriwati, istri Naim Sinaga adalah pemilik usaha pembuatan kayu arang. Dia sangat merasakan dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) semakin menyeret pikirannya agar usaha yang telah dirintis ini tetap berlangsung.
“Usaha pembuatan kayu arang ini awalnya hanya dengan modal kecil-kecilan saja dan belum pernah mendapat bantuan siapa pun,” ujarnya. Dia mengaku, saat ini usaha pembakaran arang milik mereka telah berjumlah empat tungku dan bisa menghasilkan uang untuk biaya makan dan menyekolahkan empat anaknya yang masih kecil.
“Untung saja tanah yang digunakan untuk usaha kayu arang ini tidak menyewa, sehingga tidak menghambat biaya operasional,” ujarnya. Sriwati mengakui usaha pembuatan arang itu mereka cukup kesulitan mendapatkan kayu sebagai bahan dasar pembuatan arang. seperti kayu durian, rambutan, rambung, dan kayu mangga.
Arang dari jenis kayu tersebut menghasilkan arang berkualitas baik, sehingga cepat laku di pasaran. “Saat ini kita cukup kesulitan mendapatkan bahan mentah kayu untuk diolah menjadi arang. Jadi, terpaksa mengumpulkan sedikit demi sedikit dengan cara mencari ke kampung-kampung tetangga,” ungkapnya.
Menariknya arang hasil produksinya dijual ke sejumlah daerah di luar kota Tebingtinggi seperti Pematangsiantar, Simalungun, dan daerah Toba. “Kayu arang milik kami banyak dijual ke luar dan lebih diminati di luar daerah,” katanya. Dia berharap usahanya ini tetap berlangsung.
“Meskipun belum pernah mendapat bantuan usaha dari pemerintah, kami merasa bersyukur karena usaha ini bisa terus berjalan berkat dukungan keluarga besar Sinaga. Jadi, bisa menutupi kebutuhan hidup keluarga,” tandasnya.
Perayudi Syahputra
Meski dengan modal paspasan, mau tidak mau usaha yang telah dijalani sejak dua tahun itu harus terus dijalankan demi menghidupi kebutuhan keluarga. Sriwati, istri Naim Sinaga adalah pemilik usaha pembuatan kayu arang. Dia sangat merasakan dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) semakin menyeret pikirannya agar usaha yang telah dirintis ini tetap berlangsung.
“Usaha pembuatan kayu arang ini awalnya hanya dengan modal kecil-kecilan saja dan belum pernah mendapat bantuan siapa pun,” ujarnya. Dia mengaku, saat ini usaha pembakaran arang milik mereka telah berjumlah empat tungku dan bisa menghasilkan uang untuk biaya makan dan menyekolahkan empat anaknya yang masih kecil.
“Untung saja tanah yang digunakan untuk usaha kayu arang ini tidak menyewa, sehingga tidak menghambat biaya operasional,” ujarnya. Sriwati mengakui usaha pembuatan arang itu mereka cukup kesulitan mendapatkan kayu sebagai bahan dasar pembuatan arang. seperti kayu durian, rambutan, rambung, dan kayu mangga.
Arang dari jenis kayu tersebut menghasilkan arang berkualitas baik, sehingga cepat laku di pasaran. “Saat ini kita cukup kesulitan mendapatkan bahan mentah kayu untuk diolah menjadi arang. Jadi, terpaksa mengumpulkan sedikit demi sedikit dengan cara mencari ke kampung-kampung tetangga,” ungkapnya.
Menariknya arang hasil produksinya dijual ke sejumlah daerah di luar kota Tebingtinggi seperti Pematangsiantar, Simalungun, dan daerah Toba. “Kayu arang milik kami banyak dijual ke luar dan lebih diminati di luar daerah,” katanya. Dia berharap usahanya ini tetap berlangsung.
“Meskipun belum pernah mendapat bantuan usaha dari pemerintah, kami merasa bersyukur karena usaha ini bisa terus berjalan berkat dukungan keluarga besar Sinaga. Jadi, bisa menutupi kebutuhan hidup keluarga,” tandasnya.
Perayudi Syahputra
(ftr)