Kecil Takut Air, Kini Tanti Jadi Penyelam Profesional
A
A
A
KEDATANGAN 10 orang anggota tim penyelam profesional dari Basarnas yang tergabung dalam Komunitas Indonesia Divers (i-Divers) cukup menarik perhatian. Karena, dua di antara mereka berjenis kelamin perempuan.
Tanti S Reinhart Thamrin, salah satu penyelam profesional berbagi kisahnya jatuh hati dengan dunia penyelaman.
"Iya. Saya dulu SD takut air kayak kucing. Akhirnya sama ayah saya dilempar ke air dari kapal. Dalamnya dua meter. Saya disuruh belajar berenang, saya ndak pernah mau karena takut. Saya kan enggak tahu teknik dan teori, jadi waktu itu saya masih takut," kata Tanti, Jumat (9/1/2015).
Tanti melanjutkan, ia terjun dari kapal ke laut dan ditolong oleh sang ayah.
"Jadi momennya buat saya sangat penting. Karena kemudian saya pikir ternyata ada manusia bisa gitu, loncat dari kapal dan nyelamatin kita. Membuat kita berani masuk air, masukin kaki ke air, merendam kepala di bawah air, lalu belajar bernapas dalam air," urainya.
Tanti mulai menyelam tahun 1998-1999. Awal mencoba menyelam, ia hanya ikut sang ayah.
"Tapi begitu diving enggak jelas, karena saya enggak punya lisensi. Saya cuma ikut bapak saya. Itu salah, jangan diikutin. Kalau kita diving harus ada lisensi," terangnya.
Demi mendapatkan ilmu tentang penyelaman, ia belajar hingga ke Jerman mengambil konsentrasi Conflict and Disaster Risk Reduction Specialist.
Tanti lalu memberikan alasan mengenai pilihannya menjadi penyelam wanita.
"Jumlah penyelam wanita kurang dari 5 persen dari seluruh dunia. Memang sih penyelam itu butuh stamina. Tapi enggak ada bedanya antara instruktur laki-laki dan perempuan. Cuma itu lagi, kita butuh waktu lebih intensif dan fisik kuat. Nah wanita kalau sudah menikah akan sulit."
Yang membuatnya bangga, selama bergabung bersama komunitas i-Divers, dia belum pernah sekalipun mendapatkan diskriminasi.
Tanti S Reinhart Thamrin, salah satu penyelam profesional berbagi kisahnya jatuh hati dengan dunia penyelaman.
"Iya. Saya dulu SD takut air kayak kucing. Akhirnya sama ayah saya dilempar ke air dari kapal. Dalamnya dua meter. Saya disuruh belajar berenang, saya ndak pernah mau karena takut. Saya kan enggak tahu teknik dan teori, jadi waktu itu saya masih takut," kata Tanti, Jumat (9/1/2015).
Tanti melanjutkan, ia terjun dari kapal ke laut dan ditolong oleh sang ayah.
"Jadi momennya buat saya sangat penting. Karena kemudian saya pikir ternyata ada manusia bisa gitu, loncat dari kapal dan nyelamatin kita. Membuat kita berani masuk air, masukin kaki ke air, merendam kepala di bawah air, lalu belajar bernapas dalam air," urainya.
Tanti mulai menyelam tahun 1998-1999. Awal mencoba menyelam, ia hanya ikut sang ayah.
"Tapi begitu diving enggak jelas, karena saya enggak punya lisensi. Saya cuma ikut bapak saya. Itu salah, jangan diikutin. Kalau kita diving harus ada lisensi," terangnya.
Demi mendapatkan ilmu tentang penyelaman, ia belajar hingga ke Jerman mengambil konsentrasi Conflict and Disaster Risk Reduction Specialist.
Tanti lalu memberikan alasan mengenai pilihannya menjadi penyelam wanita.
"Jumlah penyelam wanita kurang dari 5 persen dari seluruh dunia. Memang sih penyelam itu butuh stamina. Tapi enggak ada bedanya antara instruktur laki-laki dan perempuan. Cuma itu lagi, kita butuh waktu lebih intensif dan fisik kuat. Nah wanita kalau sudah menikah akan sulit."
Yang membuatnya bangga, selama bergabung bersama komunitas i-Divers, dia belum pernah sekalipun mendapatkan diskriminasi.
(zik)