Sidak Anthraks, Dewan Tulungagung Dikecohkan
A
A
A
TULUNGAGUNG - Inspeksi mendadak (sidak) DPRD Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, untuk memastikan ada tidaknya serangan bakteri Bacillus Anthracis (anthraks) dalam kasus matinya sejumlah sapi milik warga Desa Segawe, Kecamatan Pagerwojo, dikecoh dinas peternakan setempat.
Dinas diduga sengaja menjauhkan rombongan dewan dari lokasi terjadinya kematian sapi dengan ciri keluar darah dari liang dubur dan telinga sebagaimana gejala klinis Anthraks. Oleh dinas, rombongan Komisi II malah diajak mengunjungi lokasi kasus kematian sapi akibat penyakit kembung karena masuk angin.
“Seekor sapi kami mati karena kembung masuk angin. Mungkin akibat kekenyangan kebanyakan makan. Yang pasti tidak ada darah yang keluar dari telinga maupun dubur sapi," tutur Arik, 35 pemilik sapi yang bertempat tinggal di Dusun Krajan, Desa Segawe.
Menurut Arik yang mengaku tidak tahu apa maksud dan tujuan rombongan para pejabat itu, seharusnya bukan dirinya yang didatangi. Para pejabat legislatif harusnya mengunjungi tempat tinggal Parni, warga Dusun Sambi, pemilik empat ekor sapi yang tewas dengan ciri keluar darah pada dubur dan telinga.
“Tempatnya sebelah dusun sini (Krajan). Sebab yang diduga berciri anthraks disana. Kalau sapi saya matinya jelas karena kembung," jelasnya. Sidak belangsung tidak lebih dari sepuluh menit.
Bersama Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Tulungagung Tatik Handayani dan beberapa staf dinas peternakan, Ketua Komisi B Widodo beserta beberapa anggota langsung menuju kandang sapi.
Layaknya petugas peninjau, mereka melihat lihat binatang herbivora yang tengah asyik mengganyang rumput basah dan adonan makanan. Ada sebanyak lima ekor sapi yang terlihat gemuk dan sehat.
Seorang anggota dewan tampak berbasa basi mengobrol dengan Arik selaku pemilik, termasuk bertanya seputar penyebab kematian sapi.
Ketua Komisi B Widodo mengaku terkejut bahwa yang mereka kunjungi bukan lokasi sapi mati dengan gejala menyerupai anthraks. “Kami benar benar tidak tahu kalau sapi yang mati disini karena masuk angin," ujarnya.
Mengingat aktivitas dewan bertujuan mencari kebenaran penyebab kasus kematian sapi, Widodo mengakui bahwa kegiatan yang mereka lakukan belum bisa dikategorikan sidak. Sebab mereka melakukan aktivitas bersama dinas peternakan.
Dari pantauan sindonews.com di lapangan, sebelum menuju lokasi kunjungan, rombongan dewan lebih dulu transit di Balai Desa Segawe.
Di sana (balai desa) sudah ada Kepala Dinas Peternakan beserta sejumlah stafnya. Dalam satu mobil rombongan dengan dinas peternakan, legislatif meluncur ke lokasi. “Lain hari kita akan melakukan sidak tanpa adanya pihak dinas, “terang Widodo.
Menurut Widodo, legislatif juga akan melakukan pengambilan sampel ulang di lokasi kandang sapi yang diduga terinfeksi anthraks. Secara independen sampel darah tersebut akan dibawa ke Balai Besar Veteriner Yogyakarta atau Surabaya.
Sebab mereka meragukan keterangan dinas peternakan yang menyatakan hasil sampel darah negatif anthraks. Dinas diduga sengaja menyembunyikan fakta adanya serangan anthraks.
“Kita juga akan meminta hasil uji lab yang menurut pernyataan dinas peternakan negatif anthraks. Kalau perlu kita akan membentuk tim pansus yang khusus menangani soal dugaan anthraks," tegasnya.
Sementara Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Tulungagung Tatik Handayani yang ditemui di lapangan bersikukuh penyebab kematian sapi bukan anthraks. Dinas sudah melakukan pengambilan sampel darah pada sapi di kandang yang masih hidup.
“Kita mengambil sampel darah pada sapi yang hidup. Karena tidak mungkin pada yang mati. Semuanya sudah dikubur. Hasil lab kita memang negatif anthraks. Begitu juga yang kita kirim ke balai besar veteriner Yogkarta. Dan kematian sapi disebabkan penyakit biasa," ujarnya.
Namun anehnya, Tatik tidak bersedia menjelaskan secara spesifik jenis penyakit yang dikatakan biasa tersebut. Tatik juga tidak bersedia memperlihatkan hasil uji laboratorium.
Ia hanya mengatakan penyakit sapi bisa disebabkan perubahan cuaca, kandang kotor dan kurangnya perhatian pemilik ternak terhadap ternaknya. Adanya gejala keluarnya darah dari telinga dan dubur pada sapi yang mati, menurutnya bisa disebabkan karena serangan kutu.
“Kutu yang menyerang pada hidung dan telinga bisa mengakibatkan keluarnya darah," dalihnya. Kendati demikian langkah yang diambil dinas, diakui Tatik sesuai dengan SOP pencegahan penularan anthraks.
Dinas melakukan vaksinasi anti anthraks secara massal dan penyemprotan desinfektan pada seluruh kandang di Desa Segawe. Sebab, dengan memiliki populasi 17 ribu ekor sapi perah dan 103 ribu sapi potong, kata Tatik, pihaknya tidak ingin stabilitas peternakan di Kabupaten Tulungagung menjadi terguncang.
“Termasuk juga kita memperketat lalu lintas sapi yang berasal dari Kabupaten Blitar. Sebab Blitar sudah positif anthraks, dan kita akui hal itu sebagai sebuah ancaman," pungkasnya.
Seperti diberitakan, kasus dugaan adanya anthraks di Desa Segawe, Kecamatan Pagerwojo Kabupaten Tulungagung diduga disembunyikan. Sebab kematian empat ekor sapi secara mendadak memperlihatkan gejala serangan bakteri Bacillus Anthracis.
Dinas diduga sengaja menjauhkan rombongan dewan dari lokasi terjadinya kematian sapi dengan ciri keluar darah dari liang dubur dan telinga sebagaimana gejala klinis Anthraks. Oleh dinas, rombongan Komisi II malah diajak mengunjungi lokasi kasus kematian sapi akibat penyakit kembung karena masuk angin.
“Seekor sapi kami mati karena kembung masuk angin. Mungkin akibat kekenyangan kebanyakan makan. Yang pasti tidak ada darah yang keluar dari telinga maupun dubur sapi," tutur Arik, 35 pemilik sapi yang bertempat tinggal di Dusun Krajan, Desa Segawe.
Menurut Arik yang mengaku tidak tahu apa maksud dan tujuan rombongan para pejabat itu, seharusnya bukan dirinya yang didatangi. Para pejabat legislatif harusnya mengunjungi tempat tinggal Parni, warga Dusun Sambi, pemilik empat ekor sapi yang tewas dengan ciri keluar darah pada dubur dan telinga.
“Tempatnya sebelah dusun sini (Krajan). Sebab yang diduga berciri anthraks disana. Kalau sapi saya matinya jelas karena kembung," jelasnya. Sidak belangsung tidak lebih dari sepuluh menit.
Bersama Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Tulungagung Tatik Handayani dan beberapa staf dinas peternakan, Ketua Komisi B Widodo beserta beberapa anggota langsung menuju kandang sapi.
Layaknya petugas peninjau, mereka melihat lihat binatang herbivora yang tengah asyik mengganyang rumput basah dan adonan makanan. Ada sebanyak lima ekor sapi yang terlihat gemuk dan sehat.
Seorang anggota dewan tampak berbasa basi mengobrol dengan Arik selaku pemilik, termasuk bertanya seputar penyebab kematian sapi.
Ketua Komisi B Widodo mengaku terkejut bahwa yang mereka kunjungi bukan lokasi sapi mati dengan gejala menyerupai anthraks. “Kami benar benar tidak tahu kalau sapi yang mati disini karena masuk angin," ujarnya.
Mengingat aktivitas dewan bertujuan mencari kebenaran penyebab kasus kematian sapi, Widodo mengakui bahwa kegiatan yang mereka lakukan belum bisa dikategorikan sidak. Sebab mereka melakukan aktivitas bersama dinas peternakan.
Dari pantauan sindonews.com di lapangan, sebelum menuju lokasi kunjungan, rombongan dewan lebih dulu transit di Balai Desa Segawe.
Di sana (balai desa) sudah ada Kepala Dinas Peternakan beserta sejumlah stafnya. Dalam satu mobil rombongan dengan dinas peternakan, legislatif meluncur ke lokasi. “Lain hari kita akan melakukan sidak tanpa adanya pihak dinas, “terang Widodo.
Menurut Widodo, legislatif juga akan melakukan pengambilan sampel ulang di lokasi kandang sapi yang diduga terinfeksi anthraks. Secara independen sampel darah tersebut akan dibawa ke Balai Besar Veteriner Yogyakarta atau Surabaya.
Sebab mereka meragukan keterangan dinas peternakan yang menyatakan hasil sampel darah negatif anthraks. Dinas diduga sengaja menyembunyikan fakta adanya serangan anthraks.
“Kita juga akan meminta hasil uji lab yang menurut pernyataan dinas peternakan negatif anthraks. Kalau perlu kita akan membentuk tim pansus yang khusus menangani soal dugaan anthraks," tegasnya.
Sementara Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Tulungagung Tatik Handayani yang ditemui di lapangan bersikukuh penyebab kematian sapi bukan anthraks. Dinas sudah melakukan pengambilan sampel darah pada sapi di kandang yang masih hidup.
“Kita mengambil sampel darah pada sapi yang hidup. Karena tidak mungkin pada yang mati. Semuanya sudah dikubur. Hasil lab kita memang negatif anthraks. Begitu juga yang kita kirim ke balai besar veteriner Yogkarta. Dan kematian sapi disebabkan penyakit biasa," ujarnya.
Namun anehnya, Tatik tidak bersedia menjelaskan secara spesifik jenis penyakit yang dikatakan biasa tersebut. Tatik juga tidak bersedia memperlihatkan hasil uji laboratorium.
Ia hanya mengatakan penyakit sapi bisa disebabkan perubahan cuaca, kandang kotor dan kurangnya perhatian pemilik ternak terhadap ternaknya. Adanya gejala keluarnya darah dari telinga dan dubur pada sapi yang mati, menurutnya bisa disebabkan karena serangan kutu.
“Kutu yang menyerang pada hidung dan telinga bisa mengakibatkan keluarnya darah," dalihnya. Kendati demikian langkah yang diambil dinas, diakui Tatik sesuai dengan SOP pencegahan penularan anthraks.
Dinas melakukan vaksinasi anti anthraks secara massal dan penyemprotan desinfektan pada seluruh kandang di Desa Segawe. Sebab, dengan memiliki populasi 17 ribu ekor sapi perah dan 103 ribu sapi potong, kata Tatik, pihaknya tidak ingin stabilitas peternakan di Kabupaten Tulungagung menjadi terguncang.
“Termasuk juga kita memperketat lalu lintas sapi yang berasal dari Kabupaten Blitar. Sebab Blitar sudah positif anthraks, dan kita akui hal itu sebagai sebuah ancaman," pungkasnya.
Seperti diberitakan, kasus dugaan adanya anthraks di Desa Segawe, Kecamatan Pagerwojo Kabupaten Tulungagung diduga disembunyikan. Sebab kematian empat ekor sapi secara mendadak memperlihatkan gejala serangan bakteri Bacillus Anthracis.
(lis)