Bantu Evakuasi, Pesawat Singapura Bawa Alat Pendeteksi
A
A
A
PANGKALAN BUN - Pesawat Hercules 735 milik Singapura yang diterjunkan untuk mencari korban dan serpihan AirAsia QZ8501, mendarat di Lanud Iskandar, Pangkalan Bun.
"Pesawat itu membawa dua set alat pendeteksi sonar otomatis yang dapat digunakan di bawah laut," kata Deputi Potensi Basarnas Marsda Sunarbowo Sandy kepada wartawan, Kamis (1/1/2015).
Dua set Automatic Underwater Vehicle, lanjut Sunarbowo, merupakan alat pendeteksi sonar yang bisa digerakkan otomatis dari kapal.
"Mereka sekarang terbang ke lokasi pencarian dan didrop oleh kapal RSS Persistance yang berada dan berlabuh di area pencarian. Dari kapal itu bisa digerakkan dengan remote," tambahnya.
Daya jelajah alat pendeteksi sonar tersebut bisa menjangkau kedalaman 100 meter dan lebar sapuan 100 meter. Alat itu disebut juga double side bin sonar.
Alat tersebut berfungsi untuk mendeteksi sinyal lemah di dalam laut. Saat ini, selain mencari jasad korban, Tim SAR juga mencari sinyal ELT.
"Alat dimasukkan ke dalam air seperti sonar, lantas menyebar. Suara pantulan ditangkap. Bisa pantulan, bisa juga getaran, dan terutama benda logam. Jadi dia keahliannya seperti lumba-lumba. Jika ada yang terdeteksi, maka akan ada tampilan seperti grafis. Kalau ada logam deteksinya berbeda. Suara atau benda dibedakan dengan warna," urai Sunarbowo.
Sebenarnya, Indonesia juga memiliki alat serupa dengan yang dibawa oleh Singapura. Alat tersebut milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), namun teknologinya kalah canggih.
"BPPT juga punya Baruna satu set. Kapal-kapal KRI juga punya alat yang fungsinya sebagai penyapu ranjau, bisa diandalkan untuk mendeteksi logam. Nanti Perancis akan bergabung dengan KNKT untuk membawa alat yang sama," pungkasnya.
"Pesawat itu membawa dua set alat pendeteksi sonar otomatis yang dapat digunakan di bawah laut," kata Deputi Potensi Basarnas Marsda Sunarbowo Sandy kepada wartawan, Kamis (1/1/2015).
Dua set Automatic Underwater Vehicle, lanjut Sunarbowo, merupakan alat pendeteksi sonar yang bisa digerakkan otomatis dari kapal.
"Mereka sekarang terbang ke lokasi pencarian dan didrop oleh kapal RSS Persistance yang berada dan berlabuh di area pencarian. Dari kapal itu bisa digerakkan dengan remote," tambahnya.
Daya jelajah alat pendeteksi sonar tersebut bisa menjangkau kedalaman 100 meter dan lebar sapuan 100 meter. Alat itu disebut juga double side bin sonar.
Alat tersebut berfungsi untuk mendeteksi sinyal lemah di dalam laut. Saat ini, selain mencari jasad korban, Tim SAR juga mencari sinyal ELT.
"Alat dimasukkan ke dalam air seperti sonar, lantas menyebar. Suara pantulan ditangkap. Bisa pantulan, bisa juga getaran, dan terutama benda logam. Jadi dia keahliannya seperti lumba-lumba. Jika ada yang terdeteksi, maka akan ada tampilan seperti grafis. Kalau ada logam deteksinya berbeda. Suara atau benda dibedakan dengan warna," urai Sunarbowo.
Sebenarnya, Indonesia juga memiliki alat serupa dengan yang dibawa oleh Singapura. Alat tersebut milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), namun teknologinya kalah canggih.
"BPPT juga punya Baruna satu set. Kapal-kapal KRI juga punya alat yang fungsinya sebagai penyapu ranjau, bisa diandalkan untuk mendeteksi logam. Nanti Perancis akan bergabung dengan KNKT untuk membawa alat yang sama," pungkasnya.
(zik)