Yakini Pramugari dan Anak Masih Hidup
A
A
A
Dari sekian banyak korban pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh di perairan Kalimantan, seorang di antaranya adalah warga Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Korban yang juga seorang pramugari ini bernama Wanti Setiawati, 30, warga Kampung Lembur Tengah, Desa Sariwangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat. Mengetahui Wanti menjadi salah seorang yang berada di pesawat nahas tersebut, pihak keluarga kaget. Kesedihan dan ketidakpastian seputar kabar Wanti pun berkecamuk di hati keluarga dan kerabat.
”Kami sekeluarga sangat syok mendengar informasi itu,” kata Iwan Darmawan, kakak ipar Wanti, saat ditemui di rumahnya kemarin. Di tengah kecemasan menunggu hasil evakuasi, kini pihak keluarga terus memantau perkembangan upaya pencarian para korban melalui media massa. Harapan keluarga, Wanti mendapat mukjizat atau masih hidup. ”Kami terus menunggu kabar soal hasil evakuasi para korban,” ungkapnya.
Demi memperlancar upaya pencarian, keluarga Wanti pun menggelar pengajian. Harapannya, doa-doa yang dipanjatkan bisa ikut memudahkan proses evakuasi. Dalam sehari, keluarga Wanti menggelar pengajian sebanyak dua kali. Pengajian rutin digelar seusai salat zuhur dan magrib.
Di Surabaya, ayah kandung Bhima Aly Wicaksana, 31, salah satu korban pesawat AirAsia, juga berharap ada keajaiban anaknya masih hidup. ”Meski adanya kabar enam jenazah telah ditemukan tapi masih banyak lainnya yang belum ditemukan. Saya berharap di antara yang belum ditemukan itu ada yang hidup, khususnya anak saya,” kata Dwi Janto, ayah Bhima, saat ditemui di kediamannya Jalan Pusang Sewu 45, Surabaya.
Sejak dikabarkan AirAsia hilang kontak, Dwi Janto bersama istri dan kerabatnya yang saat itu berada di Jember langsung ke Surabaya. Dia mendatangi Crisis Center Terminal 2 Bandara Juanda Surabaya untuk meminta keterangan lebih lanjut. ”Selama tiga hari ini saya mondar-mandir dari rumah di Pucang Sewu ke Juanda,” katanya.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya terus memantau lewat pemberitaan di televisi dan koran. ”Saya senang sudah ada titik terang, kalau puingpuing pesawat telah ditemukan kemarin. Saya berharap Tim SAR Nasional segera menemukan korban yang lain,” katanya. Menurut dia, sebelum anaknya pamit ke Singapura untuk berlibur, pihaknya sempat melarang. ”Saya sudah larang, mending uangnya buat ibadah umrah. Tapi Bhima bilang nggak perlu umrah, langsung haji saja,” katanya.
Dia mengatakan, Bhima yang merupakan anak kedua dari empat bersaudara ke Singapura bersama tiga teman seprofesi, yakni sebagai pengusaha properti. ”Tapi tiga temannya sama keluarganya. Kalau anak saya belum menikah,” katanya.
Sementara, ibu kandung korban, Sri Budi Siswardani, 60, mengatakan sebelum anaknya ke Singapura sempat berpesan tidak telepon sebelum sampai tujuan. Meski belum ada kejelasan, lanjut Sri, pihaknya ikhlas dan pasrah jika Tuhan memberikan takdir lain, yakni jika anaknya meninggal dalam kejadian itu. ”Saya hanya bisa pasrah,” ujarnya.
Dwi Janto mengatakan sempat mendapatkan tawaran untuk mendatangi Pangkalan Bun tempat para jenazah dievakuasi. Namun, dia memilih menunggu kabar kerabatnya yang dipastikan menjadi korban jatuhnya AirAsia di Bandara Juanda. ”Buat apa saya ikut ke sana. Tidak ada manfaatnya. Mending saya tunggu di sini,” katanya.
Lukman Hakim/Okezone
Korban yang juga seorang pramugari ini bernama Wanti Setiawati, 30, warga Kampung Lembur Tengah, Desa Sariwangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat. Mengetahui Wanti menjadi salah seorang yang berada di pesawat nahas tersebut, pihak keluarga kaget. Kesedihan dan ketidakpastian seputar kabar Wanti pun berkecamuk di hati keluarga dan kerabat.
”Kami sekeluarga sangat syok mendengar informasi itu,” kata Iwan Darmawan, kakak ipar Wanti, saat ditemui di rumahnya kemarin. Di tengah kecemasan menunggu hasil evakuasi, kini pihak keluarga terus memantau perkembangan upaya pencarian para korban melalui media massa. Harapan keluarga, Wanti mendapat mukjizat atau masih hidup. ”Kami terus menunggu kabar soal hasil evakuasi para korban,” ungkapnya.
Demi memperlancar upaya pencarian, keluarga Wanti pun menggelar pengajian. Harapannya, doa-doa yang dipanjatkan bisa ikut memudahkan proses evakuasi. Dalam sehari, keluarga Wanti menggelar pengajian sebanyak dua kali. Pengajian rutin digelar seusai salat zuhur dan magrib.
Di Surabaya, ayah kandung Bhima Aly Wicaksana, 31, salah satu korban pesawat AirAsia, juga berharap ada keajaiban anaknya masih hidup. ”Meski adanya kabar enam jenazah telah ditemukan tapi masih banyak lainnya yang belum ditemukan. Saya berharap di antara yang belum ditemukan itu ada yang hidup, khususnya anak saya,” kata Dwi Janto, ayah Bhima, saat ditemui di kediamannya Jalan Pusang Sewu 45, Surabaya.
Sejak dikabarkan AirAsia hilang kontak, Dwi Janto bersama istri dan kerabatnya yang saat itu berada di Jember langsung ke Surabaya. Dia mendatangi Crisis Center Terminal 2 Bandara Juanda Surabaya untuk meminta keterangan lebih lanjut. ”Selama tiga hari ini saya mondar-mandir dari rumah di Pucang Sewu ke Juanda,” katanya.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya terus memantau lewat pemberitaan di televisi dan koran. ”Saya senang sudah ada titik terang, kalau puingpuing pesawat telah ditemukan kemarin. Saya berharap Tim SAR Nasional segera menemukan korban yang lain,” katanya. Menurut dia, sebelum anaknya pamit ke Singapura untuk berlibur, pihaknya sempat melarang. ”Saya sudah larang, mending uangnya buat ibadah umrah. Tapi Bhima bilang nggak perlu umrah, langsung haji saja,” katanya.
Dia mengatakan, Bhima yang merupakan anak kedua dari empat bersaudara ke Singapura bersama tiga teman seprofesi, yakni sebagai pengusaha properti. ”Tapi tiga temannya sama keluarganya. Kalau anak saya belum menikah,” katanya.
Sementara, ibu kandung korban, Sri Budi Siswardani, 60, mengatakan sebelum anaknya ke Singapura sempat berpesan tidak telepon sebelum sampai tujuan. Meski belum ada kejelasan, lanjut Sri, pihaknya ikhlas dan pasrah jika Tuhan memberikan takdir lain, yakni jika anaknya meninggal dalam kejadian itu. ”Saya hanya bisa pasrah,” ujarnya.
Dwi Janto mengatakan sempat mendapatkan tawaran untuk mendatangi Pangkalan Bun tempat para jenazah dievakuasi. Namun, dia memilih menunggu kabar kerabatnya yang dipastikan menjadi korban jatuhnya AirAsia di Bandara Juanda. ”Buat apa saya ikut ke sana. Tidak ada manfaatnya. Mending saya tunggu di sini,” katanya.
Lukman Hakim/Okezone
(ftr)