Dituntut 10 Tahun, Rina Iriani Nangis
A
A
A
SEMARANG - Mantan Bupati Karanganyar Rina Iriani menangis seusai jaksa penuntut umum(JPU) menuntut 10 tahun penjara dan pidana denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Rina menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi subsidi proyek Perumahan Griya Lawu Asri (GLA) Karanganyar. Tuntutan yang dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Semarang kemarin, jaksa menilai Rina Iriani terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU 30/1999 yang ditambahkan dalam UU No 20/2001 tentang pemberantasan korupsi jo Pasal 65 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selain itu, Rina juga dinyatakan terbukti melanggar dakwaan kedua primer, yakni melanggar Pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). “Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana kurungan kepada terdakwa Rina Iriani selama 10 tahun penjara. Selain itu, menjatuhkan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan,” kata Jaksa Slamet Widodo dihadapkan majelis hakim yang diketuai Dwiarso Budi, kemarin.
Selain pidana penjara dan denda itu, jaksa juga mewajibkan Rina Iriani membayar uang pengganti kerugian negara atas kasus tersebut sebesar Rp11,8 miliar. Dengan ketentuan, jika tidak mampu membayar, harta benda milik terdakwa akan disita dan dilelang untuk memenuhi uang pengganti tersebut.
“Namun jika hasil lelang tidak mencukupi dan terdakwa tidak mampu membayar hingga satu bulan setelah proses hukum inkrah, akan diganti dengan hukuman penjara selama enam tahun,” kata Slamet.
Tak berhenti sampai di situ, jaksa juga meminta majelis hakim menghapus hak politik Rina, yakni hak untuk dipilih dan memilih. Tujuan penghapusan hak politik itu dinilai penting, mengingat Rina Iriani melakukan korupsi saat menjabat Bupati Karanganyar. “Pencabutan hak politik tersebut bertujuan agar masyarakat tidak kembali dipimpin oleh pemimpin yang pernah terlibat kasus korupsi,” katanya.
Mendengarkan tuntutan jaksa tersebut, Rina tertunduk dan kemudian berjalan gontai saat majelis hakim mempersilakan berkonsultasi dengan pengacaranya mengenai langkah hukum yang akan diambil selanjutnya. “Kami akan mengajukan nota pembelaan yang mulia, nota pembelaan akan disampaikan oleh kami pribadi dan kuasa hukum kami,” ujar Rina singkat.
Seusai persidangan, Rina langsung disambut tangis keluarganya. Dua menantu, kakak, serta saudaranya, yang ikut dalam persidangan langsung memeluk Rina. Mereka kemudian menangis. Saat ditanya tentang tuntutan itu, Rina mengaku jika tuntutan yang dilayangkan JPU tersebut keterlaluan.
Sebab dirinya mengaku sama sekali tidak mengetahui mengenai adanya pencairan dana dari KSU Sejahtera oleh dirinya sesuai dengan tuntutan jaksa. “Ini keterlaluan, saya tidak tahu sama sekali dengan itu (aliran uang), tapi kenapa saya harus bertanggung jawab atas semua ini. Ini aneh,” ujarnya.
Rina menambahkan, sebenarnya dirinya hanya korban dari mantan suaminya, Tony Iwan Haryono. Menurutnya, semua yang dituduhkannya itu adalah hasil perbuatan Tony. “Saya ini hanya korban, sebab saya ada masalah pribadi dengan dia (Tony). Tuntutan ini jelas sangat berat bagi saya, bukan masalah tahun tetapi tentang harga diri dan nama baik saya,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
Setelah pembacaan tuntutan tersebut, majelis hakim kemudian menunda persidangan hingga dua pekan ke depan. Rencananya sidang akan kembali digelar pada 13 Januari 2015 dengan agenda pembacaan pledoi dari terdakwa dan kuasa hukum.
Andika Prabowo
Rina menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi subsidi proyek Perumahan Griya Lawu Asri (GLA) Karanganyar. Tuntutan yang dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Semarang kemarin, jaksa menilai Rina Iriani terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU 30/1999 yang ditambahkan dalam UU No 20/2001 tentang pemberantasan korupsi jo Pasal 65 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selain itu, Rina juga dinyatakan terbukti melanggar dakwaan kedua primer, yakni melanggar Pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). “Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana kurungan kepada terdakwa Rina Iriani selama 10 tahun penjara. Selain itu, menjatuhkan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan,” kata Jaksa Slamet Widodo dihadapkan majelis hakim yang diketuai Dwiarso Budi, kemarin.
Selain pidana penjara dan denda itu, jaksa juga mewajibkan Rina Iriani membayar uang pengganti kerugian negara atas kasus tersebut sebesar Rp11,8 miliar. Dengan ketentuan, jika tidak mampu membayar, harta benda milik terdakwa akan disita dan dilelang untuk memenuhi uang pengganti tersebut.
“Namun jika hasil lelang tidak mencukupi dan terdakwa tidak mampu membayar hingga satu bulan setelah proses hukum inkrah, akan diganti dengan hukuman penjara selama enam tahun,” kata Slamet.
Tak berhenti sampai di situ, jaksa juga meminta majelis hakim menghapus hak politik Rina, yakni hak untuk dipilih dan memilih. Tujuan penghapusan hak politik itu dinilai penting, mengingat Rina Iriani melakukan korupsi saat menjabat Bupati Karanganyar. “Pencabutan hak politik tersebut bertujuan agar masyarakat tidak kembali dipimpin oleh pemimpin yang pernah terlibat kasus korupsi,” katanya.
Mendengarkan tuntutan jaksa tersebut, Rina tertunduk dan kemudian berjalan gontai saat majelis hakim mempersilakan berkonsultasi dengan pengacaranya mengenai langkah hukum yang akan diambil selanjutnya. “Kami akan mengajukan nota pembelaan yang mulia, nota pembelaan akan disampaikan oleh kami pribadi dan kuasa hukum kami,” ujar Rina singkat.
Seusai persidangan, Rina langsung disambut tangis keluarganya. Dua menantu, kakak, serta saudaranya, yang ikut dalam persidangan langsung memeluk Rina. Mereka kemudian menangis. Saat ditanya tentang tuntutan itu, Rina mengaku jika tuntutan yang dilayangkan JPU tersebut keterlaluan.
Sebab dirinya mengaku sama sekali tidak mengetahui mengenai adanya pencairan dana dari KSU Sejahtera oleh dirinya sesuai dengan tuntutan jaksa. “Ini keterlaluan, saya tidak tahu sama sekali dengan itu (aliran uang), tapi kenapa saya harus bertanggung jawab atas semua ini. Ini aneh,” ujarnya.
Rina menambahkan, sebenarnya dirinya hanya korban dari mantan suaminya, Tony Iwan Haryono. Menurutnya, semua yang dituduhkannya itu adalah hasil perbuatan Tony. “Saya ini hanya korban, sebab saya ada masalah pribadi dengan dia (Tony). Tuntutan ini jelas sangat berat bagi saya, bukan masalah tahun tetapi tentang harga diri dan nama baik saya,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
Setelah pembacaan tuntutan tersebut, majelis hakim kemudian menunda persidangan hingga dua pekan ke depan. Rencananya sidang akan kembali digelar pada 13 Januari 2015 dengan agenda pembacaan pledoi dari terdakwa dan kuasa hukum.
Andika Prabowo
(ftr)