Mahasiswa Undip Sulap Urine Jadi Pupuk
A
A
A
SEMARANG - Kreativitas tiga mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) Semarang patut diacungi jempol.
Mereka berhasil menemukan pupuk cair dengan nama Hejo Green Fertilizer yang diolah dari sampah organik. Temuan mereka tersebut juga sempat lolos hingga final pada program Singapore International Foundation (SIF) Young Social Entrepreneurs (YSI) 2014 belum lama ini.
Ketiga mahasiswa tersebut masing-masing Rhevi Dyana dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Tania Alfianita dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), serta Rizqikha Hanung dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK).
“Meski tidak jadi pemenang, kami memperoleh banyak pengalaman dan networking dari program tersebut. Pada program itu kita bisa dapat banyak jejaring dengan peserta-peserta lainnya dari berbagai negara lain. Dari Indonesia cuma kami saja. Ketika mengikuti program YSE, kami juga diberikan pelatihan selama setahun. Harapannya produk kami nanti bisa diterjunkan di pasar,” kata Tania kemarin.
Temuan mereka itu merupakan pupuk cair ramah lingkungan karena terbuat dari bahan baku sampah organik dan urine sapi. Pupuk cair tersebut juga sudah diujicobakan pada tanaman cabai dan memberikan pengaruh percepatan pertumbuhan pada tanaman itu.
“Namun, dari segi kandungan pada pupuk cair itu, masih belum sempurna. Kita masih mencari kandungan yang pas sehingga nanti bisa diproduksi massal,” papar Tania.
Rhevi menceritakan terciptanya ide membuat pupuk cair itu bermula ketika di kampung halaman mereka di Provinsi Jambi banyak ditemukan sampah organik di pasar-pasar dan tak termanfaatkan dengan baik.
“Setelah kami bertiga kuliah di Semarang, kondisi sampah organik di pasar-pasar tradisional juga sama, banyak ditemui. Kami akhirnya mencoba ingin memanfaatkan sampah-sampah organik itu agar dapat dimanfaatkan, salah satunya dibuat menjadi pupuk cair,” ungkapnya.
Komposisi pupuk cair buatan mereka antara lain dari sampah organik, urine sapi, molasses (tetes tebu), bakteri EM4, dedak, dan air. “Dari pengolahan bahanbahan tersebut dapat dihasilkan pupuk cair yang kami beri nama Hejo Green Fertilizer mudah digunakan. Karena pupuk cair tersebut bisa digunakan hanya dengan menyemprotkannya ke tanaman yang dinginkan,” kata Rhevi.
Pada proses pengolahan pupuk cair tersebut dibutuhkan waktu hingga dua pekan karena harus menunggu proses pembusukan. “Dari campuran semua bahan itu, kemudian kita diamkan selama dua minggu dan baru didapat hasil saringannya. Pada jumlah 1 liter bahan-bahan campuran tersebut dapat dihasilkan 0,8 liter Hejo (pupuk cair),” ungkap Rizqikha.
Pupuk cair temuan mereka itu memiliki berbagai nutrisi baik yang dibutuhkan oleh tanaman. Di antaranya kalium, fosfor, carbon pernitrogen, PH, dan kandungan- kandungan lainnya.
Susilo Himawan
Mereka berhasil menemukan pupuk cair dengan nama Hejo Green Fertilizer yang diolah dari sampah organik. Temuan mereka tersebut juga sempat lolos hingga final pada program Singapore International Foundation (SIF) Young Social Entrepreneurs (YSI) 2014 belum lama ini.
Ketiga mahasiswa tersebut masing-masing Rhevi Dyana dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Tania Alfianita dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), serta Rizqikha Hanung dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK).
“Meski tidak jadi pemenang, kami memperoleh banyak pengalaman dan networking dari program tersebut. Pada program itu kita bisa dapat banyak jejaring dengan peserta-peserta lainnya dari berbagai negara lain. Dari Indonesia cuma kami saja. Ketika mengikuti program YSE, kami juga diberikan pelatihan selama setahun. Harapannya produk kami nanti bisa diterjunkan di pasar,” kata Tania kemarin.
Temuan mereka itu merupakan pupuk cair ramah lingkungan karena terbuat dari bahan baku sampah organik dan urine sapi. Pupuk cair tersebut juga sudah diujicobakan pada tanaman cabai dan memberikan pengaruh percepatan pertumbuhan pada tanaman itu.
“Namun, dari segi kandungan pada pupuk cair itu, masih belum sempurna. Kita masih mencari kandungan yang pas sehingga nanti bisa diproduksi massal,” papar Tania.
Rhevi menceritakan terciptanya ide membuat pupuk cair itu bermula ketika di kampung halaman mereka di Provinsi Jambi banyak ditemukan sampah organik di pasar-pasar dan tak termanfaatkan dengan baik.
“Setelah kami bertiga kuliah di Semarang, kondisi sampah organik di pasar-pasar tradisional juga sama, banyak ditemui. Kami akhirnya mencoba ingin memanfaatkan sampah-sampah organik itu agar dapat dimanfaatkan, salah satunya dibuat menjadi pupuk cair,” ungkapnya.
Komposisi pupuk cair buatan mereka antara lain dari sampah organik, urine sapi, molasses (tetes tebu), bakteri EM4, dedak, dan air. “Dari pengolahan bahanbahan tersebut dapat dihasilkan pupuk cair yang kami beri nama Hejo Green Fertilizer mudah digunakan. Karena pupuk cair tersebut bisa digunakan hanya dengan menyemprotkannya ke tanaman yang dinginkan,” kata Rhevi.
Pada proses pengolahan pupuk cair tersebut dibutuhkan waktu hingga dua pekan karena harus menunggu proses pembusukan. “Dari campuran semua bahan itu, kemudian kita diamkan selama dua minggu dan baru didapat hasil saringannya. Pada jumlah 1 liter bahan-bahan campuran tersebut dapat dihasilkan 0,8 liter Hejo (pupuk cair),” ungkap Rizqikha.
Pupuk cair temuan mereka itu memiliki berbagai nutrisi baik yang dibutuhkan oleh tanaman. Di antaranya kalium, fosfor, carbon pernitrogen, PH, dan kandungan- kandungan lainnya.
Susilo Himawan
(ftr)