Tak Sanggup Bayar Persalinan, 37 Hari Tak Bisa Keluar dari RS
A
A
A
Rosmawati (32) warga rumah susun Windsor, hanya bisa termenung melihat buah hatinya yang baru 37 hari dilahirkan dengan cara operasi caesar, Minggu 16 November lalu. Namun, meski anaknya sudah lahir dia tak bisa membawanya pulang lantaran tak bisa membayar biaya persalinan dan perawatan sebesar Rp18 juta.
Rosmawati yang ditemui di Ruang Mawar kamar 3C, Senin (22/12) sore. Ia nampak sedih karena tak bisa membawa anak ketiganya yang dinamai Mawar Anggraini ke kediamannya.
"Menunggu keajaibanlah, baru saya bisa pulang bersama anak saya ini," kata Rosmawati mengawali perbincangannya.
Menurutnya, dia tidak memiliki keluarga dekat di Batam. Yang ada, hanya teman-teman dan tetangga kosannya saja.
Saat mau melahirkan, dia tak memegang uang sepeserpun dan masuk ke ruang UGD RSUD Embung Fatimah, diantarkan oleh suami dan beberapa temannya saja. "Tak lama didalam ruang UGD, saya sudah tak tahan lagi dan memutuskan menjalani operasi caesar," kenangnya.
Saat mau menjalani operasi, katanya, dia memutuskan akan menjalani perawatan dengan jalur umum. Pasalnya, dia tak memiliki kartu BPJS dan juga tidak memiliki surat pengantar SKTM. "Karena perut sudah terasa sakit, makanya kami putuskan operasi caesar. Karena saat itu, yang saya pikirkan agar anak saya lahir," katanya.
Sehari saat anaknya lahir, baru dia dan suaminya, Rizal Efendi (35), merasa panik. Pasalnya, suaminya yang hanya bekerja serabutan melihat tagihan yang nominalnya jutaan rupiah, ia merasa kebingungan. "Saat tagihan datang dari RSUD, baru kami kebingungan. Karena kami tak punya uang," ujarnya.
Karena tak memegang uang untuk biaya bersalin, suaminya mengatakan ke pihak rumah sakit kalau pembayaran akan dibayarkan dengan menggunakan SKTM.
Namun, usaha mengurus kartu sakti pemerintah itu gagal. Pasalnya, prosedur pengurusan harus menggunakan KK dan surat nikah.
"Anak saya ini hasil hubungan dengan suami saya yang kedua, sementara surat cerai dengan suami pertama belum keluar dari pengadilan agama," katanya.
Setelah gagal mengurus SKTM di tingkat RT, RW, Kelurahan hingga Kecamatan. Suaminya terus berusaha mencari solusi, akhirnya suaminya berusaha mengurus kartu BPJS.
Namun, usahanya kembali gagal dengan alasan yang sama. Yaitu, dokumen pengurusan kartu BPJS tidak lengkap.
Hari terus berjalan dan biaya rumah sakit terus bertambah, akhirnya tim medis memutuskan perobatan dan penanganan medis setelah anaknya sudah membaik.
Saat dia disodorkan tagihan rumah sakit, dia merasa kebingungan. "Tagihannya semua Rp18 juta, makanya kami bilang tutup saja tagihannya," katanya.
Merasa tak sanggup lagi, pihak rumah sakit menghentikan fasilitas obat dan perawatan. Yang dia dapatkan hanya fasilitas ruangan dan makan saja.
Direktur RSUD Embung Fatimah, Drg Fadillah Mallarangan mengatakan, saat pasien itu masuk ke ruang UGD langsung ditangani oleh tim medis. "Pasien itu kami tangani, memang saat ini belum pulang karena terkendala administrasi," kata Fadillah.
Selama ini, katanya, banyak pasien seperti Rosmawati berobat di RSUD dan selama ini tetap dilayani. Pasalnya, pasien mendatangi RSUD karena RSUD adalah milik warga Batam.
"Kita profesional, pasien harus diselamatkan karena bekerja di rumah sakit adalah pekerjaan kemanusiaan," katanya.
Mengenai kasus Rosmawati, Fadillah juga telah menyurati dinas sosial (Dinsos) agar pasien diberikan surat keterangan terlantar agar pasien (Rosmawati) bisa dikeluarkan dari rumah sakit.
"Tetapi surat sudah dilayangkan beberapa minggu lalu, hingga saat ini tidak ada jawabannya," ujarnya.
Sementara Kadinsos Batam, Kamarulzaman, saat ditanyakan surat yang dilayangkan Fadillah, ia mengaku telah membacanya. Namun, untuk mengeluarkan surat keterangan terlantar harus dicari tau dulu faktanya. Apakah pasien benar-benar warga Batam atau tidak. "Karena anggaran pemerintah, harus jelas pertanggungjawabannya," katanya.
Rosmawati yang ditemui di Ruang Mawar kamar 3C, Senin (22/12) sore. Ia nampak sedih karena tak bisa membawa anak ketiganya yang dinamai Mawar Anggraini ke kediamannya.
"Menunggu keajaibanlah, baru saya bisa pulang bersama anak saya ini," kata Rosmawati mengawali perbincangannya.
Menurutnya, dia tidak memiliki keluarga dekat di Batam. Yang ada, hanya teman-teman dan tetangga kosannya saja.
Saat mau melahirkan, dia tak memegang uang sepeserpun dan masuk ke ruang UGD RSUD Embung Fatimah, diantarkan oleh suami dan beberapa temannya saja. "Tak lama didalam ruang UGD, saya sudah tak tahan lagi dan memutuskan menjalani operasi caesar," kenangnya.
Saat mau menjalani operasi, katanya, dia memutuskan akan menjalani perawatan dengan jalur umum. Pasalnya, dia tak memiliki kartu BPJS dan juga tidak memiliki surat pengantar SKTM. "Karena perut sudah terasa sakit, makanya kami putuskan operasi caesar. Karena saat itu, yang saya pikirkan agar anak saya lahir," katanya.
Sehari saat anaknya lahir, baru dia dan suaminya, Rizal Efendi (35), merasa panik. Pasalnya, suaminya yang hanya bekerja serabutan melihat tagihan yang nominalnya jutaan rupiah, ia merasa kebingungan. "Saat tagihan datang dari RSUD, baru kami kebingungan. Karena kami tak punya uang," ujarnya.
Karena tak memegang uang untuk biaya bersalin, suaminya mengatakan ke pihak rumah sakit kalau pembayaran akan dibayarkan dengan menggunakan SKTM.
Namun, usaha mengurus kartu sakti pemerintah itu gagal. Pasalnya, prosedur pengurusan harus menggunakan KK dan surat nikah.
"Anak saya ini hasil hubungan dengan suami saya yang kedua, sementara surat cerai dengan suami pertama belum keluar dari pengadilan agama," katanya.
Setelah gagal mengurus SKTM di tingkat RT, RW, Kelurahan hingga Kecamatan. Suaminya terus berusaha mencari solusi, akhirnya suaminya berusaha mengurus kartu BPJS.
Namun, usahanya kembali gagal dengan alasan yang sama. Yaitu, dokumen pengurusan kartu BPJS tidak lengkap.
Hari terus berjalan dan biaya rumah sakit terus bertambah, akhirnya tim medis memutuskan perobatan dan penanganan medis setelah anaknya sudah membaik.
Saat dia disodorkan tagihan rumah sakit, dia merasa kebingungan. "Tagihannya semua Rp18 juta, makanya kami bilang tutup saja tagihannya," katanya.
Merasa tak sanggup lagi, pihak rumah sakit menghentikan fasilitas obat dan perawatan. Yang dia dapatkan hanya fasilitas ruangan dan makan saja.
Direktur RSUD Embung Fatimah, Drg Fadillah Mallarangan mengatakan, saat pasien itu masuk ke ruang UGD langsung ditangani oleh tim medis. "Pasien itu kami tangani, memang saat ini belum pulang karena terkendala administrasi," kata Fadillah.
Selama ini, katanya, banyak pasien seperti Rosmawati berobat di RSUD dan selama ini tetap dilayani. Pasalnya, pasien mendatangi RSUD karena RSUD adalah milik warga Batam.
"Kita profesional, pasien harus diselamatkan karena bekerja di rumah sakit adalah pekerjaan kemanusiaan," katanya.
Mengenai kasus Rosmawati, Fadillah juga telah menyurati dinas sosial (Dinsos) agar pasien diberikan surat keterangan terlantar agar pasien (Rosmawati) bisa dikeluarkan dari rumah sakit.
"Tetapi surat sudah dilayangkan beberapa minggu lalu, hingga saat ini tidak ada jawabannya," ujarnya.
Sementara Kadinsos Batam, Kamarulzaman, saat ditanyakan surat yang dilayangkan Fadillah, ia mengaku telah membacanya. Namun, untuk mengeluarkan surat keterangan terlantar harus dicari tau dulu faktanya. Apakah pasien benar-benar warga Batam atau tidak. "Karena anggaran pemerintah, harus jelas pertanggungjawabannya," katanya.
(sms)