Mantapkan Program Zero Lahan Kritis 2018
A
A
A
Tepat 4 Desember lalu, kepemimpinan Utje Ch Suganda bersama wakilnya Acep Purnama genap berusia satu tahun.
Meski tergolong baru seumur jagung, namun kerja keras pemerintahan pasangan Utama (Utje-Acep Purnama) ini ternyata cukup memberi warna perubahan pada pembangunan Kuningan hingga membuahkan sejumlah prestasi dan penghargaan. onsep pembangunan pemerintahan Utje-Acep selama lima tahun telah termaktub dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kuningan 2014-2018 dengan mengusung visi Kuningan Mandiri, Agamis, dan Sejahtera (MAS) tahun 2018.
Mandiri berarti suatu keadaan dan kemampuan masyarakat dalam perekonomian rakyat fokus pada ketahanan pangan, pengelolaan, dan pengembangan sumber daya alam daerah serta partisipasi masyarakat dalam pembangunan; Agamis bermakna nilai-nilai agama sebagai pedoman kehidupan bermasyarakat yang kondusif, toleran, harmonis dan religius dan Sejahtera yang artinya peningkatan kesejahteraan berupa pemerataan pembangunan di semua pelosok wilayah, kesempatan berusaha dan bekerja, perlindungan masyarakat miskin dan kesetaraan gender.
Posisi Utje sebagai bupati perempuan menjadi langkah strategis untuk mem perjuangkan hak-hak perempuan dalam segala bidang. Kebijakannya yang tak ragu menyertakan pengarusutamaan gender dalam setiap program pembangunan, ternyata mendapat respon positif dari Presiden RI terdahulu dengan memberikan penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya atas penilaian pengarusutamaan gender (PUG), pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak pada kebijakan pemerintahan pada saat Utje baru satu bulan menjabat bupati.
Dengan terbentuknya kelompok kerja pengarusutamaan gender, lanjut Utje, diharapkan akan ada penguatan kelembagaan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2P2A) sebagai wadah pelayanan bagi perempuan dan anak untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
“Salah satu langkah konkretnya adalah akan dibangunnya rumah singgah bagi perempuan korban kekerasan dan anak-anak telantar di Kabupaten Kuningan. Ditargetkan tahun 2015 rumah singgah tersebut bisa terealisasi,” ujar Utje.
Di bidang sosial, baru-baru ini Utje menggagas penanganan masalah kerawanan sosial yang meliputi pengemis, gelandangan, dan orang telantar (PGOT), serta psikotik jalanan dengan menggandeng 18 kota dan kabupaten perbatasan Jawa Barat-Jawa Tengah.
Komitmen yang terjalin pada bulan Oktober lalu tersebut membahas tentang kesepakatan bersama dalam upaya mewujudkan ketenteraman dan ketertiban umum pada wilayah perbatasan Jawa Barat bagian timur dan Jawa Tengah bagian barat. Komitmen Kabupaten Kuningan sebagai Kabupaten Konservasi yang digagas bupati sebelumnya juga masih dipegang teguh bupati Utje.
Pada peringatan Hari Menanam Nasional 27 November lalu, dia menggandeng seluruh instansi pemerintah dan swasta serta berbagai komponen masyarakat untuk menandatangani deklarasi “Kuningan Zero Lahan Kritis pada 2018”. Upaya tersebut, kata Utje, akan menjadi solusi terhadap keberadaan lahan kritis di Kabupaten Kuningan yang tahun 2014 ini tersisa 1.381,51 hektare.
Caranya dengan menggerakkan seluruh elemen masyarakat untuk turut serta melakukan penghijauan terhadap lahan-lahan gundul secara bertahap dan kontinyu sehingga ditargetkan tak ada lagi lahan kritis pada empat tahun mendatang.
“Program zerolahan kritis ini bukan berarti larangan terhadap kegiatan pemanfaatan hasil hutan, melainkan mengajak masyarakat untuk bijak. Ketika terjadi penebangan pohon sebagai pemanfaatan hasil hutan, maka di lokasi tersebut juga wajib dilakukan penanaman sebagai penggantinya. Dengan demikian kelestarian hutan akan tetap terjaga,” ujar Utje.
Selain itu, pembangunan Kebun Raya Kuningan seluas 153 hektare di Desa Padabeunghar, Kecamatan Pasawahan, yang rencananya akan dibuka untuk umum awal 2015 nanti. Kawasan hutan lindung tersebut didesain mempunyai sembilan zona koleksi tanaman baik endemik yang tumbuh di Indonesia maupun dunia. Sehingga diharapkan keberadaan kebun raya ini akan menjadi yang terbesar di Indonesia.
Pemanfaatan potensi wisata menjadi salah satu modal besar untuk mewujudkan visi tersebut. Pesatnya pembangunan di sejumlah daerah yang berdekatan dengan Kuningan seperti Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Desa Kertajati, Kabupaten Majalengka, serta pembangunan jalan tol Cisumdawu dan Cikapa, ditambah keberadaan pelabuhan Cirebon, tidak membuat Utje latah menjadikan Kuningan sebagai kawasan industri.
Justru Utje melihat kondisi tersebut sebagai peluang bagus untuk pariwisata Kabupaten Kuningan dengan tetap mempertahankan image sebagai daerah yang hijau, sejuk dan asri sehingga cocok sebagai tempat istirahat dan berekreasi. “Kami berkomitmen menjadikan potensi wisata Kabupaten Kuningan adalah yang terbaik di Jawa Barat. Untuk itu, kami telah mencanangkan tahun 2015 nanti sebagai tahun kunjungan wisata Kuningan (Kuningan Visit) sekaligus pembenahan fasilitas dan pengembangan objek wisata,” ujar Utje.
Hal tersebut juga didukung dengan potensi keragaman tradisi dan budaya masyarakat Kuningan yang dapat menjadi daya tarik wisatawan. Seperti upacara adat Seren Taun yang rutin dilaksanakan masyarakat adat Cigugur setiap tanggal 22 Rayagung yang selalu dihadiri tokoh adat nusantara hingga mancanegara atau tradisi Babarit yang kini telah menjadi agenda rutin setiap peringatan Hari Jadi Kabupaten Kuningan pada tanggal 1 September.
Di bidang infrastruktur, Pemerintah Kabupaten Kuningan terus melakukan pembenahan dan pembangunan berbagai sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
Mohamad Taufik
Meski tergolong baru seumur jagung, namun kerja keras pemerintahan pasangan Utama (Utje-Acep Purnama) ini ternyata cukup memberi warna perubahan pada pembangunan Kuningan hingga membuahkan sejumlah prestasi dan penghargaan. onsep pembangunan pemerintahan Utje-Acep selama lima tahun telah termaktub dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kuningan 2014-2018 dengan mengusung visi Kuningan Mandiri, Agamis, dan Sejahtera (MAS) tahun 2018.
Mandiri berarti suatu keadaan dan kemampuan masyarakat dalam perekonomian rakyat fokus pada ketahanan pangan, pengelolaan, dan pengembangan sumber daya alam daerah serta partisipasi masyarakat dalam pembangunan; Agamis bermakna nilai-nilai agama sebagai pedoman kehidupan bermasyarakat yang kondusif, toleran, harmonis dan religius dan Sejahtera yang artinya peningkatan kesejahteraan berupa pemerataan pembangunan di semua pelosok wilayah, kesempatan berusaha dan bekerja, perlindungan masyarakat miskin dan kesetaraan gender.
Posisi Utje sebagai bupati perempuan menjadi langkah strategis untuk mem perjuangkan hak-hak perempuan dalam segala bidang. Kebijakannya yang tak ragu menyertakan pengarusutamaan gender dalam setiap program pembangunan, ternyata mendapat respon positif dari Presiden RI terdahulu dengan memberikan penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya atas penilaian pengarusutamaan gender (PUG), pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak pada kebijakan pemerintahan pada saat Utje baru satu bulan menjabat bupati.
Dengan terbentuknya kelompok kerja pengarusutamaan gender, lanjut Utje, diharapkan akan ada penguatan kelembagaan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2P2A) sebagai wadah pelayanan bagi perempuan dan anak untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
“Salah satu langkah konkretnya adalah akan dibangunnya rumah singgah bagi perempuan korban kekerasan dan anak-anak telantar di Kabupaten Kuningan. Ditargetkan tahun 2015 rumah singgah tersebut bisa terealisasi,” ujar Utje.
Di bidang sosial, baru-baru ini Utje menggagas penanganan masalah kerawanan sosial yang meliputi pengemis, gelandangan, dan orang telantar (PGOT), serta psikotik jalanan dengan menggandeng 18 kota dan kabupaten perbatasan Jawa Barat-Jawa Tengah.
Komitmen yang terjalin pada bulan Oktober lalu tersebut membahas tentang kesepakatan bersama dalam upaya mewujudkan ketenteraman dan ketertiban umum pada wilayah perbatasan Jawa Barat bagian timur dan Jawa Tengah bagian barat. Komitmen Kabupaten Kuningan sebagai Kabupaten Konservasi yang digagas bupati sebelumnya juga masih dipegang teguh bupati Utje.
Pada peringatan Hari Menanam Nasional 27 November lalu, dia menggandeng seluruh instansi pemerintah dan swasta serta berbagai komponen masyarakat untuk menandatangani deklarasi “Kuningan Zero Lahan Kritis pada 2018”. Upaya tersebut, kata Utje, akan menjadi solusi terhadap keberadaan lahan kritis di Kabupaten Kuningan yang tahun 2014 ini tersisa 1.381,51 hektare.
Caranya dengan menggerakkan seluruh elemen masyarakat untuk turut serta melakukan penghijauan terhadap lahan-lahan gundul secara bertahap dan kontinyu sehingga ditargetkan tak ada lagi lahan kritis pada empat tahun mendatang.
“Program zerolahan kritis ini bukan berarti larangan terhadap kegiatan pemanfaatan hasil hutan, melainkan mengajak masyarakat untuk bijak. Ketika terjadi penebangan pohon sebagai pemanfaatan hasil hutan, maka di lokasi tersebut juga wajib dilakukan penanaman sebagai penggantinya. Dengan demikian kelestarian hutan akan tetap terjaga,” ujar Utje.
Selain itu, pembangunan Kebun Raya Kuningan seluas 153 hektare di Desa Padabeunghar, Kecamatan Pasawahan, yang rencananya akan dibuka untuk umum awal 2015 nanti. Kawasan hutan lindung tersebut didesain mempunyai sembilan zona koleksi tanaman baik endemik yang tumbuh di Indonesia maupun dunia. Sehingga diharapkan keberadaan kebun raya ini akan menjadi yang terbesar di Indonesia.
Pemanfaatan potensi wisata menjadi salah satu modal besar untuk mewujudkan visi tersebut. Pesatnya pembangunan di sejumlah daerah yang berdekatan dengan Kuningan seperti Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Desa Kertajati, Kabupaten Majalengka, serta pembangunan jalan tol Cisumdawu dan Cikapa, ditambah keberadaan pelabuhan Cirebon, tidak membuat Utje latah menjadikan Kuningan sebagai kawasan industri.
Justru Utje melihat kondisi tersebut sebagai peluang bagus untuk pariwisata Kabupaten Kuningan dengan tetap mempertahankan image sebagai daerah yang hijau, sejuk dan asri sehingga cocok sebagai tempat istirahat dan berekreasi. “Kami berkomitmen menjadikan potensi wisata Kabupaten Kuningan adalah yang terbaik di Jawa Barat. Untuk itu, kami telah mencanangkan tahun 2015 nanti sebagai tahun kunjungan wisata Kuningan (Kuningan Visit) sekaligus pembenahan fasilitas dan pengembangan objek wisata,” ujar Utje.
Hal tersebut juga didukung dengan potensi keragaman tradisi dan budaya masyarakat Kuningan yang dapat menjadi daya tarik wisatawan. Seperti upacara adat Seren Taun yang rutin dilaksanakan masyarakat adat Cigugur setiap tanggal 22 Rayagung yang selalu dihadiri tokoh adat nusantara hingga mancanegara atau tradisi Babarit yang kini telah menjadi agenda rutin setiap peringatan Hari Jadi Kabupaten Kuningan pada tanggal 1 September.
Di bidang infrastruktur, Pemerintah Kabupaten Kuningan terus melakukan pembenahan dan pembangunan berbagai sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
Mohamad Taufik
(ftr)