Mulai dari Hobi, Gengsi, hingga Style

Minggu, 14 Desember 2014 - 12:52 WIB
Mulai dari Hobi, Gengsi, hingga Style
Mulai dari Hobi, Gengsi, hingga Style
A A A
BAGI kalangan tertentu, memakai jam bukan sekadar penunjuk waktu atau penunjuk kelas sosial, melainkan lebih kepada hobi.

Karena itu, tidak jarang seseorang yang hobi mengoleksi jam tangan tidak melihat harga dan merek. Musa Idishah, misalnya. Salah seorang kolektor jam tangan di Kota Medan ini hingga kini masih terus memburu jam tangan. Baginya, selama suka dan bisa terjangkau dengan uang di kantong, akan dibeli.

Uniknya, meski koleksinya sudah cukup banyak, dia tidak memiliki satu merek atau bentuk khusus. Pria yang kerap disapa Dody ini mulai mengoleksi jam tangan saat kuliah di Selandia Baru pada 1994-1995. Setiap membeli jam tangan, dia tidak melihat merek, bentuk, warna, dan harga. Tidak harus selalu mahal, yang murah pun pasti akan dibelinya jika dia suka.

“Jam itu unik. Macam-macam hal dari jam yang buat orang tertarik entah itu modelnya, warna, teknologi, dan merek. Pasti orang suka dengan salah satu dari keunikan jam itu. Tapi saya suka dengan semuanya. Cukup disesuaikan saja kondisi hati mau bagaimana tanpa lihat bentuk, merek, warna dan lainnya,” katanya kepada KORAN SINDO MEDAN barubaru ini.

Memang sesuai fungsinya, jam merupakan penunjuk waktu. Jika ada yang fanatik, tentu sudah berkaitan dengan kesenangan. Tetapi bagi Dody, mengoleksi jam tidak sebatas itu, tapi juga bisa sebagai investasi terlebih jika mendapatkan jam yang limited edition, meskipun bukan satu merek terkenal.

“Kalau modelnya tepat dan terbatas, jam bisa jadi investasi tanpa melihat apakah itu merek terkenal. Selain itu, jam bisa diturunkan kepada anak atau lainnya karena biasanya style jam tidak akan jauh berbeda dari tahun ke tahun,” ujarnya. Dia mengatakan, investasi karena biasanya jam memiliki nilai lebih bagi pemakainya.

Entah itu berkaitan dengan tahun pembuatan atau bentuknya yang unik sehingga membuat orang tertarik, terlebih pengolektor jam tangan. Belum lagi jika bicara bentuk dan warna, terutama teknologinya, bisa membuat orang menawar dengan harga tinggi. Ditambah, produksi jam terbatas yang hanya bisa dimiliki beberapa orang.

“Jadi kalau sebelumnya si orang tersebut tidak mendapatkan jam tangan tertentu karena kehabisan, tentu pemiliknya menawarkan dengan harga tinggi. Karena itu, saya sebut bisa dijadikan investasi,” ucapnya. Namun yang terpenting, membeli jam dengan merek tertentu atau harga berapa pun tidak menjadi ajang pamer baginya. Sebab, semua miliknya dibeli berdasarkan tujuan yang akan dituju.

Karenanya, tidak mengherankan jika dia pergi ke mana pun, jamnya disesuaikan dengan kondisi lokasi tersebut. “Saya sesuaikan saja kalau mau memancing pakai jam yang mana. Begitu juga jika berburu tentu lain lagi jam tangannya. Semuanya disesuaikan dengan lokasi dituju tanpa maksud mau pamer atau apapun,” ucap pria kelahiran Medan ini.

Untuk menambah koleksi jam, dia pernah membeli hingga Australia dan paling sering ke Selandia Baru. Tidak jarang juga di kawasan Asia. Namun, meski memiliki akses hingga ke luar negeri, dia tidak pernah memaksakan diri untuk membeli. “Seperti yang saya sebutkan tadi, beli berdasarkan kondisi keuangan saja. Kalau bentuk dan warnanya suka, tapi uang tak cukup, untuk apa dipaksakan beli? Jadi semuanya disesuaikan saja, tidak perlu memaksa,” katanya.

Meski tidak tergabung dalam komunitas pengoleksi jam tangan, dia mengaku memiliki beberapa teman yang sering bertukar informasi mengenai kegemarannya. Ketika ditanya apakah ada orang berkeinginan menukar jam miliknya dengan sebuah benda lain, dipastikannya tidak ada. Pria yang berumur 39 tahun ini juga tidak suka saling bertukar jam tangan dengan temannya, meskipun sangat disukainya. Sebab, setiap barang yang dimiliki diusahakan sekali tidak ditukar dengan yang lain.

“Saya tidak suka menukar barang dengan barang apa pun, walaupun saya suka. Kecuali untuk kasus-kasus tertentu, misalnya saya sudah punya dua, jadi saya pakai satu saja dan ditukarkan dengan lainnya,” pungkasnya.

Demi Gengsi dan Tampil Rapi

Namun, lain halnya bagi Pengacara Aminuddin Harahap. Bagi dia, jam tangan bukan hanya sebagai alat untuk mengetahui waktu. Lebih dari itu, jam tangan dipakai juga untuk gengsi di kalangan sesama profesi. Menurut sang advokat, dengan menggunakan jam tangan bermerek ternama, juga akan menambah daya tawar, baik di hadapan rekan-rekannya maupun klien.

“Saya mengoleksi beberapa jam tangan yang menurut saya lumayan baguslah. Di antaranya Rolex. Jam tangan ini merupakan salah satu yang paling saya sukai untuk memakainya,” kata Aminuddin sembari menunjukkan jam cokelat di tangannya kepada KORAN SINDO MEDAN . Aminuddin mengaku membeli jamnya tersebut seharga Rp1,9 juta di Jakarta awal tahun lalu. Meski harganya tergolong mahal, demi gengsi, dia tetap membelinya.

Bahkan, dia punya koleksi enam jam tangan dengan harga di atas satu jutaan. Aminuddin pun sudah memiliki langganan untuk membeli jam tangan. Dia sengaja memilih tempat khusus karena sekarang banyak jam tangan dengan merek dan bentuk yang sama, tetapi palsu. Tidak ingin tertipu, Aminuddin memilih berlangganan dengan penjual jam tangan di Jakarta. “Jadi kalau ke Jakarta nanti langsung ke tokonya, lihat-lihat mana yang baru, kalau cocok ya langsung ambil,” paparnya.

Untuk memilih jam tangan ini, kata Aminuddin, dia selalu mengutamakan kualitas. Harga merupakan yang kedua baginya. “Masa kita pakai yang palsu, kan harus jaga image juga di depan klien. Jangan sampai kita kalah gaya dibandingkan klien kita,” kata pria 42 tahun ini sambil tertawa. M Budianto, pria yang juga berprofesi sebagai pengacara, memiliki hobi yang sama untuk mengoleksi jam tangan. Budi, sapaan akrabnya, juga menilai jam tangan bukan hanya untuk mengetahui waktu.

Di balik itu, pria 48 tahun ini juga membeli jam tangan dengan harga cukup mahal dengan tujuan untuk tampil beda. Bahkan Budi menyatakan, dia memiliki jam tangan dengan harga mencapai Rp5 jutaan bermerek Swiss Army. Jam tangan ini dibeli Budi untuk bisa tampil beda dengan pencinta jam tangan lainnya.

Budi mengaku tidak segan merogoh koceknya dalam-dalam jika yang dibeli itu membuatnya merasa puas. Dia sendiri memiliki lima jam dengan harga Rp5 jutaan dan lima jam dengan harga Rp1 jutaan. “Memang jam tangan itu harganya tidak ada batasan. Bahkan, mungkin yang saya pakai ini masih masuk dalam golongan murah. Ada lagi orang yang membelinya puluhan, bahkan sampai ratusan juta untuk satu jam tangan.

Jadi itu bukan mau menghambur-hamburkan, menilainya jangan seperti itu. Ini hanya kepuasan kita, di mana bisa memiliki jam tangan yang mungkin belum banyak dipakai orang. Saya sendiri sangat senang memakai jam tangan,” kata Budi.

Sementara itu, Chandra, seorang yang juga berprofesi sebagai jaksa, menilai memakai jam tangan bisa untuk tampil lebih rapi. Dia mengaku tidak mau begitu mengejar jam-jam bermerek dengan harga jutaan rupiah. Bagi Chandra, jam tangan tersebut enak dipandang mata dan nyaman dipakai sudah cukup.

“Saya memang suka pakai jam jangan. Kan lihat sendiri setiap hari saya pakai jam, ya bukan untuk gagah-gagahan. Hanya untuk tampil rapi saja dan kita bisa mengetahui waktu,” katanya. Soal merek jam tangan yang dia miliki, Chandra menyatakan, dia memiliki beberapa merek jam, seperti Seikon dan Alba. Soal harga, Chandra pun tidak mau membeberkannya.

Dengan tersenyum, dia menyatakan jam tangan yang dipakainya itu harganya biasa saja. “Nggak sampai juta-jutaanlah. Dari mana uangnya untuk beli segitu ,” katanya sambil tertawa.

Jelia amelida/ Panggabean hasibuan
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6636 seconds (0.1#10.140)