Agar Rezeki Lancar, Pria Ini Lakukan Ritual Ekstrem

Kamis, 11 Desember 2014 - 04:02 WIB
Agar Rezeki Lancar,...
Agar Rezeki Lancar, Pria Ini Lakukan Ritual Ekstrem
A A A
KARANGANYAR - Sutarto (55), warga Kabaksari RT 005/RW 002, Desa Kebak, Kecamatan Kebakramat, Karanganyar, Jawa Tengah, melakukan ritual yang tak lazim di zaman sekarang.

Pria beranak dua ini melakukan ritual topo ngluweng atau topo pendem (bertapa dengan memendamkan diri di dalam tanah). Dia bertapa selama lima hari sejak Jumat (5/12) lalu.

Sebelum bertapa, Sutarto menyiapkan lubang galian dengan panjang 1,5 meter, lebar 1 meter, dan kedalaman 2 meter.

Sedangkan di atasnya diberi terpal guna melindungi dari terik matahari dan hujan. Ritual dimulai Jumat Pon pukul 18.00 WIB dan selesai Selasa (9/12) jam 18.00 WIB.

“Di dalam rasanya gerah. Tidur paling dua jam terus bangun lagi,” kata Sutarto, Rabu (10/12/2014). Ritual topo pendem dilakukan untuk mendoakan agar anak cucunya dimudahkan dalam mencari rezeki.

Sebelum memulai tirakat (puasa), ia hanya makan sebutir telur rebus sebagai kekuatan tubuh. Setelah itu, pada hari senin dirinya meminum air botol dan sebutir telur rebus.

Pasokan makanan dikirim melalui lubang pralon di sudut kanan galian. Lubang itu sekaligus untuk ventilasi udara selama berdiam diri di dalam tanah. Sebab di atas liang juga diberi papan yang selanjutnya ditutup tanah.

Sebenarnya, dia siap melakukan ritual sampai delapan hari. Namun, diminta keluarganya untuk mengakhiri di hari kelima. Ritual topo pendem telah dilakukannya dua kali ini. Pria bercucu dua ini juga sering naik ke Gunung Lawu. Ritual ini dilakukan atas inisiatif sendiri. Dirinya juga tidak ikut aliran tertentu.

Pujo Suwarno (40), salah satu kerabat Sutarto, mengatakan ketika penutup galian dibuka kondisi Sutarto masih nampak bugar. Namun, karena ada banyak orang, jadi keluarga mengapitnya agar tidak jatuh.

Pihak keluarga sebetulnya tidak mengizinkan Sutarto melakukan ritual yang dapat membahayakan dirinya. “Kesehatannya masih bagus. Kondisinya bugar saat dibuka. Kami sebetulnya tidak setuju, tapi Si Mbah (Sutarto) memang orangnya maksa,” jelas Pujo.

Kegiatan itu diakui sempat menimbulkan pro kontra di kalangan warga. Namun diharapkan semua dapat saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

“Memang ada yang mengatakan zaman modern kok masih seperti itu. Ada juga yang mengapresiasi. Tapi sebaiknya semua saling bertoleransi dan menghormati,” tegasnya.
(lis)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0333 seconds (0.1#10.140)