Dakri Bermimpi Semedo Ditetapkan Jadi Museum Purba
A
A
A
SLAWI - Penemuan fosil dua gigi Kingkong setinggi 3 meter yang dipercaya pernah hidup di Pulau Jawa sekitar satu juta tahun lalu di Situs Semedo, Desa Semedo, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal semakin mengukuhkan bila kawasan pantura barat tersebut pernah dihuni makhluk purba.
Tak hanya fosil manusia purba, beragam fosil binatang langka yang hidup pada zaman purba juga ditemukan di situs tersebut. Sayang, hingga saat ini Situs Semedo belum dijadikan museum purba seperti Museum Sangiran dan Manyarejo di Sragen. Padahal, fosil-fosil purba yang ditemukan di Situs Semedo dinilai jauh lebih lengkap dibandingkan di Sangiran.
Petugas pemandu Situs Semedo, Tanti Asih berharap setelah ditetapkan sebagai Situs Manusia Purba, rencana membangun museum seperti halnya di areal Situs Manusia Sangiran bisa segera terwujud. “Mimpi Pak Dakri dari dulu agar di Semedo bisa dibuat museum seperti Sangiran,” ucap putri Dakri itu kemarin.
Keinginan itu diamini Dakri yang juga memiliki keahlian memahat kayu dan membuat wayang. “Walaupun situs ini terakhir (muncul) di Pulau Jawa, tapi di sini mewakili, temuannya lengkap. Berdasarkan identifikasi Balai Arkeologi ini situs yang temuannya paling lengkap. Dari gajah mastodon, haena, macan, serigala, ada,” tandasnya.
Dakri merupakan penemu pertama fosil gigi kingkong yang mengejutkan para peneliti itu. Warga RT 05 RW 02 Desa Semedo itu menemukannya suatu hari di bulan Juli sekitar pukul 10.00 WIB.
Saat itu pria yang sudah jadi pelestari Situs Semedo sejak 2005 hanya berniat untuk jalan-jalan di sekitar areal situs yang berupa hutan jati dan perbukitan, tepatnya di petak 33 yang biasa disebut warga setempat sebagai Bruk Blendung. Jarak lokasi itu sekitar 3 km dari rumah Dakri.
“Saat itu habis hujan. Saya melihatnya di tepi sungai, mungkin karena tanahnya terkikis air jadi kelihatan,” ujar Dakri. Sempat terkejut, insting Dakri meyakini fosil tersebut adalah bukan fosil manusia purba. Namun fosil hewan raksasa yang menyerupai manusia. Sebab ukurannya tak seperti ukuran gigi manusia.
“Panjangnya sekitar 2 sentimeter, ketebalan 16 mili. Saya yakin itu bukan fosil manusia tapi sebangsa manusia. Apa gorila atau kingkong raksasa,” katanya. Dakri menceritakan, fosil gigi raksasa yang ditemukan itu sebenarnya ada tiga. Satu fosil gigi copot dari rahang karena Dakri terpeleset dan terjatuh saat tengah membawanya pulang ke rumah.
“Setelah saya ambil hujan besar makanya saya bawa lari, sempat terjatuh dan giginya jatuh satu. Tidak sempat diambil lagi. Besoknya lagi juga hujan, jadi kemungkinan sudah hilang,” kata dia.
Setelah penemuan itu, Dakri yang rumahnya dijadikan Pondok Informasi Situs Semedo lalu melaporkannya ke Balai Arkeologi Yogyakarta. Tanggal 21 Juli, dua orang dari Balai Arkeologi, yakni Sofwan Nurwidi dan Siswanto datang ke Semedo dan melihat-lihat fosil yang ditemukan.
Beberapa hari kemudian, giliran peneliti dari Museum Manusia Purba Sangiran datang dan membawa fosil tersebut ke Sangiran untuk diteliti lebih lanjut. Hingga akhirnya dipastikan fosil adalah milik spesies Gigantopithecus blacki atau kera raksasa yang tingginya mencapai tiga meter.
Temuan ini juga disebut yang pertama di Indonesia. Spesies Gigantopithecus sebelumnya dipercaya hanya tersebar di Tiongkok, Asia Selatan, dan wilayah Vietnam yang dekat dengan Tiongkok.
“Tidak pernah mengira di Situs Semedo ada fosil hewan gorila raksasa. Sebelumnya yang saya temukan fosil hewan purba yang aneh-aneh itu haina. Kenapa aneh karena itu adanya di Afrika,” papar Dakri.
Farid Firdaus
Tak hanya fosil manusia purba, beragam fosil binatang langka yang hidup pada zaman purba juga ditemukan di situs tersebut. Sayang, hingga saat ini Situs Semedo belum dijadikan museum purba seperti Museum Sangiran dan Manyarejo di Sragen. Padahal, fosil-fosil purba yang ditemukan di Situs Semedo dinilai jauh lebih lengkap dibandingkan di Sangiran.
Petugas pemandu Situs Semedo, Tanti Asih berharap setelah ditetapkan sebagai Situs Manusia Purba, rencana membangun museum seperti halnya di areal Situs Manusia Sangiran bisa segera terwujud. “Mimpi Pak Dakri dari dulu agar di Semedo bisa dibuat museum seperti Sangiran,” ucap putri Dakri itu kemarin.
Keinginan itu diamini Dakri yang juga memiliki keahlian memahat kayu dan membuat wayang. “Walaupun situs ini terakhir (muncul) di Pulau Jawa, tapi di sini mewakili, temuannya lengkap. Berdasarkan identifikasi Balai Arkeologi ini situs yang temuannya paling lengkap. Dari gajah mastodon, haena, macan, serigala, ada,” tandasnya.
Dakri merupakan penemu pertama fosil gigi kingkong yang mengejutkan para peneliti itu. Warga RT 05 RW 02 Desa Semedo itu menemukannya suatu hari di bulan Juli sekitar pukul 10.00 WIB.
Saat itu pria yang sudah jadi pelestari Situs Semedo sejak 2005 hanya berniat untuk jalan-jalan di sekitar areal situs yang berupa hutan jati dan perbukitan, tepatnya di petak 33 yang biasa disebut warga setempat sebagai Bruk Blendung. Jarak lokasi itu sekitar 3 km dari rumah Dakri.
“Saat itu habis hujan. Saya melihatnya di tepi sungai, mungkin karena tanahnya terkikis air jadi kelihatan,” ujar Dakri. Sempat terkejut, insting Dakri meyakini fosil tersebut adalah bukan fosil manusia purba. Namun fosil hewan raksasa yang menyerupai manusia. Sebab ukurannya tak seperti ukuran gigi manusia.
“Panjangnya sekitar 2 sentimeter, ketebalan 16 mili. Saya yakin itu bukan fosil manusia tapi sebangsa manusia. Apa gorila atau kingkong raksasa,” katanya. Dakri menceritakan, fosil gigi raksasa yang ditemukan itu sebenarnya ada tiga. Satu fosil gigi copot dari rahang karena Dakri terpeleset dan terjatuh saat tengah membawanya pulang ke rumah.
“Setelah saya ambil hujan besar makanya saya bawa lari, sempat terjatuh dan giginya jatuh satu. Tidak sempat diambil lagi. Besoknya lagi juga hujan, jadi kemungkinan sudah hilang,” kata dia.
Setelah penemuan itu, Dakri yang rumahnya dijadikan Pondok Informasi Situs Semedo lalu melaporkannya ke Balai Arkeologi Yogyakarta. Tanggal 21 Juli, dua orang dari Balai Arkeologi, yakni Sofwan Nurwidi dan Siswanto datang ke Semedo dan melihat-lihat fosil yang ditemukan.
Beberapa hari kemudian, giliran peneliti dari Museum Manusia Purba Sangiran datang dan membawa fosil tersebut ke Sangiran untuk diteliti lebih lanjut. Hingga akhirnya dipastikan fosil adalah milik spesies Gigantopithecus blacki atau kera raksasa yang tingginya mencapai tiga meter.
Temuan ini juga disebut yang pertama di Indonesia. Spesies Gigantopithecus sebelumnya dipercaya hanya tersebar di Tiongkok, Asia Selatan, dan wilayah Vietnam yang dekat dengan Tiongkok.
“Tidak pernah mengira di Situs Semedo ada fosil hewan gorila raksasa. Sebelumnya yang saya temukan fosil hewan purba yang aneh-aneh itu haina. Kenapa aneh karena itu adanya di Afrika,” papar Dakri.
Farid Firdaus
(ftr)