Guru Honorer Tuntut Hibah Rp62 M
A
A
A
BANDUNG - Ratusan guru honorer yang tergabung dalam Forum Komunikasi Guru Honorer (FKGH) Kota Bandung menuntut pemerintah segera mencairkan dana hibah.
Mereka menganggap selama ini Pem kot Bandung mempersulit pencairan dana hibah untuk 20,047 guru honorer di kota ini. Ketua FKGH Yanyan Herdiyan mengatakan, terjadi kesalahan interpretasi jajaran pemkot terhadap Peraturan Wali Kota Bandung No 825 Tahun 2013 Pasal 6 ayat (8) yang mengatur tentang besaran jumlah dana hibah hanya Rp50 juta.
Padahal, pada ayat (9) pasal yang sama membolehkan pemberian hibah di atas Rp50 juta asal sudah menjadi program pemerintah. “Pemberian hibah untuk insentif guru honorer atau yang lebih dikenal dengan istilah tunda telah menjadi program pemerintah sajak tiga tahun yang lalu,” ungkap Yanyan saat unjuk rasa di pelataran Balai Kota Bandung kemarin.
Selain itu, kata Yanyan, pemkot pun mempermasalahkan jumlah data guru honorer di database FKGH karena dianggap terlalu besar. Padahal, jumlah tersebut merupakan hasil verifikasi dalam kurun waktu hampir satu tahun dengan menggunakan standar dan instrumen verifikasi ketat.
Dimulai dari seleksi administratif berupa surat keputusan (SK) awal dan akhir, jad wal/SK tugas mengajar, surat pertanggungjawaban mutlak kepala sekolah, dan pakta integritas dari masing-masing guru. “Hal ini juga dilakukan verifikasi lapangan. Penambahan jumlah guru di lapangan, bukan menjadi tanggung jawab FKGH melainkan dinas terkait. Saat ini FKGH hanya mem perjuangkan nasib mereka,” ujarnya.
FKGH juga berharap Pemkot Ban dung memberikan insentif guru honorer sesuai dengan upah minimum kota (UMK) setiap bulannya dan menghapuskan segala bentuk perlakuan diskriminatif terhadap guru honorer. Pihaknya pun meminta Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mencabut pernyataan-pernyataannya di media sosial yang di nilai telah menyudutkan FKGH dan menyampaikan permohonan maaf secara terbuka.
Sementara itu, Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, membantah telah mempersulit proses pencairan dana hibah untuk guru honorer. Pemkot justru berpihak kepada guru honorer. “Faktanya tidak semua kota itu guru honorernya mendapat dana tunjangan. Pemkot Bandung ini memberikan alokasi sebesar Rp62 miliar untuk tunjangan guru honorer,” ucapnya.
Namun, lanjut Emil, validitas data jumlah guru honorer penerima dana hibah masih dipertanyakan. Pada 2013 jumlah guru honorer penerima hibah sebanyak 19.677. Kemudian karena saat ini ada sekitar 800 guru honorer yang lulus menjadi PNS jumlahnya menjadi sekitar 18.500.
“Tapi data dari mereka (FKGH) menjadi 20.407. Berarti ada orang yang seharusnya tidak berhak, tapi masuk data. Jadi pemkot tidak mau mencairkan kepada yang tidak berhak. Kalau ada apa-apa yang kena perkaranya kan kami,” ujarnya.
Berkaca pada tahun lalu saja banyak data dari guru honorer yang tidak valid, mulai dari data ganda hingga kesalahan lainnya. “Gara-gara datanya salah harus mengembalikan Rp1,8 miliar. Masa kami harus mengulangi kelasahan yang sama. Makanya kami minta data yang betul,” ucap Emil.
Disinggung adanya tun tutan dari FKGH untuk mencair kan terlebih dahulu dana hibah dan proses pembagiannya akan di lakukan oleh FKGH, dia mengaku tidak bisa melakukan hal tersebut karena cara itu dinilai keliru.
“Jadi tuntutan itu tidak punya dasar hukum. Kalau uangnya diserahkan terus dikelola, pertangungg jawabannya bagaimana? Bagaimana kalau ditunggangi oleh orang yang tidak bertanggung jawab? Jadi harus by name by address,” ujarnya.
Meski begitu, pihaknya berjanji segera mencairkan dana hibah tersebut jika para guru honorer mau menggunakan data pada 2013 karena data tersebut telah diperika oleh Inspektorat sehingga dapat dipercaya.
“Data guru honorer di luar yang tahun lalu, itu yang menjadi perdebatan. Jika mau menggunakan data tahun lalu, setelah tanda tangan dalam tujuh hari juga akan cair. Kalau mau tanda tangan sesuai data tahun lalu, ya clear,” pungkas Emil.
Anne Rufaidah/ Mochamad Solehudin
Mereka menganggap selama ini Pem kot Bandung mempersulit pencairan dana hibah untuk 20,047 guru honorer di kota ini. Ketua FKGH Yanyan Herdiyan mengatakan, terjadi kesalahan interpretasi jajaran pemkot terhadap Peraturan Wali Kota Bandung No 825 Tahun 2013 Pasal 6 ayat (8) yang mengatur tentang besaran jumlah dana hibah hanya Rp50 juta.
Padahal, pada ayat (9) pasal yang sama membolehkan pemberian hibah di atas Rp50 juta asal sudah menjadi program pemerintah. “Pemberian hibah untuk insentif guru honorer atau yang lebih dikenal dengan istilah tunda telah menjadi program pemerintah sajak tiga tahun yang lalu,” ungkap Yanyan saat unjuk rasa di pelataran Balai Kota Bandung kemarin.
Selain itu, kata Yanyan, pemkot pun mempermasalahkan jumlah data guru honorer di database FKGH karena dianggap terlalu besar. Padahal, jumlah tersebut merupakan hasil verifikasi dalam kurun waktu hampir satu tahun dengan menggunakan standar dan instrumen verifikasi ketat.
Dimulai dari seleksi administratif berupa surat keputusan (SK) awal dan akhir, jad wal/SK tugas mengajar, surat pertanggungjawaban mutlak kepala sekolah, dan pakta integritas dari masing-masing guru. “Hal ini juga dilakukan verifikasi lapangan. Penambahan jumlah guru di lapangan, bukan menjadi tanggung jawab FKGH melainkan dinas terkait. Saat ini FKGH hanya mem perjuangkan nasib mereka,” ujarnya.
FKGH juga berharap Pemkot Ban dung memberikan insentif guru honorer sesuai dengan upah minimum kota (UMK) setiap bulannya dan menghapuskan segala bentuk perlakuan diskriminatif terhadap guru honorer. Pihaknya pun meminta Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mencabut pernyataan-pernyataannya di media sosial yang di nilai telah menyudutkan FKGH dan menyampaikan permohonan maaf secara terbuka.
Sementara itu, Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, membantah telah mempersulit proses pencairan dana hibah untuk guru honorer. Pemkot justru berpihak kepada guru honorer. “Faktanya tidak semua kota itu guru honorernya mendapat dana tunjangan. Pemkot Bandung ini memberikan alokasi sebesar Rp62 miliar untuk tunjangan guru honorer,” ucapnya.
Namun, lanjut Emil, validitas data jumlah guru honorer penerima dana hibah masih dipertanyakan. Pada 2013 jumlah guru honorer penerima hibah sebanyak 19.677. Kemudian karena saat ini ada sekitar 800 guru honorer yang lulus menjadi PNS jumlahnya menjadi sekitar 18.500.
“Tapi data dari mereka (FKGH) menjadi 20.407. Berarti ada orang yang seharusnya tidak berhak, tapi masuk data. Jadi pemkot tidak mau mencairkan kepada yang tidak berhak. Kalau ada apa-apa yang kena perkaranya kan kami,” ujarnya.
Berkaca pada tahun lalu saja banyak data dari guru honorer yang tidak valid, mulai dari data ganda hingga kesalahan lainnya. “Gara-gara datanya salah harus mengembalikan Rp1,8 miliar. Masa kami harus mengulangi kelasahan yang sama. Makanya kami minta data yang betul,” ucap Emil.
Disinggung adanya tun tutan dari FKGH untuk mencair kan terlebih dahulu dana hibah dan proses pembagiannya akan di lakukan oleh FKGH, dia mengaku tidak bisa melakukan hal tersebut karena cara itu dinilai keliru.
“Jadi tuntutan itu tidak punya dasar hukum. Kalau uangnya diserahkan terus dikelola, pertangungg jawabannya bagaimana? Bagaimana kalau ditunggangi oleh orang yang tidak bertanggung jawab? Jadi harus by name by address,” ujarnya.
Meski begitu, pihaknya berjanji segera mencairkan dana hibah tersebut jika para guru honorer mau menggunakan data pada 2013 karena data tersebut telah diperika oleh Inspektorat sehingga dapat dipercaya.
“Data guru honorer di luar yang tahun lalu, itu yang menjadi perdebatan. Jika mau menggunakan data tahun lalu, setelah tanda tangan dalam tujuh hari juga akan cair. Kalau mau tanda tangan sesuai data tahun lalu, ya clear,” pungkas Emil.
Anne Rufaidah/ Mochamad Solehudin
(ftr)