Tempat Belajar Kehidupan, Etika dan Moral
A
A
A
KUDUS - Wajahnya memerah saat mendengar obrolan seputar permainan politik dan keculasan ekonomi yang diperbincangkan tiga eksekutif muda tersebut. Dia pun langsung mencabut pistolnya dan menodongkan senpi itu ke kepala lelaki necis itu. Dia bertanya siapa sebenarnya lelaki necis itu.
Lelaki necis itu menjawab dia adalah seorang wakil direktur perusahaan bergerak dalam eksporimpor. Tak percaya, lelaki dekil itu memaksa membuka jati diri yang sebenarnya. Di bawah ancaman moncong pistol, lelaki necis itu akhirnya mengaku jika dia sebenarnya adalah seorang kiai. Dia berpakaian necis mengelabui orang-orang demi keuntungan ekonomi dan politis.
“Dunia ini memang menipu. Pakaian bisa menjadi alat untuk itu,” kata lelaki dekil yang diperankan Mohammad Hidayatullah, pelajar SMA 1 Kudus dalam lakon teater berjudul Pakaian dan Kepalsuan, Minggu (30/11) malam. Pakaian dan kepalsuan merupakan pemenang final Festival Teater Pelajar 2014 yang digelar di GOR Djarum Kaliputu, Kudus.
Namun Pakaian dan Kepalsuan bukan satu-satunya lakon yang dimainkan malam itu. Sebab ada juga lakon berjudul Pagi Bening , Titik-titik Hitam , dan Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya, SMA 1 Gebog dan lainnya semuanya dipentaskan oleh para pelajar SMA/sederajat di Kudus.
“Kami memang sengaja melibatkan para pelajar. Karena teater merupakan salah satu media membangun karakter manusia, dengan berteater kita belajar bagaimana berkehidupan,” ujar Koordinator Teater Djarum, Oey Riwayat Slamet.
Festival Teater Pelajar ini memang hasil kerja sama Djarum Bakti Budaya dan Disdikpora Kudus. Tahun ini adalah gelaran ketujuh FTP. Panitia menggandeng sastrawan dan jurnalis Fajar Putu Arcana serta duo pegiat Teater Koma, yakni Nano Riantiarno dan Ratna Riantiarno. Sebelum para pelajar tampil di atas panggung, mereka terlebih dulu mengikuti workshop dari Nano Riantiarno.
Intinya bagaimana para pelajar itu bisa mempresentasikan sebuah nas kah di atas panggung. Termasuk bagaimana mengatur panggung, blocking , lighting , manajemen produksi, dan lainnya. “Dari sisi kualitas para pelajar di Kudus tidak kalah dengan yang ada di Jakarta atau kota lainnya,” ujarnya.
Menurut Nano, teater bisa digunakan untuk cermin kehidupan. Sebab di dalamnya mengangkat hal-hal yang terjadi dalam dunia manusia, mulai dari sisi baik manusia, keculasan, dan lainnya. “Kalau ketemu Anies Baswedan ingin katakan teater penting. Teater harus terus diangkat,” katanya.
Putu Fajar Arcana mengatakan teater mengajarkan tentang etika moral yang bisa menjadi pedoman hidup para pelajar. Pedoman itu akan sangat menentukan arah hidup yang bersangkutan, mulai dari pilihan profesi, pendamping hidup, cara hidup, dan lainnya.
Muhammad Oliez
Lelaki necis itu menjawab dia adalah seorang wakil direktur perusahaan bergerak dalam eksporimpor. Tak percaya, lelaki dekil itu memaksa membuka jati diri yang sebenarnya. Di bawah ancaman moncong pistol, lelaki necis itu akhirnya mengaku jika dia sebenarnya adalah seorang kiai. Dia berpakaian necis mengelabui orang-orang demi keuntungan ekonomi dan politis.
“Dunia ini memang menipu. Pakaian bisa menjadi alat untuk itu,” kata lelaki dekil yang diperankan Mohammad Hidayatullah, pelajar SMA 1 Kudus dalam lakon teater berjudul Pakaian dan Kepalsuan, Minggu (30/11) malam. Pakaian dan kepalsuan merupakan pemenang final Festival Teater Pelajar 2014 yang digelar di GOR Djarum Kaliputu, Kudus.
Namun Pakaian dan Kepalsuan bukan satu-satunya lakon yang dimainkan malam itu. Sebab ada juga lakon berjudul Pagi Bening , Titik-titik Hitam , dan Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya, SMA 1 Gebog dan lainnya semuanya dipentaskan oleh para pelajar SMA/sederajat di Kudus.
“Kami memang sengaja melibatkan para pelajar. Karena teater merupakan salah satu media membangun karakter manusia, dengan berteater kita belajar bagaimana berkehidupan,” ujar Koordinator Teater Djarum, Oey Riwayat Slamet.
Festival Teater Pelajar ini memang hasil kerja sama Djarum Bakti Budaya dan Disdikpora Kudus. Tahun ini adalah gelaran ketujuh FTP. Panitia menggandeng sastrawan dan jurnalis Fajar Putu Arcana serta duo pegiat Teater Koma, yakni Nano Riantiarno dan Ratna Riantiarno. Sebelum para pelajar tampil di atas panggung, mereka terlebih dulu mengikuti workshop dari Nano Riantiarno.
Intinya bagaimana para pelajar itu bisa mempresentasikan sebuah nas kah di atas panggung. Termasuk bagaimana mengatur panggung, blocking , lighting , manajemen produksi, dan lainnya. “Dari sisi kualitas para pelajar di Kudus tidak kalah dengan yang ada di Jakarta atau kota lainnya,” ujarnya.
Menurut Nano, teater bisa digunakan untuk cermin kehidupan. Sebab di dalamnya mengangkat hal-hal yang terjadi dalam dunia manusia, mulai dari sisi baik manusia, keculasan, dan lainnya. “Kalau ketemu Anies Baswedan ingin katakan teater penting. Teater harus terus diangkat,” katanya.
Putu Fajar Arcana mengatakan teater mengajarkan tentang etika moral yang bisa menjadi pedoman hidup para pelajar. Pedoman itu akan sangat menentukan arah hidup yang bersangkutan, mulai dari pilihan profesi, pendamping hidup, cara hidup, dan lainnya.
Muhammad Oliez
(ftr)