Polisi Pastikan Jumlah Korban Banyak
A
A
A
MEDAN - Kepolisian Resor Kota (Polresta) Medan memastikan jumlah korban kekerasan di rumah merangkap kantor CV Maju Jaya Jalan Angsa No 17 Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Medan Timur, akan bertambah banyak.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polresta Medan Komisaris Polisi (Kompol) Wahyu Bram mengatakan, dari keterangan yang sudah terdata dipastikan jumlah korban bertambah banyak. Apalagi melihat lamanya perusahaan penampung tenaga kerja itu beroperasi di Medan dan daerah lain di Sumatera Utara (Sumut).
“Jumlah korban saya pastikan akan bertambah banyak, tetapi untuk saat ini kami fokuskan dulu pada proses pemeriksaan saksi-saksi, termasuk mengambil sampel DNA korban bernama Cici,” katanya kepada KORAN SINDO MEDAN di kantornya, kemarin.
Pembongkaran kuburan untuk proses autopsi jasad Cici, 45, seorang pembantu rumah tangga (PRT) asal Bekasi, Jawa Barat, dilakukan di Kabupaten Karo, Sabtu (6/12) mendatang, sesuai jadwal dokter forensik. Selain itu, dokter juga mengambil sampel deoxyribo nucleic acid (DNA) korban.
Berdasarkan informasi yang diterima polisi , Cici tewas akibat kehabisan napas karena kepalanya dibenamkan ke air. Selain itu, tubuhnya dipukuli hingga babak belur. Tidak hanya disiksa secara fisik, Cici juga dipaksa memakan dedak (makanan hewan).
Menurut informasi, Cici diduga dianiaya Selasa (28/10) hingga meninggal pada Jumat (31/10). Jenazah Cici kemudian diangkut dengan mobil Toyota Kijang Innova BK 2474 I yang pelat nomor polisinya terdapat pin berlogo Polri dan dibuang ke semak-semak tak jauh dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabanjahe.
Belakangan jasad Cici ditemukan warga sebagai mayat tak dikenal dan dibumikan setelah sempat disimpan di Instalasi jenazah RSUD Kabanjahe. “Ini (autopsi dan pengambilan sampel DNA) dilakukan sebagai tindak lanjut dari pengungkapan dan penangkapan terhadap tersangka,” kata Bram.
Dalam kasus ini, polisi menetapkan pemilik rumah sekaligus pemilik CV Maju Jaya, Syamsul Anwar, 41, dan istrinya Rafika, 35, sebagai tersangka utama atas tewasnya Cici. Polisi juga menetapkan anak mereka, M Tariq Anwar, 28, serta tiga pekerja Kiki Andika, 34, Jahir, 29, Bahri, 31, dan sopir Ferry Syahputra, 37, sebagai tersangka.
Ketujuh tersangka dijerat dengan Undang-undang (UU) No 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Pasal 351 jo Pasal 170, Pasal 338, UU Nomor 23/2004 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) serta Pasal 221 tentang Penyembunyian Mayat.
Di tempat terpisah, Wakil Kepala Polresta (Wakapolresta) Medan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Hondawan Naibaho mengatakan, mereka menelusuri adanya dugaan keterlibatan oknum polisi yang sebagai tameng atas usaha penampungan PRT tersebut. “Sampai saat ini masih diselidiki, kalau nanti ada keterlibatan anggota akan ditindak tegas,” katanya.
Anggota Komisi B DPRD Sumut Aripay Tambunan menegaskan, peristiwa yang menimpa sejumlah perempuan PRT di Jalan Angsa Medan Timur sangat memprihatinkan. Selain mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas, Wali Kota Medan juga diminta mencopot Camat Medan Timur dan lurah setempat.
Mantan anggota DPRD Kota Medan dari daerah pemilihan Medan Timur ini menegaskan, kejadian tersebut merupakan indikasi kuat pengawasan tidak dilakukan aparat terhadap lingkungannya. Dia berpendapat jika ada pengawasan peristiwa memilukan itu tidak akan terjadi.
Di era teknologi informasi saat ini, akan sangat aneh jika aparatur pemerintah tidak mendapatkan informasi mengenai situasi lingkungannya dengan baik. “Artinya, mereka memang tidak kerja. Rumah itu sudah diketahui ada aktivitas penampungan orang untuk PRT ataupun TKI. Kalau memang diawasi, sudah pasti penyiksaan PRT diketahui sejak lama. Saya meyakini pengawasan tidak dilakukan. Ini menjadi perhatian Wali Kota Medan. Harus ada evaluasi, kalau perlu diganti,” katanya.
Komisi B DPRD Sumut akan berupaya menelusuri persoalan ini. Sebab meskipun kejadiannya di wilayah Kota Medan, korban-korbannya adalah perempuan asal provinsi lain di Pulau Jawa. Menurut Aripay, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumut harus membuka akses agar keluarga korban di Pulau Jawa bisa mengetahui persoalan ini.
“Saya minta Disnakertrans Sumut tidak lepas tangan. Harus ikut membantu karena kedatangan para pekerja dari Pulau Jawa ini ke Sumut juga semestinya terdata di Disnakertrans. Kalau tak ada juga datanya, berarti bidang ketenagakerjaan kita butuh perbaikan. Saya kira, buruknya pengawasan juga memengaruhi orang sesuka hati memperlakukan pekerja rumah tangganya,” ujarnya.
Terkait ada temuan ratusan kartu tanda penduduk (KTP) di rumah tersangka, menurut dia, harus mendapatkan atensi khusus gubernur dan wali kota Medan. Polisi perlu mendapatkan data yang konkret mengenai kebutuhan KTP itu digunakan tersangka yang saat ini dugaannya mengarah pada tindak pidana trafficking.
Frans Marbun/ Fakhrur Rozi
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polresta Medan Komisaris Polisi (Kompol) Wahyu Bram mengatakan, dari keterangan yang sudah terdata dipastikan jumlah korban bertambah banyak. Apalagi melihat lamanya perusahaan penampung tenaga kerja itu beroperasi di Medan dan daerah lain di Sumatera Utara (Sumut).
“Jumlah korban saya pastikan akan bertambah banyak, tetapi untuk saat ini kami fokuskan dulu pada proses pemeriksaan saksi-saksi, termasuk mengambil sampel DNA korban bernama Cici,” katanya kepada KORAN SINDO MEDAN di kantornya, kemarin.
Pembongkaran kuburan untuk proses autopsi jasad Cici, 45, seorang pembantu rumah tangga (PRT) asal Bekasi, Jawa Barat, dilakukan di Kabupaten Karo, Sabtu (6/12) mendatang, sesuai jadwal dokter forensik. Selain itu, dokter juga mengambil sampel deoxyribo nucleic acid (DNA) korban.
Berdasarkan informasi yang diterima polisi , Cici tewas akibat kehabisan napas karena kepalanya dibenamkan ke air. Selain itu, tubuhnya dipukuli hingga babak belur. Tidak hanya disiksa secara fisik, Cici juga dipaksa memakan dedak (makanan hewan).
Menurut informasi, Cici diduga dianiaya Selasa (28/10) hingga meninggal pada Jumat (31/10). Jenazah Cici kemudian diangkut dengan mobil Toyota Kijang Innova BK 2474 I yang pelat nomor polisinya terdapat pin berlogo Polri dan dibuang ke semak-semak tak jauh dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabanjahe.
Belakangan jasad Cici ditemukan warga sebagai mayat tak dikenal dan dibumikan setelah sempat disimpan di Instalasi jenazah RSUD Kabanjahe. “Ini (autopsi dan pengambilan sampel DNA) dilakukan sebagai tindak lanjut dari pengungkapan dan penangkapan terhadap tersangka,” kata Bram.
Dalam kasus ini, polisi menetapkan pemilik rumah sekaligus pemilik CV Maju Jaya, Syamsul Anwar, 41, dan istrinya Rafika, 35, sebagai tersangka utama atas tewasnya Cici. Polisi juga menetapkan anak mereka, M Tariq Anwar, 28, serta tiga pekerja Kiki Andika, 34, Jahir, 29, Bahri, 31, dan sopir Ferry Syahputra, 37, sebagai tersangka.
Ketujuh tersangka dijerat dengan Undang-undang (UU) No 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Pasal 351 jo Pasal 170, Pasal 338, UU Nomor 23/2004 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) serta Pasal 221 tentang Penyembunyian Mayat.
Di tempat terpisah, Wakil Kepala Polresta (Wakapolresta) Medan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Hondawan Naibaho mengatakan, mereka menelusuri adanya dugaan keterlibatan oknum polisi yang sebagai tameng atas usaha penampungan PRT tersebut. “Sampai saat ini masih diselidiki, kalau nanti ada keterlibatan anggota akan ditindak tegas,” katanya.
Anggota Komisi B DPRD Sumut Aripay Tambunan menegaskan, peristiwa yang menimpa sejumlah perempuan PRT di Jalan Angsa Medan Timur sangat memprihatinkan. Selain mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas, Wali Kota Medan juga diminta mencopot Camat Medan Timur dan lurah setempat.
Mantan anggota DPRD Kota Medan dari daerah pemilihan Medan Timur ini menegaskan, kejadian tersebut merupakan indikasi kuat pengawasan tidak dilakukan aparat terhadap lingkungannya. Dia berpendapat jika ada pengawasan peristiwa memilukan itu tidak akan terjadi.
Di era teknologi informasi saat ini, akan sangat aneh jika aparatur pemerintah tidak mendapatkan informasi mengenai situasi lingkungannya dengan baik. “Artinya, mereka memang tidak kerja. Rumah itu sudah diketahui ada aktivitas penampungan orang untuk PRT ataupun TKI. Kalau memang diawasi, sudah pasti penyiksaan PRT diketahui sejak lama. Saya meyakini pengawasan tidak dilakukan. Ini menjadi perhatian Wali Kota Medan. Harus ada evaluasi, kalau perlu diganti,” katanya.
Komisi B DPRD Sumut akan berupaya menelusuri persoalan ini. Sebab meskipun kejadiannya di wilayah Kota Medan, korban-korbannya adalah perempuan asal provinsi lain di Pulau Jawa. Menurut Aripay, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumut harus membuka akses agar keluarga korban di Pulau Jawa bisa mengetahui persoalan ini.
“Saya minta Disnakertrans Sumut tidak lepas tangan. Harus ikut membantu karena kedatangan para pekerja dari Pulau Jawa ini ke Sumut juga semestinya terdata di Disnakertrans. Kalau tak ada juga datanya, berarti bidang ketenagakerjaan kita butuh perbaikan. Saya kira, buruknya pengawasan juga memengaruhi orang sesuka hati memperlakukan pekerja rumah tangganya,” ujarnya.
Terkait ada temuan ratusan kartu tanda penduduk (KTP) di rumah tersangka, menurut dia, harus mendapatkan atensi khusus gubernur dan wali kota Medan. Polisi perlu mendapatkan data yang konkret mengenai kebutuhan KTP itu digunakan tersangka yang saat ini dugaannya mengarah pada tindak pidana trafficking.
Frans Marbun/ Fakhrur Rozi
(ftr)