Serap Ilmu di Alam Terbuka Beratap Langit
A
A
A
Sekolah selalu identik dengan seragam, bangku, meja, dan ruang kelas. Namun itu semua tak berlaku di sekolah taman. Sebuah sekolah yang digagas oleh Komunitas Taman Kota.
Tak ada seragam, bangku atau pun ruang kelas karena semua aktivitasnya dilakukan di taman. Dengan beralaskan tikar dan beratapkan langit, di bawah pohon rindang, anakanak tampak asyik melakukan kegiatannya masing-masing, dari menulis, membaca, hingga menggambar. Semua kegiatan yang dilakukan jauh dari kesan formal layaknya di sekolah umumnya.
Salah satu penggagas Komunitas Taman Kota Adjo Akasia mengatakan, kegiatan sekolah taman sudah dilakukan sejak 2008 lalu. Saat itu dia bersama sejumlah rekannya memang sering menjadikan taman sebagai tempat berkumpul. Keberadaan taman yang masih memiliki imej negatif saat itu, membuatnya harus bisa mengubah perspektif negatif tersebut.
“Dari situ kita berfikir bahwa salah satu solusinya, ya harus ada kegiatan. Biar ada semacam alasan untuk orang datang ke taman. Hingga pada 2008, kami membuat kegiatan bernama sekolah taman,” kata Adjo. Uniknya, di sekolah taman ini tidak mengenal siswa dan guru. Para relawan hanya bertugas membimbing anakanak saat melakukam kegiatan yang mereka sukai. Sehingga mereka semua berbaur.
“Mau baca sambil tiduran, menggambar, semua terserah anak-anaknya. Para relawan hanya memosisikan sebagai kakak aja. Anak-anak kami dekati sambil diajak ngobrol. Sambil jalan-jalan, sehingga jauh dari kesan formal,” ujar pria berambut gimbal ini. Dengan cara seperti itu, tutur Adjo, proses belajar jauh akan lebih efektif karena akan merangsang kreativitas anak. Selain itu juga untuk melatih keberanian mereka.
“Jadi waktu belajar, anak-anak boleh komplain sama kami. Misalnyam diantara kami ada yang merokok. Nah anak-anak kadang protes. “Om ga boleh ngerokokdi sini. Nah di situ juga ada sisi pembelajaran. Itu menumbuhkan keberanian si anak,” tutur Adjo. Beberapa relawan yang memiliki tato justru tak membuat anak-anak menjadi takut. Malah menjadi sebuah pembelajaran untuk membiasakan diri dalam sebuah perbedaan.
“Jadi kami ga perlu mengajarkan bahwa orang bertato itu gajahat loh. Biar anak sendiri yang merasakan. Bahwa orang bertato tidak identik dengan ancaman,” ungkap dia. Adjo menilai, peran orang tua untuk mengajak anakanaknya ke sekolah taman cukup baik. Ini terlihat dari jumlah anak anak yang datang ke sekolah taman yang tak pernah sepi.
“Yaminimal 10-20 anak datang ke sekolah taman setiap bulan,” kata Adjo. Lokasi sekolah taman berpindah-pindah. Yang pasti berlokasi di sejumlah taman di Kota Bandung. Taman Cibeunying, Lansia, dan Cempaka menjadi langganan lokasi sekolah taman.
Dian Rosadi
Kota Bandung
Tak ada seragam, bangku atau pun ruang kelas karena semua aktivitasnya dilakukan di taman. Dengan beralaskan tikar dan beratapkan langit, di bawah pohon rindang, anakanak tampak asyik melakukan kegiatannya masing-masing, dari menulis, membaca, hingga menggambar. Semua kegiatan yang dilakukan jauh dari kesan formal layaknya di sekolah umumnya.
Salah satu penggagas Komunitas Taman Kota Adjo Akasia mengatakan, kegiatan sekolah taman sudah dilakukan sejak 2008 lalu. Saat itu dia bersama sejumlah rekannya memang sering menjadikan taman sebagai tempat berkumpul. Keberadaan taman yang masih memiliki imej negatif saat itu, membuatnya harus bisa mengubah perspektif negatif tersebut.
“Dari situ kita berfikir bahwa salah satu solusinya, ya harus ada kegiatan. Biar ada semacam alasan untuk orang datang ke taman. Hingga pada 2008, kami membuat kegiatan bernama sekolah taman,” kata Adjo. Uniknya, di sekolah taman ini tidak mengenal siswa dan guru. Para relawan hanya bertugas membimbing anakanak saat melakukam kegiatan yang mereka sukai. Sehingga mereka semua berbaur.
“Mau baca sambil tiduran, menggambar, semua terserah anak-anaknya. Para relawan hanya memosisikan sebagai kakak aja. Anak-anak kami dekati sambil diajak ngobrol. Sambil jalan-jalan, sehingga jauh dari kesan formal,” ujar pria berambut gimbal ini. Dengan cara seperti itu, tutur Adjo, proses belajar jauh akan lebih efektif karena akan merangsang kreativitas anak. Selain itu juga untuk melatih keberanian mereka.
“Jadi waktu belajar, anak-anak boleh komplain sama kami. Misalnyam diantara kami ada yang merokok. Nah anak-anak kadang protes. “Om ga boleh ngerokokdi sini. Nah di situ juga ada sisi pembelajaran. Itu menumbuhkan keberanian si anak,” tutur Adjo. Beberapa relawan yang memiliki tato justru tak membuat anak-anak menjadi takut. Malah menjadi sebuah pembelajaran untuk membiasakan diri dalam sebuah perbedaan.
“Jadi kami ga perlu mengajarkan bahwa orang bertato itu gajahat loh. Biar anak sendiri yang merasakan. Bahwa orang bertato tidak identik dengan ancaman,” ungkap dia. Adjo menilai, peran orang tua untuk mengajak anakanaknya ke sekolah taman cukup baik. Ini terlihat dari jumlah anak anak yang datang ke sekolah taman yang tak pernah sepi.
“Yaminimal 10-20 anak datang ke sekolah taman setiap bulan,” kata Adjo. Lokasi sekolah taman berpindah-pindah. Yang pasti berlokasi di sejumlah taman di Kota Bandung. Taman Cibeunying, Lansia, dan Cempaka menjadi langganan lokasi sekolah taman.
Dian Rosadi
Kota Bandung
(ars)