Tim Jerman Teliti Pelapukan Batu Candi Borobudur
A
A
A
MAGELANG - Tim konservator dari Jerman dipimpin Profesor Hans Leisen melakukan penelitian terhadap pelapukan batu relief Candi Borobudur guna membantu pelestarian candi Buddha terbesar di dunia tersebut.
Hans Leisen mengatakan sebanyak tujuh peneliti dengan latar belakang berbagai disiplin ilmu terlibat dalam penelitian itu, antara lain ahli geologi, kimia, pemugar, dan mikrobiologi. Hans Leisen sudah banyak berpengalaman dalam konservasi, dia telah melakukan konservasi di Angkor Wat Kamboja lebih dari 20 tahun. Dia datang pertama di Borobudur pada 2012 berkaitan dengan konservasi Candi Borobudur pascaerupsi Merapi 2010.
“Kami datang pertama di Candi Borobudur pada Januari 2012, saat itu berhubungan dengan konservasi setelah erupsi Merapi 2010, namun saat ini lebih fokus pada pelestarian relief yang ada di Candi Borobudur,” ucapnya.
Tim Jerman bersama Balai Konservasi Borobudur, antara lain ingin mencari tahu apa yang menyebabkan relief candi menjadi lapuk dan gambar atau pahatan menjadi hilang. Dalam penelitian batu relief tersebut, pihaknya mengambil satu sampel tempat di mana mereka bisa melakukan pengamatan sepanjang tahun hingga sekarang. Beberapa permasalahan relief Candi Borobudur yang bisa dilihat, yakni pengelupasan dan banyak lubang atau postun.
“Kami coba untuk mengetahui penyebabnya apa. Kami akan mulai dengan mengindikasikan permasalahan yang ada di Candi Borobudur, terutama untuk permasalahan reliefnya, kemudian membuat sebuah sistem untuk melakukan identifikasi permasalahan tersebut,” papar Hans Leisen. Relief merupakan permasalahan konservasi utama di Candi Borobudur, terutama tentang adanya postun, kerak, dan penggaraman pada relief, dan juga muncul lapisan kuning.
Kepala Balai Konservasi Borobudur Marsis Sutopo menerangkan, Candi Borobudur berada di tempat terbuka dan banyak dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang paling berpengaruh, antara lain kondisi lingkungan, air hujan, perubahan suhu, dan iklim. Perubahan-perubahan kondisi eksternal tersebut mengakibatkan dampak terhadap kondisi fisik batuan Candi Borobudur. Oleh karena itu, membutuhkan penelitian atau kajian lebih lanjut.
Mengenai pelestarian Candi Borobudur, UNESCO membantu Indonesia dengan mengirimkan tenaga ahli dari Jerman guna memberikan pengetahuan baru berkaitan dengan masalah metode atau teknik konservasi yang lebih ramah lingkungan dan bisa memberikan kelestarian terhadap Candi Borobudur dalam jangka panjang.
“Kehadiran tim Jerman ini akan membantu para staf Balai Konservasi Borobudur, terutama para konservator sehingga kapasitas atau pengetahuannya tentang konservasi batuan itu semakin berkembang dan bisa diterapkan untuk Candi Borobudur,” katanya.
Ant
Hans Leisen mengatakan sebanyak tujuh peneliti dengan latar belakang berbagai disiplin ilmu terlibat dalam penelitian itu, antara lain ahli geologi, kimia, pemugar, dan mikrobiologi. Hans Leisen sudah banyak berpengalaman dalam konservasi, dia telah melakukan konservasi di Angkor Wat Kamboja lebih dari 20 tahun. Dia datang pertama di Borobudur pada 2012 berkaitan dengan konservasi Candi Borobudur pascaerupsi Merapi 2010.
“Kami datang pertama di Candi Borobudur pada Januari 2012, saat itu berhubungan dengan konservasi setelah erupsi Merapi 2010, namun saat ini lebih fokus pada pelestarian relief yang ada di Candi Borobudur,” ucapnya.
Tim Jerman bersama Balai Konservasi Borobudur, antara lain ingin mencari tahu apa yang menyebabkan relief candi menjadi lapuk dan gambar atau pahatan menjadi hilang. Dalam penelitian batu relief tersebut, pihaknya mengambil satu sampel tempat di mana mereka bisa melakukan pengamatan sepanjang tahun hingga sekarang. Beberapa permasalahan relief Candi Borobudur yang bisa dilihat, yakni pengelupasan dan banyak lubang atau postun.
“Kami coba untuk mengetahui penyebabnya apa. Kami akan mulai dengan mengindikasikan permasalahan yang ada di Candi Borobudur, terutama untuk permasalahan reliefnya, kemudian membuat sebuah sistem untuk melakukan identifikasi permasalahan tersebut,” papar Hans Leisen. Relief merupakan permasalahan konservasi utama di Candi Borobudur, terutama tentang adanya postun, kerak, dan penggaraman pada relief, dan juga muncul lapisan kuning.
Kepala Balai Konservasi Borobudur Marsis Sutopo menerangkan, Candi Borobudur berada di tempat terbuka dan banyak dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang paling berpengaruh, antara lain kondisi lingkungan, air hujan, perubahan suhu, dan iklim. Perubahan-perubahan kondisi eksternal tersebut mengakibatkan dampak terhadap kondisi fisik batuan Candi Borobudur. Oleh karena itu, membutuhkan penelitian atau kajian lebih lanjut.
Mengenai pelestarian Candi Borobudur, UNESCO membantu Indonesia dengan mengirimkan tenaga ahli dari Jerman guna memberikan pengetahuan baru berkaitan dengan masalah metode atau teknik konservasi yang lebih ramah lingkungan dan bisa memberikan kelestarian terhadap Candi Borobudur dalam jangka panjang.
“Kehadiran tim Jerman ini akan membantu para staf Balai Konservasi Borobudur, terutama para konservator sehingga kapasitas atau pengetahuannya tentang konservasi batuan itu semakin berkembang dan bisa diterapkan untuk Candi Borobudur,” katanya.
Ant
(ars)