Seniman dan Pelawak Gelar Ketoprak Humor
A
A
A
SOLO - Sejumlah seniman dan pelawak menggelar pentas memperingati 100 hari meninggalnya salah satu pentolan grup lawak Srimulat, Mamiek Prakoso, di Taman Balekambang Solo, tadi malam.
Berbagai ragam seni mulai dari ketoprak humor, musik campursari, dan dangdut dipentaskan para seniman. Salah satu penampilan yang paling menarik adalah kampung dagelan yang dimainkan Eko Gudel dan Bolo. Dua seniman itu memainkan peran sebagai almarhum Mamiek Prakoso dan Ranto Edi Gudel (ayah kandung Mamiek) untuk menghibur masyarakat dan tamu undangan.
Dalam lakon tersebut, dua seniman itu membawakan cerita mengenai perkembangan seni pertunjukan pada masa kedua seniman itu masih hidup hingga mereka tutup usia dan meninggalkan duka bagi dunia seni ketoprak. Selain seniman lokal, beberapa artis nasional, seperti Tulang Togu dan Endah Laras, juga ikut meramaikan pentas tersebut.
Guyonan-guyonan khas dari masing-masing artis membuat suasana semakin semarak meski malam itu hujan deras mengguyur Solo. Pemrakarsa acara yang juga adik kandung almarhum Mamiek Prakoso, Didi Kempot mengatakan, acara itu sengaja digelar untuk mengenang almarhum. Menurut Didi, kepergian kakaknya itu menjadi pukulan bagi dunia hiburan di Indonesia.
“Saya sangat berterima kasih dengan datangnya temanteman seniman ke acara ini. Meskipun ini acara spontan, namun dukungan mereka sangat luar biasa,” ucapnya. Pelantun lagi Sewu Kutho itu mengatakan, dipilihnya Taman Balekambang karena sejarahnya luar biasa bagi Mamiek. Menurut dia, di taman itu pertama kali Mamiek tampil di sebuah pentas ketoprak sebelum melebarkan sayap dan ikut dalam grup Srimulat. “Dulu pada tahun 1980-an, Mamiek pentas di taman ini dan akhirnya bisa menjadi maestro dagelan sebelum tutup usia,” ucap Didi.
Salah seorang penggemar ketoprak humor, Rina Fatimah mengatakan, Mamiek Prakoso merupakan seniman hebat dan multitalenta. “Meskipun sudah tiada, namun karya-karya almarhum masih hidup dan diteruskan oleh seniman-seniman muda yang ada saat ini,” ucapnya.
Arief setiadi
Berbagai ragam seni mulai dari ketoprak humor, musik campursari, dan dangdut dipentaskan para seniman. Salah satu penampilan yang paling menarik adalah kampung dagelan yang dimainkan Eko Gudel dan Bolo. Dua seniman itu memainkan peran sebagai almarhum Mamiek Prakoso dan Ranto Edi Gudel (ayah kandung Mamiek) untuk menghibur masyarakat dan tamu undangan.
Dalam lakon tersebut, dua seniman itu membawakan cerita mengenai perkembangan seni pertunjukan pada masa kedua seniman itu masih hidup hingga mereka tutup usia dan meninggalkan duka bagi dunia seni ketoprak. Selain seniman lokal, beberapa artis nasional, seperti Tulang Togu dan Endah Laras, juga ikut meramaikan pentas tersebut.
Guyonan-guyonan khas dari masing-masing artis membuat suasana semakin semarak meski malam itu hujan deras mengguyur Solo. Pemrakarsa acara yang juga adik kandung almarhum Mamiek Prakoso, Didi Kempot mengatakan, acara itu sengaja digelar untuk mengenang almarhum. Menurut Didi, kepergian kakaknya itu menjadi pukulan bagi dunia hiburan di Indonesia.
“Saya sangat berterima kasih dengan datangnya temanteman seniman ke acara ini. Meskipun ini acara spontan, namun dukungan mereka sangat luar biasa,” ucapnya. Pelantun lagi Sewu Kutho itu mengatakan, dipilihnya Taman Balekambang karena sejarahnya luar biasa bagi Mamiek. Menurut dia, di taman itu pertama kali Mamiek tampil di sebuah pentas ketoprak sebelum melebarkan sayap dan ikut dalam grup Srimulat. “Dulu pada tahun 1980-an, Mamiek pentas di taman ini dan akhirnya bisa menjadi maestro dagelan sebelum tutup usia,” ucap Didi.
Salah seorang penggemar ketoprak humor, Rina Fatimah mengatakan, Mamiek Prakoso merupakan seniman hebat dan multitalenta. “Meskipun sudah tiada, namun karya-karya almarhum masih hidup dan diteruskan oleh seniman-seniman muda yang ada saat ini,” ucapnya.
Arief setiadi
(ars)