Aparat Desa Harus Diberi Pelatihan
A
A
A
BANDUNG - Lahirnya Undang Undang Nomor 6/2014 tentang Desa pada 15 Januari 2014 lalu diharapkan memberi manfaat pada kesejahteraan dan pe ningkatan taraf hidup masyarakat di desa.
Apalagi disebut-sebut, desa akan men da patkan jatah anggaran Rp1,4 miliar per tahun. Namun, sejumlah kalangan meragukan keefektifan undangun dang ini akibat timbul kekhawatiran akan pengelolaan dana yang begitu besar. Menurut Guru Besar Fisip Universitas Padjajaran Utang Suwaryo, dari tahun ke tahun pembinaan desa seperti di anak ti rikan sehingga pembangunan tak kunjung maju. Kendati begitu, lahirnya UU de sa tetap menjadi angin segar bagi desa seiring akan di gelontorkan anggaran yang cukup besar.
“Tapi jika anggaran itu be narbenar ada, maka perangkat de sa dan kepala desa harus siap menge lolanya. Sebab soal anggaran itu saya sendiri masih tidak tahu dari mana diambilnya,” kata Utang saat diskusi “So sia lisasi Implementasi UU No. 6/2014 ten tang Desa” yang di gelar Perhim punan Jurnalis In do nesia (PJI) Jawa Barat be ker jasama dengan Unpad di Bale Sa wala Unpad Jatinangor, ke marin. Kalaupun dana itu cair, kata dia, maka harus dikelola dengan baik dan di pertanggungjawabkan.
Agar pengelolaannya baik dan bisa di per tang gung jawabkan, perlu ada diklat bagi kepala de sa dan perangkatnya. “Aparat desa perlu pendidikan agar tidak di salahgunakan dan keliru dalam mengelolanya,” tandasnya. Ketua Komisi A DPRD Sumedang Dudi Supardi mengatakan, pihaknya sudah me nyiap kan tiga prolegda UU Desa ka rena peraturan daerah (Perda) belum siap dengan re gulasi yang bisa me wadahi desa. “Tapi kita dorong UU Desa ini bisa di im plementasikan dan ang garan turun. Tentunya dengan perda yang sudah di siapkan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pengawas Keuangan (BPK) RI Per wakilan Jabar Cornell Syarief Prawiradiningrat me ngingatkan, para kepala desa harus ekstra hati-hati menggunakan anggaran tersebut. Pembukuannya pun harus baik, akuntabel dan transparan.
“Jangan sampai setelah ban tuan te realisasi, lalu beberapa bulan kemudian berurusan de ngan penegak hukum. Jadi tidak boleh ada yang di sembu nyi kan dan di mainkan, semua bukti-bukti di catat secara benar dan len gkap. Jangan membuat SPPD fiktif dan LPJ fiktif. Bagi auditor, se la ma tidak ada per tang gung ja wa ban, itu dianggap fiktif,” terang Cornell.
Iwa ahmad sugriwa
Apalagi disebut-sebut, desa akan men da patkan jatah anggaran Rp1,4 miliar per tahun. Namun, sejumlah kalangan meragukan keefektifan undangun dang ini akibat timbul kekhawatiran akan pengelolaan dana yang begitu besar. Menurut Guru Besar Fisip Universitas Padjajaran Utang Suwaryo, dari tahun ke tahun pembinaan desa seperti di anak ti rikan sehingga pembangunan tak kunjung maju. Kendati begitu, lahirnya UU de sa tetap menjadi angin segar bagi desa seiring akan di gelontorkan anggaran yang cukup besar.
“Tapi jika anggaran itu be narbenar ada, maka perangkat de sa dan kepala desa harus siap menge lolanya. Sebab soal anggaran itu saya sendiri masih tidak tahu dari mana diambilnya,” kata Utang saat diskusi “So sia lisasi Implementasi UU No. 6/2014 ten tang Desa” yang di gelar Perhim punan Jurnalis In do nesia (PJI) Jawa Barat be ker jasama dengan Unpad di Bale Sa wala Unpad Jatinangor, ke marin. Kalaupun dana itu cair, kata dia, maka harus dikelola dengan baik dan di pertanggungjawabkan.
Agar pengelolaannya baik dan bisa di per tang gung jawabkan, perlu ada diklat bagi kepala de sa dan perangkatnya. “Aparat desa perlu pendidikan agar tidak di salahgunakan dan keliru dalam mengelolanya,” tandasnya. Ketua Komisi A DPRD Sumedang Dudi Supardi mengatakan, pihaknya sudah me nyiap kan tiga prolegda UU Desa ka rena peraturan daerah (Perda) belum siap dengan re gulasi yang bisa me wadahi desa. “Tapi kita dorong UU Desa ini bisa di im plementasikan dan ang garan turun. Tentunya dengan perda yang sudah di siapkan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pengawas Keuangan (BPK) RI Per wakilan Jabar Cornell Syarief Prawiradiningrat me ngingatkan, para kepala desa harus ekstra hati-hati menggunakan anggaran tersebut. Pembukuannya pun harus baik, akuntabel dan transparan.
“Jangan sampai setelah ban tuan te realisasi, lalu beberapa bulan kemudian berurusan de ngan penegak hukum. Jadi tidak boleh ada yang di sembu nyi kan dan di mainkan, semua bukti-bukti di catat secara benar dan len gkap. Jangan membuat SPPD fiktif dan LPJ fiktif. Bagi auditor, se la ma tidak ada per tang gung ja wa ban, itu dianggap fiktif,” terang Cornell.
Iwa ahmad sugriwa
(ars)