Warga Beli Air Bersih hingga Rp250.000

Kamis, 30 Oktober 2014 - 13:05 WIB
Warga Beli Air Bersih hingga Rp250.000
Warga Beli Air Bersih hingga Rp250.000
A A A
KUNINGAN - Kekeringan akibat musim kemarau menyebabkan masyarakat di Desa Simpayjaya, Kecamatan, Cibeureum, Kabupaten Kuningan mengalami krisis air bersih.

Untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, mereka terpaksa membeli dari PDAM Rp 250.000, atau mencarinya hingga sejauh dua kilometer.

Seperti diungkapkan Kewong, 56, untuk memenuhi kebutuhan air minum dan masak sehari-hari dia harus memikul air dari sumur yang digali di tengah Sungai Cileuya yang jaraknya mencapai 2 km. Setiap pagi dan sore hari warga berduyun-duyun ke sumur tersebut untuk antre mengambil air secara bergantian.

“Krisis air bersih selalu terjadi setiap musim kemarau. Karena sumur di rumah sudah kering, terpaksa warga mengambil air dari mata air yang digali di tengah Sungai Cileuya,” ujar Kewong.

Selain itu, lanjut Kewong, warga bisa membelinya dari penjual air keliling seharga Rp2.500/jeriken kapasitas 25 liter. Meski terhitung murah, namun Kewong mengaku cukup kerepotan jika harus membeli setiap hari selama musim kemarau, apalagi penghasilannya sebagai buruh tani kini sudah tak bisa diandalkan karena tak lagi ada pekerjaan akibat lahan pertanian yang juga kering dan tak bisa digarap.

Berbeda dengan Tarwa dan sejumlah warga lain yang berpenghasilan cukup, untuk memenuhi kebutuhan air bersih dia membelinya dari PDAM Kabupaten Kuningan. Untuk mendatangkan satu tanki air PDAM kapasitas 8.000 liter, dia harus membayarnya seharga Rp250.000.

“Saya membuat bak penampungan yang terbuat dari terpal untuk menyimpan air PDAM tersebut. Selama musim kemarau ini saya sudah mem beli dari tanki PDAM hingga empat kali sejak mulai terjadi kekeringan tiga bulan ini,” ujar Tarwa.

Menurut Tarwa, krisis air bersih yang dialami warga Desa Simpayjaya selalu terjadi pada musim kemarau seperti sekarang. Kondisi tanah di desa tersebut yang seperti lempung tidak memungkinkan untuk bisa menggali sumur lebih dalam sekalipun hingga kedalaman belasan meter.

“Terkadang di kedalaman 7 meter bisa keluar air, namun pada kemarau sekarang akan mengering. Jika digali lebih dalam malah tidak ada air karena tanahnya lempung,” ujar Tarwa.

Kendati musim kemarau sudah berlangsung lama, namun perhatian dari Pemerintah Kabupaten Kuningan dirasa belum optimal. Menurut Tarwa, pernah ada kiriman air bersih bantuan dari PDAM Kuningan secara gratis namun hanya sekali saja sehingga untuk selanjutnya warga kembali harus membeli atau mengambil dari mata air yang jaraknya cukup jauh.

“Kami berharap ada perhatian dari Pemerintah Kabupaten Kuningan untuk menangani masalah air bersih di desa kami, bagaimanapun caranya. Sekalipun harus membayar bulanan seperti di wilayah perkotaan yang mendapat jaringan air PDAM kami siap,” ungkap Tarwa.

Sementara itu Kepala Desa Simpayjaya Dodo mengatakan, pihaknya telah mengajukan permohonan bantuan saluran air bersih kepada Pemkab Kuningan dan kini tengah dalam proses pengerjaan. Yaitu pembuatan saluran pipa air bersih dari sumber mata air Gunung Tilu yang jaraknya mencapai 10 km.

“Sebelumnya sudah ada bantuan Pamsimas, namun pada 2013 lalu rusak akibat tertimbun tanah longsor. Kini tengah di bangun lagi bantuan pembuatan jaringan pipa air bersih dari Gunung Tilu, dan mudah-mudah bisa segera terealisasi sehingga pada musim kemarau tahun depan tidak ada lagi terjadi krisis air bersih,” ujar Dodo.

Dodo juga berharap pembangunan Waduk Kuningan yang akan mengambil sebagian lahan yang masuk Desa Simpayjaya bisa segera terealisasi. Menurut dia, akan banyak manfaat yang bisa dirasakan masyarakat jika waduk tersebut bisa terwujud terutama dalam hal memenuhi kebutuhan air bersih yang selama ini menjadi persoalan klasik yang tak pernah terselesaikan.

Mohamad Taufik
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8732 seconds (0.1#10.140)