Sumpah Pemuda,Riwayatmu Kini

Minggu, 26 Oktober 2014 - 18:15 WIB
Sumpah Pemuda,Riwayatmu Kini
Sumpah Pemuda,Riwayatmu Kini
A A A
MEDAN - Pemuda dan pemudi para pendahulu pada masa lalu memiliki peran besar untuk menciptakan persatuan bangsa Indonesia. Mereka berjuang untuk mempersatukan bangsa dari unsur kedaerahan dengan melahirkan Sumpah Pemuda yang disepakati dalam Kongres Pemuda II Indonesia pada 28 Oktober 1928.

Ikrar yang diucapkan untuk menjadi satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa ini pun menjadi momen sejarah yang penting dan setiap tahun diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda.

Begitu bermaknanya hari Sumpah Pemuda ini bagi para pemuda di masa itu, bahkan ikrar yang diucapkan oleh Soegondo dan dijelaskan panjang lebar oleh Moehammad Yamin itu mampu mempersatukan organisasi kepemudaan yang berunsur kedaerahan, seperti Jong Java, Jong Batak, Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Ambon, dan sebagainya.

Bisa dirasakan bagaimana semangat pemuda pemudi di tahun 1928 itu yang memiliki semangat nasionalisme yang berkobar untuk bisa bersatu dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sayangnya, seiring perkembangan zaman semangat nasionalisme di kalangan pemuda di Indonesia mulai memudar. Tak bisa dipungkiri kalau saat ini banyak pemuda yang tidak lagi mencintai Tanah Air, mencintai bangsanya juga tidak lagi mencintai bahasa Indonesia.

Kondisi ini bisa terlihat banyak pemuda yang tidak hafal lagu kebangsaan Indonesia Raya bahkan banyak pemuda lebih suka menggunakan bahasa pergaulan yang tak mengakar dibanding bahasa Indonesia. Bahasa semacam itu justru kini digandrungi anak-anak muda dibandingkan bahasa negaranya sendiri.

“ Pemuda saat ini tidak lagi menghargai lambang negara, padahal pejuang kita dahulu merebutnya dengan perjuangan berkorban nyawa, tenaga dan air mata. Banyak pemuda yang tidak lagi memahami arti perjuangan para pahlwan. Jadi jangan harap mereka, anak-anak muda mau mengimplementasikan nilai-nilai dasar negara yakni Pancasila,” kata pengurus Legiun Veteran Sumut Muhammad TWH, kemarin.

Muhammad mengatakan, hal itu terjadi karena perkembangan zaman dan masuknya nilai-nilai dari luar tak terbendung. Padahal kalau pemuda selama ini memahami dan mengimplementasikan dasar negara tentu pengaruh dari luar itu bisa dibendung. Namun karena kurangnya pemahaman pemuda akan Pancasila, mulai dari sila pertama hingga kelima, akibatnya nilai-nilai dan pengaruh luar menggerus nasionalisme pemuda.

“Kalau kita sebagai manusia menyadari akan sila pertama misalnya, yakni ketuhanan Yang Maha Esa maka dalam kehidupan sehari-hari pasti kita akan benar-benar bertindak dan berlaku adil terhadap siapa saja. Sila-sila di Pancasila mampu membendung nilai dan pengaruh buruk dari luar,” kata Muhammad.

Meski demikian, Muhammad menilai tidak semua pemuda tergerus oleh zaman, ada juga pemuda yang masih mampu menjaga nasionalismenya dan mampu memfilter pengaruh luar. “Pemuda seharusnya mengidolakan para pendiri dan pejuang republik ini sehingga mereka tetap merasakan bagaimana ruh para pejuang dan pemuda terdahulu meminimalisasi perbedaan dan menjadikan satu kesatuan bangsa Indonesia.

Apalagi saat ini bangsa Indonesia sudah terbebas dari belenggu penjajahan, di mana kemerdekaan merupakan jembatan emas yang harus dilewati. Setelah itu tinggal bagaimana pemuda melalui jembatan emas itu dengan baik.Muhammad TWH menekankan, untuk memaknai Sumpah Pemuda sebaiknya para pemuda harus mampu menghasilkan karya.

Dengan berkarya, pemuda bisa mandiri dan tidak bergantung kepada siapa pun dan kepada negara mana pun. “Pemuda harus ingat, pejuang terdahulu merebut kemerdekaan, berupaya menyatukan bangsa dengan Sumpah Pemuda. Apa yang mereka lakukan itu tidak lain merupakan upaya untuk menjamin kelangsungan masa depan bangsa. Oleh karenanya, sebagai pemuda kini harus berkarya untuk anak dan cucu di masa yang akan datang,” tandas Muhammad.

“Kalau pemuda berpikir untuk berbuat dan berkarya untuk anak dan cucunya kelak, pasti pemuda tidak akan mau melakukan korupsi karena itu akan merugikan anak cucunya juga. Tentu pemuda tidak akan mau berbuat untuk kepentingan pribadi dan golongannya, tapi mereka berbuat untuk kepentingan masyarakat luas menghasilkan karya di masa sekarang inilah satu cermin dari semangat nasionalisme itu,” papar pejuang yang kini berusia 82 tahun itu.

Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas) Pemko Medan Ceko Wakhda Ritonga mengatakan saat ini pemuda memang dihadapkan dengan tantangan arus globalisasi yang masuk dalam berbagai sektor, mulai dari budaya, ekonomi, hingga politik.

Untuk menghempang pengaruh buruk dari arus globalisasi ini, pemuda harus tetap berpedoman pada empat konsensus nasional, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. “Kita tentu tidak bisa menghempang perkembangan zaman, perkembangan informasi dan teknologi yang kian cepat tanpa batas. Semua itu hanya bisa disaring dengan pemahaman yang dimiliki pemuda juga diamalkan sehari- hari dari empat konsensus nasional itu,” kata Ceko.

Wawasan kebangsaan di kalangan pemuda saat ini memang mulai tergerus. Penyebabnya, anak muda saat ini tidak lagi berkeinginan memahami bagaimana pemuda pada 1928 lalu berupaya mempersatukan bangsa. Anak muda saat ini sudah banyak yang terlepas dari empat konsensus nasional. Padahal, kalau pemuda memahami Bhineka Tunggal Ika saja, itu sudah merupakan satu makna dari Sumpah Pemuda yakni berbeda-beda tapi tetap bersatu.

Para pencetus Sumpah Pemuda yang awalnya berangkat dari unsur kedaerahan berupaya duduk bersama dan merumuskan satu ikrar untuk bersatu meskipun mereka memiliki budaya, bahasa, dan adat istiadat yang berbeda-beda dari Sabang sampai Merauke.

Ceko melanjutkan, Kesbangpolinmas Kota Medan selama ini juga sudah berupaya meningkatkan wawasan kebangsaan terhadap pemuda di Kota Medan. Seperti kegiatan dialog wawasan kebangsaan yang digelar secara rutin untuk pemuda dan pelajar. Motivator keluarga, Mekar Megawati menuturkan, Sumpah Pemuda merupakan suatu ikrar bersama dalam suatu kesepakatan di dalam perbedaan suku, kulit, rambut, agama, namun berada dalam satu persatuan dan mempertahankan suatu bangsa. Bersama memperjuangkan kemerdekaan, sekalipun berbeda tetapi bersama mempertahankan kemerdekaan yang sudah dicapai agar tak terpecah.

“Sungguh hebat pendahulu-pendahulu kita yang sudah memproklamirkan Sumpah Pemuda. Karena mereka tahu hanya persatuanlah yang membuat negara kita ditakuti negara lain. Mari kita kenali sejarah jiwa, darah dan air mata milik Indonesia. Aku cinta padamu bagaimana yang lain?” kata perempuan asal Stabat ini.

Lantas, apa tanggapan anak-anak muda di Medan terhadap otokritik yang disampaikan di atas tadi? Aktivis World Organization of Scout Movement (WOSM) Miswanto Edi, 35, menuturkan, momen Sumpah Pemuda saat ini sudah kurang ditanggapi oleh para kawula muda. Menurutnya, walaupun masih ada yang tanggap tentang arti Sumpah Pemuda, hanya segelintir orang muda.

“Karenanya, untuk memaknai Sumpah Pemuda, kita harus kembali kepada kesadaran pemuda saat itu. Banyak yang kini yang sudah melupakan arti Sumpah Pemuda itu. Apalagi saat ini di sekolah-sekolah sudah jarang di laksanakan upacara Hari Sumpah Pemuda,” ungkapnya. Arika Sofie, 24, guru di Yayasan Pendidikan Gajah Mada Medan, menegaskan bahwa Sumpah Pemuda merupakan salah satu bukti perjuangan bangsa Indonesia meraih kemerdekaan. Sumpah Pemuda merupakan bentuk kesadaran para pemuda-pemudi akan pentingnya rasa nasionalisme untuk mencapai kemerdekaan saat itu.

“Karena seperti yang kita ketahui, bahwa Sumpah Pemuda itu juga merupakan alat pemersatu bagi pemuda-pemudi di Indonesia. Terdiri atas berbagai suku bangsa, tapi perbedaan itu tidak menjadi penghalang dalam memperjuangkan kemerdekaan,” ucapnya.

Alumni Universitas Negeri Medan (Unimed) ini menambahkan, memaknai Sumpah Pemuda saat ini dengan melakukan hal-hal yang positif dan bisa membangun negara menjadi lebih baik lagi.

Lain lagi bagi Depika Shaela Damanik, 21. Bagi mahasiswa jurusan bahasa Inggris Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sumatera Utara (USU) ini, Hari Sumpah Pemuda bisa dikatakan sebagai hari bersejarah yang maknanya harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam berbangsa dan bernegara. Ini dilakukan agar dapat terjalin kembali persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dari seluruh suku dan agama.

“Alangkah lebih indahnya bila kita sebagai pemuda dan pemudi melakukan berbagai hal yang positif. Seperti menyelamatkan hutan yang mulai rusak dan segera memperbaikinya agar tak banyak kabut asap dan kebakaran hutan. Ini perlu dilakukan demi masa depan pemudapemudi Indonesia di masa yang akan datang,” tandasnya.

Lia anggia nasution/ Siti amelia
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4237 seconds (0.1#10.140)