Siswa SMPN di Garut Menderita Penyakit Aneh
A
A
A
GARUT - Seorang siswa Kelas I SMPN 4 Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat, menderita penyakit aneh dan langka. Sejumlah tim medis dari dua rumah sakit berbeda, RSUD dr Slamet Garut dan RSHS Bandung, memiliki perbedaan diagnosa atas penyakit yang dideritanya tersebut.
Wahyu Saepudin (12) namanya. Tepat di bagian tulang ekor Wahyu, muncul benjolan sebesar biji kemiri.
Benjolan ini diketahui setelah orang tuanya secara tidak sengaja meraba bagian punggung Wahyu, saat tidur dua pekan yang lalu. Bapak ibunya, Aceng Karman (34) dan Atih Nurhayati (33), langsung cemas akan kondisi putera pertamanya ini.
“Kami panik setelah mengetahui di punggung bagian bawahnya (tulang ekor) ada benjolan. Selama ini kami tidak mengetahui akan hal itu. Benjolan yang sebesar biji kemiri tersebut baru kami ketahui dua minggu yang lalu,” kata Atih, saat ditemui di rumahnya, Kampung Limushaseum RT 01 RW 08, Desa Sirnajaya, Kecamatan Tarogong Kaler, Jumat (10/10/2014).
Selama ini ketidaktahuan mereka juga disebabkan karena Wahyu tidak pernah mengeluh akan penyakit anehnya itu. Ditambah, kondisi fisik dan kesehatan wahyu secara kasat mata terlihat sehat seperti anak-anak lain seusianya.
“Jangankan mengenai benjolannya, jika dia menderita sakit lain seperti panas, demam, atau sakit kepala, Wahyu ini tidak pernah mengeluh. Lagipula, dia terlihat sehat dan masih melakukan aktivitas seperti biasa seperti sekolah, rutin mengaji setiap subuh ke kampung tetangga, Kampung Mandala, dan mengaji selepas isya di mesjid dekat rumah,” ungkapnya.
Dia dan suaminya langsung membawa Wahyu ke rumah sakit begitu benjolan tersebut diketahui. Pertama-tama, mereka mendatangi RSUD dr Slamet Garut dengan harapan puteranya dapat sembuh dengan cara berobat.
“Tapi setelah diperiksa, dokter mendiagnosa Wahyu mengalami kebocoran tulang sumsum. Bila dibiarkan lebih lama, otaknya akan mengalami gangguan. Mendengar penjelasan itu, kami menjadi semakin khawatir. Namun kami sendiri bingung, karena kesehariannya Wahyu sehat walafiat,” tuturnya.
Dokter pun menyarankan agar Wahyu menempuh jalan operasi dalam pengobatannya. Pihak keluarga, kata Atih, menyetujui rencana tersebut karena mereka memiliki bekal Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
“Tapi setelah itu, pihak rumah sakit (RSUD dr Slamet) mengaku tidak sanggup untuk mengoperasi benjolan Wahyu. Mereka lalu merujuk agar anak kami dioperasi di RSHS Bandung. Setelah berkomunikasi dan dokter RSHS merontgen bagian belakang tubuh Wahyu, muncul diagnosa lain. Anak saya didiagnosa menderita penonjolan urat syaraf yang berdampak pada kelumpuhan,” paparnya.
Kondisi ekonomi keluarga yang tidak mampu, membuat keluarga Wahyu merasa semakin kesulitan. Pasalnya, mereka akan dibebankan biaya sebesar Rp5 juta untuk keperluan operasi diluar tanggungan Jamkesmas.
“Biaya sebanyak itu dari mana. Kami sama sekali tidak punya. Penghasilan suami saya sebagai buruh tani serabutan tidak akan mampu menutupinya. Penghasilan hariannya yang paling besar saja hanya Rp50 ribu. Kini kami hanya berharap, ada pihak dermawan atau pemerintah yang peduli,” tandasnya.
Wahyu Saepudin (12) namanya. Tepat di bagian tulang ekor Wahyu, muncul benjolan sebesar biji kemiri.
Benjolan ini diketahui setelah orang tuanya secara tidak sengaja meraba bagian punggung Wahyu, saat tidur dua pekan yang lalu. Bapak ibunya, Aceng Karman (34) dan Atih Nurhayati (33), langsung cemas akan kondisi putera pertamanya ini.
“Kami panik setelah mengetahui di punggung bagian bawahnya (tulang ekor) ada benjolan. Selama ini kami tidak mengetahui akan hal itu. Benjolan yang sebesar biji kemiri tersebut baru kami ketahui dua minggu yang lalu,” kata Atih, saat ditemui di rumahnya, Kampung Limushaseum RT 01 RW 08, Desa Sirnajaya, Kecamatan Tarogong Kaler, Jumat (10/10/2014).
Selama ini ketidaktahuan mereka juga disebabkan karena Wahyu tidak pernah mengeluh akan penyakit anehnya itu. Ditambah, kondisi fisik dan kesehatan wahyu secara kasat mata terlihat sehat seperti anak-anak lain seusianya.
“Jangankan mengenai benjolannya, jika dia menderita sakit lain seperti panas, demam, atau sakit kepala, Wahyu ini tidak pernah mengeluh. Lagipula, dia terlihat sehat dan masih melakukan aktivitas seperti biasa seperti sekolah, rutin mengaji setiap subuh ke kampung tetangga, Kampung Mandala, dan mengaji selepas isya di mesjid dekat rumah,” ungkapnya.
Dia dan suaminya langsung membawa Wahyu ke rumah sakit begitu benjolan tersebut diketahui. Pertama-tama, mereka mendatangi RSUD dr Slamet Garut dengan harapan puteranya dapat sembuh dengan cara berobat.
“Tapi setelah diperiksa, dokter mendiagnosa Wahyu mengalami kebocoran tulang sumsum. Bila dibiarkan lebih lama, otaknya akan mengalami gangguan. Mendengar penjelasan itu, kami menjadi semakin khawatir. Namun kami sendiri bingung, karena kesehariannya Wahyu sehat walafiat,” tuturnya.
Dokter pun menyarankan agar Wahyu menempuh jalan operasi dalam pengobatannya. Pihak keluarga, kata Atih, menyetujui rencana tersebut karena mereka memiliki bekal Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
“Tapi setelah itu, pihak rumah sakit (RSUD dr Slamet) mengaku tidak sanggup untuk mengoperasi benjolan Wahyu. Mereka lalu merujuk agar anak kami dioperasi di RSHS Bandung. Setelah berkomunikasi dan dokter RSHS merontgen bagian belakang tubuh Wahyu, muncul diagnosa lain. Anak saya didiagnosa menderita penonjolan urat syaraf yang berdampak pada kelumpuhan,” paparnya.
Kondisi ekonomi keluarga yang tidak mampu, membuat keluarga Wahyu merasa semakin kesulitan. Pasalnya, mereka akan dibebankan biaya sebesar Rp5 juta untuk keperluan operasi diluar tanggungan Jamkesmas.
“Biaya sebanyak itu dari mana. Kami sama sekali tidak punya. Penghasilan suami saya sebagai buruh tani serabutan tidak akan mampu menutupinya. Penghasilan hariannya yang paling besar saja hanya Rp50 ribu. Kini kami hanya berharap, ada pihak dermawan atau pemerintah yang peduli,” tandasnya.
(lis)