Mantan Sekprov Sulsel Divonis 2 Tahun Penjara

Selasa, 30 September 2014 - 07:30 WIB
Mantan Sekprov Sulsel Divonis 2 Tahun Penjara
Mantan Sekprov Sulsel Divonis 2 Tahun Penjara
A A A
MAKASSAR - Mantan Sekretaris Provinsi Sulawesi Selatan (Sekprov Sulsel), Andi Muallim dijatuhi vonis pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp50 juta, subsider 3 bulan kurungan.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar yang diketuai oleh Muhammad Damis, menilai Andi Muallim selaku terdakwa kasus korupsi pencairan dana bantuan sosial (Bansos) Sulsel 2008, terbukti bersalah dan melakukan tindak pidana korupsi.

"Terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum telah melakukan tindak pidana korupsi seperti yang telah didakwakan dalam surat dakwaan," ujarnya dihadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Greafik dan Muh Yusuf.

Muallim terbukti melanggar Pasal 3 UU No 31/1999 tentang pemberantasan korupsi, yakni penyalahgunaan wewenang.

Sebagai Sekda pada Sekretariat Daerah Sulsel dan pengguna anggaran dalam penyaluran dana bansos, dia dinilai telah melakukan kegiatan yang menyalahgunakan jabatan dan wewenang yang ada padanya. "Unsur ini telah terbukti secara sah menurut hukum," lanjutnya.

Selaku Sekda dan Pengguna Anggaran saat itu, Muallim terbukti menyetujui pemberian bantuan tersebut tanpa melalui mekanisme yang seharusnya dan tidak melibatkan pihak Kantor Kesbangpol Sulsel untuk memverifikasi data lembaga calon penerima dana bansos.

"Mekanisme pemberian bantuan tanpa ada peraturan Gubernur Sulsel yang mengatur pemberian," ujar Hakim anggota, Rostansar, saat membacakan amar putusan.

Hal-hal yang memberatkan terdakwa adalah karena selaku pejabat, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Hal-hal yang meringankan terdakwa adalah karena terdakwa berlaku sopan dalam persidangan, terdakwa tertib, serta kerugian negara telah dikembalikan.

Seusai sidang, majelis hakim menyatakan terdakwa dan JPU diberikan hak untuk menerima atau menempuh upaya hukum lain berupa banding, atau pikir-pikir.

Muallim menyatakan tidak menerima putusan tersebut, dan menempuh upaya hukum berupa pengajuan banding."Saya merasa tidak bersalah, dan saya akan mengajukan banding," ujar Muallim.Sedangkan JPU menyatakan masih akan pikir-pikir terhadap putusan tersebut.

Menanggapi putusan tersebut, pakar hukum dari Universitas Bosowa 45, Prof Marwan Mas, menilai vonis tersebut terlalu ringan karena melihat posisi Andi Muallim saat kasus itu terjadi adalah sebagai seorang pejabat, yang seharusnya mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, bukannya justru menyalahgunakan wewenangnya untuk melakukan tindak pidana korupsi.

Menurutnya Muallim harus dihukum berat agar memberikan efek jera bagi terpidana, juga bisa menjadi terapi kejut bagi pejabat lain di daerah agar tidak main-main dalam menyalurkan dana bansos yang diperuntukkan bagi warga masyarakat yang membutuhkan bantuan dana dari negara.

"Tentu terlalu minimalis alias terlalu rendah. Memang di atas ancaman minimal 1 tahun, tapi karena dilakukan bersama-sama sebaiknya diberikan hukuman maksimal," ujarnya.

Marwan menjelaskan, ancaman pidana pasal yang dilanggar mengenai penyalahgunaan wewenang dalam Pasal 3 UU no 31/1999 adalah minimal 1 tahun penjara dan maksimal hukuman seumur hidup atau maksimal 20 tahun penjara.

Marwan memaparkan, jika hakim menilai ada aspek yang meringankan terdakwa, maka hukumannya tidak boleh di bawah dua pertiga ancaman pidana maksimalnya.

Marwan bahkan berharap Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan Banding agar upaya memerangi korupsi di Sulsel bukan hanya slogan, tetapi harus ada aksi konkret agar uang negara tidak diselewengkan.

Marwan percaya, hukuman 2 tahun penjara tidak akan memberikan efek jera atau memberikan rasa takut pada calon-calon koruptor yang sudah antri diberbagai institusi negara, karena vonis yang dijatuhkan jauh lebih rendah daripada ancaman maksimal pasal yang dilanggar.

"Para calon koruptor di daerah akan semakin berani selewengkan uang negara, termasuk dana bansos karena kalau kebetulan dapat celaka ditangkap, toh hakim akan menjatuhkan hukuman ringan," jelasnya.

Menurutnya, hakim harus sensitif terhadap korupsi karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang harus dilawan dengan putusan luar biasa pula. Tidak boleh disamakan dengan kejahatan biasa.

"Itulah prinsip dalam menumpas korupsi yang merampas hak ekonomi sosial rakyat," pungkasnya.
(ilo)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3842 seconds (0.1#10.140)