Prof Abdul Haris: Makam Wali Bukan Berhala
A
A
A
SURABAYA - Buku sejarah kebudayaan Islam untuk Kelas VII yang menyebut makam wali berhala dinilai berlebihan. Hal itu ditegaskan Pengurus Wilayah Lembaga Pendidikan Maarif Jawa Timur Prof Abdul Haris.
"Ini keterlaluan dan sudah berlebihan. Menganggap makam wali sebagai berhala sama halnya sebagai sesembahan. Makam Wali bukan sesembahan. Masyarakat Indonesia lebih menghormati para pejuang Islam di Tanah Air," kata Haris, Rabu (17/9/2014).
Dia melanjutkan, Kementerian Agama (Kemenag) RI harus segera menarik buku tersebut dari peredaran. Pasalnya, telah membuat resah masyarakat, dan berpotensi menimbulkan pepecahan umat Muslim.
"Paham-paham yang ditanamkan dalam buku tersebut, seperti paham Wahabi. Paham seperti ini tidak diterima masyarakat Islam di Indonesia. Namun demikian, semua pihak harus duduk bersama," tegasnya.
Haris mengungkapkan, dalam setiap penyusunan materi kurikulim, LP Maarif memang dilibatkan. Namun sebatas dimintai saran oleh pihak Kemenag RI. Sedang untuk penyusunan kurikulum, pihaknya tidak pernah dilibatkan.
"Pentingnya menarik buku tersebut adalah demi persatuan dan kesatuan bangsa. Jangan sampai, munculnya buku ini bisa menjadi keresahan umat Islam. Kemenag harus segera mengambil sikap," tukasnya.
"Ini keterlaluan dan sudah berlebihan. Menganggap makam wali sebagai berhala sama halnya sebagai sesembahan. Makam Wali bukan sesembahan. Masyarakat Indonesia lebih menghormati para pejuang Islam di Tanah Air," kata Haris, Rabu (17/9/2014).
Dia melanjutkan, Kementerian Agama (Kemenag) RI harus segera menarik buku tersebut dari peredaran. Pasalnya, telah membuat resah masyarakat, dan berpotensi menimbulkan pepecahan umat Muslim.
"Paham-paham yang ditanamkan dalam buku tersebut, seperti paham Wahabi. Paham seperti ini tidak diterima masyarakat Islam di Indonesia. Namun demikian, semua pihak harus duduk bersama," tegasnya.
Haris mengungkapkan, dalam setiap penyusunan materi kurikulim, LP Maarif memang dilibatkan. Namun sebatas dimintai saran oleh pihak Kemenag RI. Sedang untuk penyusunan kurikulum, pihaknya tidak pernah dilibatkan.
"Pentingnya menarik buku tersebut adalah demi persatuan dan kesatuan bangsa. Jangan sampai, munculnya buku ini bisa menjadi keresahan umat Islam. Kemenag harus segera mengambil sikap," tukasnya.
(san)