Tolak Bala, Pemkot Tegal Hidupkan Tradisi Ruwatan
A
A
A
TIGA ancak (tandu) diarak membelah kerumunan ratusan warga yang memadati obyek wisata Pantai Alam Indah (PAI) Kota Tegal. Ancak yang masing-masing dipikul empat orang itu berisi berbagai hasil bumi, seperti sayur dan buah, serta replika kepala kerbau.
Sesampainya di pinggir pantai, tiga ancak terbuat dari kayu itu diletakkan berjejer. Tak lama kemudian, sejumlah pemuka agama Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu, yang sudah berkumpul memanjatkan doa bersama-sama memohon keselamatan.
Pemanjatan doa bersama disusul dengan arak-arakan sejumlah kesenian tradisional seperti barongsai, balo-balo, jaran lumping yang menyusuri rute Pantai Timur, Jalan Halmahera, Jalan Karimun Jawa, Jalan Sangir dan Pantai Barat PAI.
Bersamaan dengan itu, turut dipentaskan juga pagelaran wayang kulit oleh dalang Ki Sarjono selama sekitar 30 menit. Usai parade kesenian, ancak yang berisi hasil bumi dan simbol kepala kerbau dilarung ke laut.
Prosesi tersebut merupakan prosesi ruwatan tolak bala yang digelar Pemerintah Kota (Pemkot) Tegal bersama masyarakat sekitar obyek wisata PAI untuk melestarikan tradisi yang berlangsung sejak lama. Melalui ruwatan, masyarakat memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dijauhkan dari bala (bencana).
Tradisi budaya ini, konon sudah dilakukan sejak zaman dulu oleh masyarakat di sekitar obyek wisata PAI secara swadaya. Seiring perkembangan zaman, tradisi ruwatan sempat tenggelam selama beberapa tahun.
Tradisi masyarakat pesisir ini kembali dihidupkan oleh pemkot pada 2011 lalu dan digelar setiap tahun hingga kini. Selain untuk melestarikan budaya, prosesi ruwatan diharapkan mampu menarik wisatawan untuk datang ke Kota Tegal.
Kepala Dinas Pemuda Olah Raga Seni Budaya dan Pariwisata (Disporabudpar) Kota Tegal R Supriyanta mengatakan, ruwatan yang digelar tahun ini merupakan penyelenggaraan yang keempat kalinya, sejak diangkat kembali pada 2011.
"Ruwatan ini sama dengan tolak bala dan sudah dilakukan masyarakat secara swadaya sejak dulu sebagai tradisi. Setelah dilaksanakan secara swadaya, mulai tahun 2011, pemkot ikut terlibat dalam pelaksanaan dengan mengucurkan bantuan dana dari APBD," ujarnya, di lokasi, Minggu (14/9/2014).
Sementara itu, Wali Kota Tegal Siti Masitha menyebut, diangkatnya kembali tradisi ruwatan, dilatari kerihatinan. Sebab dalam kurun waktu satu tahun itu, terdapat delapan orang pengunjung PAI yang meninggal ketika tengah bermain di pantai. Peristiwa tersebut berdampak pada menurunnya jumlah pengunjung ke obyek wisata andalan Kota Tegal.
"Karena itu, tokoh masyarakat setempat dan pemkot memikirkan jalan keluarnya dan disepakati digelar kembali ruwatan pantai," terang Siti Masitha.
Menurut Sitha, ruwatan pantai tersebut merupakan manifestasi doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar masyarakat dijauhkan dari musibah. Selain memohon keselamatan, acara ruwatan diharapkan bisa menjadi event pariwisata khas di PAI.
Dia berharap, ruwatan dapat lebih mengenalkan objek wisata PAI ke semua lapisan masyarakat, sehingga dapat mendorong tumbuh kembangnya kepariwisataan di Kota Tegal.
“Untuk itu, bagi segenap aparatur pemerintah yang bertugas di sini, buatlah wisatawan yang datang itu nyaman dan aman. Artinya nyaman ketika berwisata, dan aman ketika beraktivitas di lingkungan PAI,” tukasnya.
Sesampainya di pinggir pantai, tiga ancak terbuat dari kayu itu diletakkan berjejer. Tak lama kemudian, sejumlah pemuka agama Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu, yang sudah berkumpul memanjatkan doa bersama-sama memohon keselamatan.
Pemanjatan doa bersama disusul dengan arak-arakan sejumlah kesenian tradisional seperti barongsai, balo-balo, jaran lumping yang menyusuri rute Pantai Timur, Jalan Halmahera, Jalan Karimun Jawa, Jalan Sangir dan Pantai Barat PAI.
Bersamaan dengan itu, turut dipentaskan juga pagelaran wayang kulit oleh dalang Ki Sarjono selama sekitar 30 menit. Usai parade kesenian, ancak yang berisi hasil bumi dan simbol kepala kerbau dilarung ke laut.
Prosesi tersebut merupakan prosesi ruwatan tolak bala yang digelar Pemerintah Kota (Pemkot) Tegal bersama masyarakat sekitar obyek wisata PAI untuk melestarikan tradisi yang berlangsung sejak lama. Melalui ruwatan, masyarakat memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dijauhkan dari bala (bencana).
Tradisi budaya ini, konon sudah dilakukan sejak zaman dulu oleh masyarakat di sekitar obyek wisata PAI secara swadaya. Seiring perkembangan zaman, tradisi ruwatan sempat tenggelam selama beberapa tahun.
Tradisi masyarakat pesisir ini kembali dihidupkan oleh pemkot pada 2011 lalu dan digelar setiap tahun hingga kini. Selain untuk melestarikan budaya, prosesi ruwatan diharapkan mampu menarik wisatawan untuk datang ke Kota Tegal.
Kepala Dinas Pemuda Olah Raga Seni Budaya dan Pariwisata (Disporabudpar) Kota Tegal R Supriyanta mengatakan, ruwatan yang digelar tahun ini merupakan penyelenggaraan yang keempat kalinya, sejak diangkat kembali pada 2011.
"Ruwatan ini sama dengan tolak bala dan sudah dilakukan masyarakat secara swadaya sejak dulu sebagai tradisi. Setelah dilaksanakan secara swadaya, mulai tahun 2011, pemkot ikut terlibat dalam pelaksanaan dengan mengucurkan bantuan dana dari APBD," ujarnya, di lokasi, Minggu (14/9/2014).
Sementara itu, Wali Kota Tegal Siti Masitha menyebut, diangkatnya kembali tradisi ruwatan, dilatari kerihatinan. Sebab dalam kurun waktu satu tahun itu, terdapat delapan orang pengunjung PAI yang meninggal ketika tengah bermain di pantai. Peristiwa tersebut berdampak pada menurunnya jumlah pengunjung ke obyek wisata andalan Kota Tegal.
"Karena itu, tokoh masyarakat setempat dan pemkot memikirkan jalan keluarnya dan disepakati digelar kembali ruwatan pantai," terang Siti Masitha.
Menurut Sitha, ruwatan pantai tersebut merupakan manifestasi doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar masyarakat dijauhkan dari musibah. Selain memohon keselamatan, acara ruwatan diharapkan bisa menjadi event pariwisata khas di PAI.
Dia berharap, ruwatan dapat lebih mengenalkan objek wisata PAI ke semua lapisan masyarakat, sehingga dapat mendorong tumbuh kembangnya kepariwisataan di Kota Tegal.
“Untuk itu, bagi segenap aparatur pemerintah yang bertugas di sini, buatlah wisatawan yang datang itu nyaman dan aman. Artinya nyaman ketika berwisata, dan aman ketika beraktivitas di lingkungan PAI,” tukasnya.
(san)