Melihat Pembuatan Bendera Merah Putih di Kampung Banggala
A
A
A
GARUT - Agustus adalah bulan yang paling ditunggu warga Kampung Banggala, Desa/Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pasalnya, warga kampung yang sebagian besar menggantungkan hidupnya pada bisnis penjualan bendera ini akan mendapatkan berkah yang melimpah pada bulan kelahiran Republik Indonesia tersebut.
"Kalau untuk produksi, kami telah mempersiapkannya sejak Mei, Juni, dan Juli. Pada saat itu, proses produksi telah dimulai. Sementara di Agustus ini kami tinggal memasarkan saja," kata Narno, salah seorang warga pengrajin bendera di Kampung Banggala, Selasa (12/8/2014).
Ia mengaku, menjelang hari peringatan kemerdekaan RI, total omzet penjualan bendera dari seluruh warga yang bergerak di bisnis tersebut bisa mencapai miliaran rupiah. Penjualan bendera tidak hanya dilakukan di Garut, melainkan telah merambah ke sejumlah kota besar di Nusantara.
"Mayoritas warga di sini menjadi pengrajin musiman membuat bendera dan umbul-umbul merah putih atau yang lainnya. Pokoknya hampir semua keluarga akan memutarkan uangnya di bisnis ini dan nilainya bisa mencapai puluhan juta rupiah. Kalau ditotal, keuntungan keseluruhan warga bisa tembus miliaran rupiah," ungkapnya.
Bagi warga Kampung Banggala, memasuki bulan Agustus berarti bulan yang semarak dengan bendera dan umbul-umbul merah putih. Membuat bendera, menurut Narno, bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan.
Para pengrajin akan memulai dengan pemotongan kain warna merah dan putih sesuai ukuran yang diinginkan. "Lalu dijahit dengan menggabungkan kedua kain berwarna merah dan putih itu. Kalau kain sudah tersedia, pembuatannya sangat mudah. Siapa pun di sini bisa membuatnya. Asal mahir menggunakan mesin jahit pasti biasa. Makanya tidak aneh, pada masa-masa proses produksi, setiap orang dapat menghasilkan ribuan potong bendera setiap harinya," tuturnya.
Menurutnya, warga kampung Banggala dan sekitarnya telah menjadikan bisnis bendera sebagai proyek musiman setahun sekali. Sebuah bisnis yang hasilnya bisa dinikmati seluruh warga dari berbagai umur, mulai anak-anak laki maupun perempuan hingga orang dewasa yang turut terjun dalam setiap prosesnya.
Seorang wanita setengah baya yang berdomisili di Kampung Banggala, Titi (56), mengaku dapat mengais rezeki dari bisnis tersebut. Meski hanya kebagian bekerja sebagai tukang melipat bendera, dalam satu hari ia bisa mendapat upah hingga Rp100 ribu hingga lebih. "Kalau banyak melipat benderanya, bisa banyak upahnya. Lumayan untuk tambah-tambah uang dapur," katanya.
Bendera hasil produksi warga Kecamatan Leles ini kemudian dipasarkan oleh para pemuda dan pria dewasa dengan cara merantau ke daerah lain, seperti Bandung, Jakarta, Makassar, Jambi, Bali, hingga Papua.
"Kalau untuk produksi, kami telah mempersiapkannya sejak Mei, Juni, dan Juli. Pada saat itu, proses produksi telah dimulai. Sementara di Agustus ini kami tinggal memasarkan saja," kata Narno, salah seorang warga pengrajin bendera di Kampung Banggala, Selasa (12/8/2014).
Ia mengaku, menjelang hari peringatan kemerdekaan RI, total omzet penjualan bendera dari seluruh warga yang bergerak di bisnis tersebut bisa mencapai miliaran rupiah. Penjualan bendera tidak hanya dilakukan di Garut, melainkan telah merambah ke sejumlah kota besar di Nusantara.
"Mayoritas warga di sini menjadi pengrajin musiman membuat bendera dan umbul-umbul merah putih atau yang lainnya. Pokoknya hampir semua keluarga akan memutarkan uangnya di bisnis ini dan nilainya bisa mencapai puluhan juta rupiah. Kalau ditotal, keuntungan keseluruhan warga bisa tembus miliaran rupiah," ungkapnya.
Bagi warga Kampung Banggala, memasuki bulan Agustus berarti bulan yang semarak dengan bendera dan umbul-umbul merah putih. Membuat bendera, menurut Narno, bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan.
Para pengrajin akan memulai dengan pemotongan kain warna merah dan putih sesuai ukuran yang diinginkan. "Lalu dijahit dengan menggabungkan kedua kain berwarna merah dan putih itu. Kalau kain sudah tersedia, pembuatannya sangat mudah. Siapa pun di sini bisa membuatnya. Asal mahir menggunakan mesin jahit pasti biasa. Makanya tidak aneh, pada masa-masa proses produksi, setiap orang dapat menghasilkan ribuan potong bendera setiap harinya," tuturnya.
Menurutnya, warga kampung Banggala dan sekitarnya telah menjadikan bisnis bendera sebagai proyek musiman setahun sekali. Sebuah bisnis yang hasilnya bisa dinikmati seluruh warga dari berbagai umur, mulai anak-anak laki maupun perempuan hingga orang dewasa yang turut terjun dalam setiap prosesnya.
Seorang wanita setengah baya yang berdomisili di Kampung Banggala, Titi (56), mengaku dapat mengais rezeki dari bisnis tersebut. Meski hanya kebagian bekerja sebagai tukang melipat bendera, dalam satu hari ia bisa mendapat upah hingga Rp100 ribu hingga lebih. "Kalau banyak melipat benderanya, bisa banyak upahnya. Lumayan untuk tambah-tambah uang dapur," katanya.
Bendera hasil produksi warga Kecamatan Leles ini kemudian dipasarkan oleh para pemuda dan pria dewasa dengan cara merantau ke daerah lain, seperti Bandung, Jakarta, Makassar, Jambi, Bali, hingga Papua.
(zik)