Cerita Aneh Jelang Tragedi MH17 dari Keluarga Supartini

Minggu, 20 Juli 2014 - 15:06 WIB
Cerita Aneh Jelang Tragedi MH17 dari Keluarga Supartini
Cerita Aneh Jelang Tragedi MH17 dari Keluarga Supartini
A A A
KARANGANYAR - Tidak ada firasat buruk dari keluarga dekat Supartini, sebelum putri pertamanya tersebut tewas setelah pesawat Malaysia Airline MH17 ditembak jatuh oleh Rudal pemberontak pro Rusia.

Justru firasat akan kepergian selama-lamanya tulang punggung ekonomi keluarga Harto Wiyono ini datang dari kerabat jauh korban.

Yudi salah satu kerabat jauh Supartini, warga RT 11 RW 2 Desa Munggur, Kecamatan Mojogedang, Karanganyar, Jawa Tengah ini mengaku mengalami kejadian aneh sebelum saudaranya itu tewas.

Kejadian itu dirasakan Yudi, tepat pada hari Kamis malam sebelum pesawat MH 17 ditembak jatuh oleh pemberontak pro Rusia.

Yudi warga Desa Munggur,Kecamatan Mojogedang, Karanganyar menceritakan sebelum Supartini meninggal, korban sempat meminta kepada Yudi untuk membuatkan seperangkat meja dan kursi untuk mengisi rumah barunya.

"Saya bilang, yang penting kamu pulang dulu, lihat gambarnya dulu maunya gimana, nanti cocok saya buatkan," jelasnya di kediaman korban, Minggu (20/7/2014).

Namun menurut Yudi, Supartini menolak dan minta segera dibuatkan modelnya terserah yang penting bagus. Supartini, ungkap Yudi, menginginkan kursi pesanannya sudah jadi begitu dia tiba di Indonesia.

"Akhirnya saya penuhi permintaannya. Saya bikinkan dengan kualitas kayu yang bagus, dan hampir jadi. Tinggal finishing," kata Yudi.

Namun menurut Yudi, sesaat sebelum kejadian pada hari Kamis malam sekitar pukul 20.00 sampai 20.30 WIB, Yudi dan empat orang temannya duduk di dekat meja pesanan Supartini.

"Tiba-tiba ada letusan berbunyi, sumbernya dari meja milik Supartini," lanjutnya lagi. Semua yang ada di situ kaget, dan mencari tahu dari mana sumber suara tersebut.

Setelah dilihat ternyata kaki dari meja itu retak memanjang. Keanehan itu membuat mereka menjadi bingung ada pertanda apa sebenarnya. "Padahal tidak ada siapa-siapa di situ, anehnya kayu jadi retak. Padahal kualitasnya super," timpalnya.

Setelah itu tengah malamnya Yudi mendapat kabar jika Supartini meninggal dalam kecelakaan pesawat yang akan membawanya pulang ke tanah air.

"Saya hanya ingat ucapan terakhirnya yang ingin jalan-jalan ke Malioboro dan Parangtritis saat nanti pulang ke kampung halaman dan meminta saya untuk nyopiri (menyetir)," jelasnya lagi.

Selain itu menurut Yudi, dia juga merasakan janggal jika sehari sebelum kejadian ibunda Supartini, Sriyatun menyapu rumah sampai berkali-kali. Sebab biasanya ibu Supartini jarang membersihkan rumah karena sibuk berdagang pecel.

"Mas, simbah ( Sriyatun, ibunda Supartini) kok nyapu terus-terusan. Padahal wis resik," terang Yudi mengulang cerita keponakannya.

Ketika ditanyakan kepada Sriyatun ibunda Supartini, dirinya tidak merasakan keanehan tersebut. Yang pasti menurutnya sehari itu perasaanya kosong.

"Kulo mboten krasa napa-napa, jebule umure Partini cukup sementen," jelasnya sambil mengusap air mata.

Menurut Sriyatun, perjalanan hidupnya sangat susah sampai akhirnya bisa sukses. Namun Supartini belum sempat merasakan hasilnya.

Bermodal menjual kalung ibunya sebesar 10 gram dan pinjaman, Supartini selepas SMA berjuang mengadu nasib di negeri orang.

"Jadi TKW mulai dari Hongkong, Taiwan, baru di Belanda bisa membawa hasil," ungkapnya.

Sriyatun mengatakan, sebagian jerih payah Supartini dibelikan tanah, dan dibuat rumah yang berdiri megah dibandingkan rumah di sekelilingnya.

Sebagian ditabung untuk masa depan putri semata wayangnya yang sejak bayi sudah diasuh kakek dan neneknya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7503 seconds (0.1#10.140)