Kisah Dua Bocah Berjuang Menafkahi Keluarga

Kamis, 05 Juni 2014 - 21:22 WIB
Kisah Dua Bocah Berjuang...
Kisah Dua Bocah Berjuang Menafkahi Keluarga
A A A
POLEWALI - Demi memenuhi kebutuhan hidup, dua bocah di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar), rela membanting tulang. Meski masih berstatus sebagai anak sekolah, Ayu Ramayanti (13) dan adiknya Hafid (10), berjuang untuk bisa menghidupi keluarganya dengan cara bekerja.

Kedua bocah itu tinggal di sebuah rumah kontrakan di Kelurahan Bumiayu, Kecamatan Wonomulyo. Di situlah kedua bocah itu tinggal bersama dengan Ibunya, Appung (37), yang sudah dua tahun lumpuh.

Rumah itu bukanlah rumah pribadi ataupun aset, melainkan rumah kontrakan Appung bersama dua anaknya, yang disewa dari hasil donasi teman sekelas Ayu Ramayanti. Tempat tinggal Appung memang sangat menyedihkan. Selain tempat tinggal yang seadanya, Appung hanya bisa menjalani hidup ini dengan pasrah. Keinginan untuk menafkahi anaknya pun tidak bisa dilakukan karena lumpuh yang dialami.

Yang terjadi malah sebaliknya. Kedua anaknya yang masih berstatus pelajar, menjadi tulang punggung dalam kehidupan keluarganya. Mulai dari mengurus kebutuhan ibunya, memandikan, hingga mencari nafkah agar bisa makan setiap hari.

Sang ayah yang diharapkan bisa membantu ibunya dalam proses penyembuhan dari kelumpuhan, menghilang seperti ditelan bumi. Entah ke mana, tidak ada orang yang tahu. Ada yang menduga, sang suami tega meninggalkan dua anak dan istrinya yang lumpuh dan tak berdaya karena sudah tak tahan dengan kondisi hidup keluarganya.

Sebagai tulang punggung dalam keluarga saat ini, kedua bocah ini rela menghabiskan waktu untuk bekerja dan mengurus ibunya sebelum berangkat ke sekolah. Selama dua tahun terakhir, Ayu Ramayanti dan Hafid menjalani rutinitas seperti itu. Bahkan, untuk menyembuhkan penyakit ibunya, setiap harinya, kedua anak-anaknya rela untuk mencari nafkah dengan bekerja di salah satu pedagang sate. Begitupun dengan Hafid, seusai pulang sekolah ia langsung bekerja di tepat pencucian motor dengan upah Rp5.000 setiap hari.

Ditemui di rumah kontrakannya, Ayu dan Hafid mengaku sudah terbiasa dengan rutinitas yang dilakukan sehari-hari itu. Meski apa yang dihasilkan tidak sebanding dengan pekerjaan dan kebutuhan hidup, kedua bocah itu tetap tekun menjalani rutinitasnya.

Keduanya juga tak lupa untuk meluangkan waktu memijat ibunya agar saraf-sarafnya bisa segera berfungsi dan berjalan normal kembali seperti dua tahun lalu.

"Saya kerap merasa kelelahan dan sudah berkali-kali saya minta berhenti sekolah tapi tak diizinkan kepala sekolah. Mereka meminta saya tetap ke sekolah walaupun sering bolos karena juga mengurus keperluan ibu saya. Belum lagi saya masih harus bekerja berjualan di warung agar bisa menghidupi ibu saya," tutur Ayu sambil meneteskan air mata.

Hingga akhirnya, para guru dan siswa yang bersimpati dengan kehidupan keluarga Ayu pun bergotong royong menghimpun sumbangan di kalangan guru dan siswa secara patungan hingga terkumpul dana sebesar Rp3 juta. Separuh dana itu digunakan untuk biaya kontrakan rumah, selebihnya untuk biaya hidup keluarga Ayu. Sementara itu, ibu Ayu setiap hari hanya bisa meneteskan air mata kesedihan ketika rumah kontrakannya dikunjungi warga yang bersilaturahmi ke rumahnya.

Appung bersedih karena ia tak bisa berbuat apa-apa. Jangankan membalas pemberian dana uluran tangan warga, mengurus diri sendiri seperti mandi, buang air, dan makan, misalnya, semua membutuhkan tangan orang lain. Appung mengaku sudah empat kali pindah rumah dan menumpang di rumah warga sejak dua tahun terakhir karena tak punya rumah. Sementara suaminya, Sumarman, menghilang dan meninggalkannya beserta dua anaknya.

Sekadar diketahui, Appung menderita lumpuh setelah menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Malaysia pada 2011. Namun, tidak berselang lama setelah pergi, Appung kembali ke kampung halaman dalam kondisi tidak berdaya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1059 seconds (0.1#10.140)