Siswa MA Rayakan Kelulusan UN Diatas Lumpur Lapindo

Selasa, 20 Mei 2014 - 16:21 WIB
Siswa MA Rayakan Kelulusan UN Diatas Lumpur Lapindo
Siswa MA Rayakan Kelulusan UN Diatas Lumpur Lapindo
A A A
SIDOARJO - Sudah menjadi tradisi siswa Madrasah Aliyah (MA) Khalid Bin Walid Porong setiap merayakan kelulusan ujian nasional (UN) selalu dengan sujud syukur diatas tanggul lumpur Lapindo. Pasalnya, dibawah lumpur pekat itulah dulu sekolah mereka berada.

Mereka mendatangi tanggul lumpur di Desa Glagaharum, Kecamatan Porong dengan membawa tumpeng. Selanjutnya mereka berdoa bersama, sujud syukur dan tumpeng tersebut dimakan bersama-sama dengan gurunya.

Kepala sekolah MA Khalid Bin Walid, Ali Mas’ad mengatakan, mereka mendatangi tanggul lumpur untuk mensyukuri nikmat tuhan. Meskipun sekolahannya sudah terendam lumpur tapi masih bisa meluluskan siswanya pada UN tahun ini.

Siswa MA Khalid Bin Walid yang mengikuti UN sebanyak 34 dan lulus semuanya. Bahkan, hampur setiap tahun siswanya yang ikut UN lulus dengan hasil memuaskan.

"Siswa kita memang tidak banyak sejak sekolah terendam lumpur. Tapi Alhamdulillah lulus semuanya," ujar Ali Mas'ad saat memimpin acara sujud syukur diatas tanggul lumpur, Selasa pagi (20/5/2014).

Pengumuman kelulusan siswa dengan memberikan amplop kelulusan di tanggul lumpur. Hal ini dilakukan untuk mengenang sekolahnya yang sudah terendam 8 tahun silam.

Karena dulu dibawah lumpur itulah sekolah itu berdiri dan menjadi salah satu tujuan sekolah siswa di kawasan Porong.

Ali Mas'ad menambahkan, acara syukuran ini juga merupakan bentuk protes Kepada Dinas Pendidikan Sidoarjo dan Kementerian Agama.

Karena selama 8 tahun ini pihak sekolah masih belum diberikan ganti rugi terhadap sekolahnya padahal MA Khalid Bin Walid berada di dalam peta area terdampak. “Hanya sekolah kami yang belum, sekolah yang lain sudah semuanya,” timpalnya.

MA Khalid Bin Walid yang berdiri sejak 12 juli 1996 di Desa Renokenongo,Kecamatan Porong.

Namun, saat semburan lumpur muncul 29 Mei 2006 lalu, sekolah yang lebih berbasis pada pelajaran agama itu ikut terendam lumpur. Ironisnya, hingga delapan tahun ini belum juga diberi ganti rugi oleh Lapindo.

Sementara untuk proses belajar mengajar selama delapan tahun ini pihak sekolah berpindah-pindah dan mengontrak sebuah rumah milik warga di Desa Glagaharum, Kecamatan Porong.

Warga tidak ingin sekolah yang didirikan dengan susah payah itu gulung tikar, sehingga memilih kontrak rumah dan imbasnya siswanya semakin sedikit.

Hidayatullah, salah satu siswa mengaku berterimakasih kepada semua gurunya yang sudah membimbing teman-temannya selama 3 tahun ini.

Dia juga kecewa karena sekolahnya sudah terendam lumpur namun sampai saat ini belum juga dibayar.

Padahal, dari uang pembayaran itulah nantinya bisa digunakan untuk membangun gedung yang lebih layak lagi untuk proses belajar mengajar.

"Kalau sudah dibayar ganti ruginya bisa untuk bangun sekolah lagi. Tapi sampai sekarang belum dibayar ganti ruginya,” tandas Hidayatullah.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1600 seconds (0.1#10.140)