Masyarakat tak tahu, beli token listrik prabayar sering dicurangi

Kamis, 15 Mei 2014 - 21:03 WIB
Masyarakat tak tahu, beli token listrik prabayar sering dicurangi
Masyarakat tak tahu, beli token listrik prabayar sering dicurangi
A A A
Sindonews.com – Pembelian token listrik pra-bayar yang dilakukan di outlet-outlet penjualan atau yang dikenal dengan Payment Point Online Bank (PPOB) diindikasi terjadi kecurangan.

Kecurangan tersebut berupa, adanya tambahan biaya administrasi antara Rp1000 sampai dengan Rp3000.

Indikasi tersebut berdasarkan temuan dari PT PLN Persero Distribusi Jateng-DIY. Adanya biaya tambahan tersebut, membuat pelanggan dirugikan karena harus membayar lebih, padahal sebenarnya adminitrasi bank sudah dipotong dari nominal pembelian.

Deputi Manajer Mekanisme Niaga PT PLN Persero Distribusi Jateng dan DIY Rudi Setyabudi mengatakan, hasil temuan investigasi PLN, kecurangan dilakukan di antaranya memungut biaya tambahan tanpa ada rincian yang jelas.

Selain itu juga ditemukan ada tambahan biaya namun dikemas langsung dalam struk sehingga jumlah kWh tidak berkurang dan seolah sah sesuai standar PPOB PLN.

Menurut Rudi, pada pembelian token listrik prabayar memang terdapat potongan yakni berupa potongan PPJ dan biaya administrasi bank. Dari sisa potongan itulah kemudian dikonversi menjadi token.

“Misalnya kita beli token Rp20.000 kita mendapatkan listrik dengan kWh yang tidak sesuai dengan yang dibeli dan akhirnya masyarkat merasa menggunakan listrik prabayar boros,” jelasnya.

Untuk menghindari terjadinya kecurangan tersebut per tanggal 1 April lalu, PT PLN persero menerapkan sistem Single Aplikasi (SA) sebagai kendali PPOB. Dengan adanya SA tersebut semua loket PPOB harus mengikuti standarisasi tersebut.

Kecepatan implementasi PPOB dengan SA yang baru ini tergantung dari kesiapan bank yang memiliki infastruktur sistem akses transaksi data.

Ada bank yang cepat melakukan sinkronisasi data namun ada juga bank yang membutuhkan waktu lebih lama karena harus merubah parameter dan menu transaksi.

Namun, menurut informasi yang Rudi terima mulai Juni mendatang seluruh bank sudah selesai melakukan sinkronisasi.

“Di Jateng dan DIY ada sekitar 110.000 loket pembelian token termasuk loket milik PT Pos, dengan jumlah cukup bayak itu tentu tidak semua bisa langsung di sinkronisasi, dan butuh waktu,” imbuhnya.

Dengan masih adanya bank yang belum menyelesaikan program sinkronisasi tersebut, ada sebagian masyarkat yang kesulitan mendapatkan token PLN.

“Dulu sebelum diterapkannya SA ini, masyarkat bisa mudah medapatkan token, tetapi sekarang tidak karena tidak semua tempat bisa melayani, seperti minimarket, loket-loket kecil ada yang bisa ada pula yang belum. Tetapi masyarkat saat ini sudah bisa membeli token melalui, Kantor Pos, Mobil Konmuter, ATM-ATM bank seperti BRI, Mandiri, dan Bukopin,” jelasnya.

Deputi Manager Komunikasi, Humas dan Bina Lingkungan PT PLN (Persero) Distribusi Jateng-DIY, Supriyono menambahkan, guna mengatasi kesulitan pelanggan untuk bertransaksi pihak PLN telah mengerahkan mobil komuter bekerjasama dengan PT BUEP dan PT Jogja Digital yang jumlahnya 124 mobil.

Seluruh mobil ini stanby di kantor-kantor PLN sehingga memudahkan pembayaran rekening listrik atau membeli token listrik prabayar.
(ilo)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6525 seconds (0.1#10.140)