Nurul niat jual ginjal untuk obati keluarganya
A
A
A
Sindonews.com - Seorang siswa di Surabaya, Nurul Faridatul Hasanah (19), berniat menjual ginjalnya untuk mengobati orangtua dan dua saudara kandungnya.
Betapa tidak, seisi rumah tempat siswi kelas XII-IPA2 SMAN3 Surabaya itu tinggal, menderita sakit yang tidak ringan. Sang ayah, Didik Susanto, mengalami stroke sejak dua tahun lalu. Sementara sang ibu, Nurhayati, menderita kista di rahimnya dan belum diangkat.
Cobaan tak henti sampai di situ saja, dua adiknya Nur Ayu Fanya dan M Nur Aminuddin juga menderita penyakit yang tidak ringan. Nur Ayu menderita leukimia. Sementara Aminuddin yang belum sekolah mengalami kelainan (anak berkebutuhan khusus).
Gaji yang didapat ayahnya yang sebelumnya berprofesi sebagai guru tak cukup untuk memenuhi kebutuhan semuanya. Mereka tetap butuh makan. Belum lagi uang sewa rumah Rp1,5 juta pertahun yang belum terbayarkan.
Atas kondisi tersebut, Nurul yang tinggal di Jalan Bulak Banteng Bandarejo Pertama, RT-1/RW-3, Kelurahan Bulak Banteng, Kecamatan Kenjeran, Surabaya itupun berusaha 'memeras otak'-nya. Nurul memilih untuk menyambi kerja selepas sekolah sebagai cleaning service di salah satu restoran di kawasan Gubeng Kertajaya untuk meringankan beban hidup keluarganya.
Dia tak sendiri. Sang kakak, Nuril Awaludin Hassal, yang sudah bekerja lepas di Bandara Juanda, Surabaya, juga membantu beban hidup keluarganya. "Saya kerja mulai pukul 17.00-24.00 WIB. Gajinya Rp600 ribu per bulan. Sepulang kerja saya masih sempatkan belajar,” kata Nurul, Jumat 4 April 2014.
Nurul mengaku keputusan menjual ginjal sempat dipikir matang. Membuktikan keseriusannya, Nurul sempat bertanya ke sejumlah teman kelasnya atas rencana menjual ginjal. "Karena keluarga kami juga terlilit hutang ke renternir dengan bunga tinggi. Itu makanya saya memutuskan untuk menjual ginjal saya," tuturnya.
Setelah sempat dibantu teman-temannya mencari informasi, akhirnya Nurul sempat dihubungi calon pembeli asal Banyuwangi. Nurul sempat membuka harga Rp70 juta.
Keputusannya untuk menjual ginjal juga dibenarkan Wali Kelas XII-IPA2, Riyanti. “Nurul sempat menceritakan rencananya ini ke temannya, Putri dan Triputri. Temannya ini lalu menyampaikan ke guru,” kata Riyanti yang kesehariannya mengajar mata pelajaran Fisika ini.
Muncul inisiatif meringankan beban Nurul agar tak sampai menjual ginjal. Pihak sekolah tak ingin Nurul sakit-sakitan setelah menjual ginjalnya.
“Murid banyak menggalang dana. Ada yang jualan spaghetti. Bahkan wali murid banyak yang membantu setelah mendengar cerita anaknya. Kepala SMAN 3 Nuri Maria Ulfa ikut berpartisipasi,” tutur Riyanti.
Partisipasi ini muncul dengan sendirinya sebagai bentuk spontanitas sekaligus kekecewaan.
Sebelumnya ada pihak yang mengadukan masalah ini ke anggota DPRD Surabaya dari daerah pemilihan (Dapil) II. Namun tidak kunjung direspon.
“Uang bantuan kumpul sekira Rp2,2 juta. Selain digunakan untuk perpanjangan kontrak rumah, juga buat pengobatan Pak Didik,” tutur Riyanti.
Riyanti menyebut ayah Nurul, Didik, dulu sempat mapan dari sisi ekonomi. Karena dia dan keluarga sakit-sakitan, hartanya kemudian ludes. Rumah di Sidotopo-pun terjual. Status guru, PNS membuat dia sulit mengakses layanan kesehatan gratis. Padahal sebenarnya tidak mampu secara ekonomi.
“Kami baru tahu anaknya Pak Didik mau jual ginjal setelah datang wartawan dan teman-teman sekolah Nurul. Kami berharap jangan sampai menjual ginjal,” harap Budiyono, Ketua RT-1, yang dibenarkan Ketua RW-3 Kelurahan Bulak, Wari.
Betapa tidak, seisi rumah tempat siswi kelas XII-IPA2 SMAN3 Surabaya itu tinggal, menderita sakit yang tidak ringan. Sang ayah, Didik Susanto, mengalami stroke sejak dua tahun lalu. Sementara sang ibu, Nurhayati, menderita kista di rahimnya dan belum diangkat.
Cobaan tak henti sampai di situ saja, dua adiknya Nur Ayu Fanya dan M Nur Aminuddin juga menderita penyakit yang tidak ringan. Nur Ayu menderita leukimia. Sementara Aminuddin yang belum sekolah mengalami kelainan (anak berkebutuhan khusus).
Gaji yang didapat ayahnya yang sebelumnya berprofesi sebagai guru tak cukup untuk memenuhi kebutuhan semuanya. Mereka tetap butuh makan. Belum lagi uang sewa rumah Rp1,5 juta pertahun yang belum terbayarkan.
Atas kondisi tersebut, Nurul yang tinggal di Jalan Bulak Banteng Bandarejo Pertama, RT-1/RW-3, Kelurahan Bulak Banteng, Kecamatan Kenjeran, Surabaya itupun berusaha 'memeras otak'-nya. Nurul memilih untuk menyambi kerja selepas sekolah sebagai cleaning service di salah satu restoran di kawasan Gubeng Kertajaya untuk meringankan beban hidup keluarganya.
Dia tak sendiri. Sang kakak, Nuril Awaludin Hassal, yang sudah bekerja lepas di Bandara Juanda, Surabaya, juga membantu beban hidup keluarganya. "Saya kerja mulai pukul 17.00-24.00 WIB. Gajinya Rp600 ribu per bulan. Sepulang kerja saya masih sempatkan belajar,” kata Nurul, Jumat 4 April 2014.
Nurul mengaku keputusan menjual ginjal sempat dipikir matang. Membuktikan keseriusannya, Nurul sempat bertanya ke sejumlah teman kelasnya atas rencana menjual ginjal. "Karena keluarga kami juga terlilit hutang ke renternir dengan bunga tinggi. Itu makanya saya memutuskan untuk menjual ginjal saya," tuturnya.
Setelah sempat dibantu teman-temannya mencari informasi, akhirnya Nurul sempat dihubungi calon pembeli asal Banyuwangi. Nurul sempat membuka harga Rp70 juta.
Keputusannya untuk menjual ginjal juga dibenarkan Wali Kelas XII-IPA2, Riyanti. “Nurul sempat menceritakan rencananya ini ke temannya, Putri dan Triputri. Temannya ini lalu menyampaikan ke guru,” kata Riyanti yang kesehariannya mengajar mata pelajaran Fisika ini.
Muncul inisiatif meringankan beban Nurul agar tak sampai menjual ginjal. Pihak sekolah tak ingin Nurul sakit-sakitan setelah menjual ginjalnya.
“Murid banyak menggalang dana. Ada yang jualan spaghetti. Bahkan wali murid banyak yang membantu setelah mendengar cerita anaknya. Kepala SMAN 3 Nuri Maria Ulfa ikut berpartisipasi,” tutur Riyanti.
Partisipasi ini muncul dengan sendirinya sebagai bentuk spontanitas sekaligus kekecewaan.
Sebelumnya ada pihak yang mengadukan masalah ini ke anggota DPRD Surabaya dari daerah pemilihan (Dapil) II. Namun tidak kunjung direspon.
“Uang bantuan kumpul sekira Rp2,2 juta. Selain digunakan untuk perpanjangan kontrak rumah, juga buat pengobatan Pak Didik,” tutur Riyanti.
Riyanti menyebut ayah Nurul, Didik, dulu sempat mapan dari sisi ekonomi. Karena dia dan keluarga sakit-sakitan, hartanya kemudian ludes. Rumah di Sidotopo-pun terjual. Status guru, PNS membuat dia sulit mengakses layanan kesehatan gratis. Padahal sebenarnya tidak mampu secara ekonomi.
“Kami baru tahu anaknya Pak Didik mau jual ginjal setelah datang wartawan dan teman-teman sekolah Nurul. Kami berharap jangan sampai menjual ginjal,” harap Budiyono, Ketua RT-1, yang dibenarkan Ketua RW-3 Kelurahan Bulak, Wari.
(rsa)