Pemerintah pakai kacamata kuda seleksi CPNS K2

Jum'at, 21 Februari 2014 - 14:49 WIB
Pemerintah pakai kacamata...
Pemerintah pakai kacamata kuda seleksi CPNS K2
A A A
Sindonews.com - Bupati Mamuju Suhardi Duka menilai, keputusan pemerintah pusat soal kelulusan K2 menggunakan 'kacamata kuda'. Artinya, hanya melihat satu sisi saja, tanpa mempertimbangkan kondisi riil di daerah.

Diakui, tingginya kekecewaan para tenaga honorer lebih disebabkan keputusan yang dinilai tidak adil dan merata. Dari sekian banyak K2 yang lulus, tidak ada satu pun yang mempertimbangkan latar belakang atau track record setiap individu tenaga honorer.

"Ada honorer yang sudah puluhan tahun mengabdi tidak lulus. Ada satu desa yang tidak seorang pun warganya yang honorer lulus. Tetapi ada satu keluarga yang suami istri langsung lulus, ada juga tiga bersaudara langsung lulus. Ada honorer yang baru beberapa tahun mengabdi, lulus. Keputusan seperti ini jelas berimbas pada Pemda di manapun," ulasnya, Jumat (21/2/2014).

Pemda dinilai, tidak berpihak pada honorernya. Semua penilaian negatif ditujukan pada para kepala daerah. Ditekankan Suhardi, pemda tidak campur tangan sedikitpun menentukan kelulusan K2. Dia membenarkan bahwa masyarakat tidak percaya tingkat kelulusan itu murni dari pemerintah pusat. Mereka tetap menilai ada campur tangan kepala daerah.

"Tidak ada ruang ke arah itu. Semua ditentukan oleh pusat. Kaku dan harus. Padahal jika daerah dilibatkan, paling tidak bisa memberikan masukan. Khususnya terkait kerajinan, prestasi, masa mengabdi, dan usia. Mamuju berbeda dengan Jakarta. Di sini banyak guru yang bertugas di tempat terpencil dengan masa dan mengabdi cukup lama," katanya.

Kelulusan K2, disesuaikan dengan hasil pemeriksaan Lembar Jawaban Komputer (LJK). Dan menyesalkan keputusan itu sebab akibatnya justru masyarakat menyalahkan pemda.

"Perlu ada kriteria lain untuk menangani K2. Tidak hanya hasil pekerjaan menjawab soal. Tapi semua itu tidak dilakukan, sehingga busuknya kami yang menerima di daerah," terangnya.

Kendati demikian sebagai pemimpin di daerah, Suhardi menilai semua ini sudah menjadi risiko. Dia menerimanya, meski secara pribadi sebagai ketua parpol, sudah pasti berdampak pada hasil pemilu legislatif.

"Apa boleh buat, sudah itulah resiko sebagai pemimpin. Pengumuman K2 melalui portal pusat. Sampai sekarang kami belum menerima daftar nama-nama yang lulus dan persyaratan yang harus dipenuhi. Semua ditentukan pusat," imbuhnya.

Bagi tenaga kontrak yang tidak lulus, Suhardi memastikan akan menjadi prioritas tahun depan. Dia menyarankan K2 yang tidak lulus itu untuk sabar dan mengikuti proses tahun depan.

"Kalau merasa tidak adil, sudah capek dan tidak percaya pada siapapun, ya boleh mundur sebagai tenaga kontrak daerah. Tidak apa-apa. Tapi kalau mau sabar, silahkan ikuti proses selanjutnya. Karena semua penggajiannya kembali ke pemda. Termasuk yang dinyatakan lulus kemarin itu. Masih ada celah," katanya.

Senada dengannya, Sekprov Sulbar Ismail Zainuddin mengatakan, ujian untuk K2 tidak efektif. Sebab tenaga kontrak yang sudah berumur dan mengabdi lama bisa dipastikan tidak lulus.

Dia menilai, pemerintah pusat harus melihat lebih bijak untuk penerimaan pegawai khususnya K2. Salah satu yang perlu menjadi bahan pertimbangan adalah kearifan lokal. "Daerah perlu dilibatkan meski dengan persentasi kecil. Masalahnya, ini K2 bukan umum," kuncinya.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1893 seconds (0.1#10.140)