Palsukan nilai, bukti mahasiswa tak punya orientasi

Kamis, 13 Februari 2014 - 21:18 WIB
Palsukan nilai, bukti mahasiswa tak punya orientasi
Palsukan nilai, bukti mahasiswa tak punya orientasi
A A A
Sindonews.com - Terkuaknya kasus pemalsuan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) di Semarang, mencoreng citra perguruan tinggi. Mahasiswa yang harusnya bertindak jujur, sudah mulai melakukan upaya penipuan akademis.

Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Semarang Ngasbun Egar mengatakan, mahasiswa yang harusnya menjadi agen perubahan dan bertindak jujur, serta sportif, tetapi bertindak sebaliknya.

“Ini sangat memalukan sekaligus memprihatinkan, kok bisa mahasiswa yang notabene seorang akademika menggunakan hal-hal seperti itu,” kata Ngasbun, kepada wartawan, Kamis (13/2/2014).

Menurut dia, kejadian tersebut merupakan pukulan telak bagi dunia akademisi, terutama kampus. Hal ini harus menjadi perhatian serius di kalangan kampus, karena kasus marak terjadi.

“Ini harus menjadi perhatian kampus, harus ada upaya untuk mencegah kejadian serupa kembali,” imbuhnya.

Adanya peristiwa tersebut, merupakan bukti bahwa pendidikan karakter yang saat ini diagung-agungkan belum mengena di kalangan mahasiswa. Hal ini merupakan warning bagi kampus untuk terus menggalakkan pentingnya pendidikan karakter.

“Dosen juga harus berperan memperhatikan sikap anak didiknya. Selain itu, pihak kampus juga harus berhati-hati dan membenahi system informasi akademiknya agar tidak dapat dibobol oleh orang lain,” pungkasnya.

Hal senada diungkapkan psikolog Universitas Diponegoro (Undip) Semarang M Akung. Menurutnya, kasus tersebut menjadi cerminan mahasiswa kini. Di mana banyak mahasiswa yang tidak memiliki orientasi dan lebih mengedepankan nilai atau IPK.

“Banyak orientasi mahasiswa saat ini yang lebih mengedepankan nilai, sehingga biasanya jika nilainya jelek, mereka akan kecewa. Akibatnya, bagi mahasiswa yang malas akan menggunakan segala cara untuk memperbaiki nilai itu," tandasnya.

Selain orientasi mahasiswa yang lebih mengedepankan nilai, faktor perekrutan tenaga kerja juga menjadi pengaruh. Sebab, banyak perusahaan yang melakukan screening penerimaan karyawan menggunakan patokan nilai IPK.

“Itu juga menjadi tujuan dari adanya kasus ini, ini harus menjadi perhatian bersama, baik masyarakat maupun dunia kerja. Bahwa sebenarnya, IPK itu tidaklah dapat dijadikan satu-satunya patokan seseorang,” imbuhnya.

Baca juga:
Palsukan nilai IPK mahasiswa, Yuli raup Rp1 M
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7474 seconds (0.1#10.140)