Peretas situs KPU bisa dipenjara 10 tahun
A
A
A
Sindonews.com – Peretasan situs resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Tengah tak bisa dianggap sepele. Pasalnya, pelaku peretasan itu bisa dikenai pidana penjara maksimal 10 tahun atau denda hingga Rp5miliar.
Apalagi, terhitung sejak November 2013 lalu, peretasan situs lembaga penyelenggara Pemilu ini tercatat sudah dua kali terjadi.
Praktisi hukum, Theodorus Yosep Parera, menyatakan insiden semacam ini bukan merupakan delik aduan, yang artinya penyidik kepolisian bisa bertindak tanpa menunggu laporan dari pihak KPU.
“Peretasnya bisa dijerat Pasal 32 juncto Pasal 48 Undang-undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ancaman hukumannya antara 8 sampai 10 tahun dengan denda antara 2 miliar sampai 5 miliar. Karena ancamannya di atas 5 tahun, pelaku dapat ditahan,” ungkapnya saat dihubungi oleh KORAN SINDO, Minggu (9/2/2014).
Lebih lanjut, kata dia, insiden semacam itu sifatnya malaprohibita atau perbuatan yang tergolong kejahatan karena diatur oleh UU. Maka terhadap pelakunya harus diterapkan denda terlebih dahulu. Apabila denda tidak dibayarkan, baru dapat dipidanakan dengan penjara.
“Dalam hukum, harus diterapkan yang paling lex specialis, maka yang harus dipakai adalah UU ITE. Dalam kasus KPU ini, tidak perlu ada pengaduan. Begitu penyidik mengetahui, maka harus langsung ditindaklanjuti,” terangnya.
Diketahui, peretasan situs resmi KPU Jawa Tengah dengan alamat http://www.kpu-jatengprov.go.id diketahui terjadi pada Senin 3 Februari lalu. Beberapa data-data hingga informasi tidak bisa diakses. Pihak KPU Jawa Tengah sendiri membenarkan hal itu.
Saat KORAN SINDO mencoba membuka situs tersebut Senin 3 Februari sekira pukul 17.00 hingga malam harinya, beberapa menu di situs tersebut terdapat tulisan hampir sama: HaCkeD bY Al3x 0wn5. Misalnya, di menu berita tertanggal 21 Januari 2014 22:47:20, muncul gambar telapak tangan bertuliskan Hacked! Stop Korupsi dan Suap. Informatics Mafia Indonesia.
Saat ini, ketika situs resmi itu dibuka pada Minggu 9 Februari terlihat sudah diperbaiki. Informasi-informasi yang ada di sana, sudah dapat diakses dan dibaca.
“Ini menyangkut informasi kepada masyarakat. Penyidik tentu harus menelusuri, seberapa besar kerugiannya, baik KPU maupun masyarakat yang ingin memperoleh informasi,” tambah Yosep.
Sementara itu, anggota KPU Jawa Tengah Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Hubungan Antar Lembaga, Wahyu Setiawan, menyatakan pihaknya berencana melaporkan secara resmi kasus peretasan situs KPU Jawa Tengah ke pihak kepolisian.
“Karena berkaitan dengan dokumen penting negara, kami pertimbangkan menyerahkan kasus peretasan website ini ke kepolisian. KPU berkewajiban memberikan informasi kepada masyarakat terkait dengan semua hal tentang Pemilu,” katanya dikonfirmasi terpisah.
Ia juga menyayangkan statemen Ketua KPU Jawa Tengah Joko Purnomo yang menyatakan sudah mengetahui siapa pelaku peretasan website dan tidak akan memperpanjang insiden ini.
“KPU dorong penegakan hukum terkait peretasan website ini. Kami sayangkan statemen tersebut, mestinya jangan gegabah mengeluarkan statemen yang justru mengacaukan kondusifnya situasi,” tambahnya.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Djoko Poerbo Hadijojo, mengatakan insiden peretasan situs KPU Jawa Tengah ini masih dilakukan penyelidikan. “Tim masih mengumpulkan sejumlah informasi terkait itu,” tandasnya.
Baca:
Situs resmi KPU Jateng kembali diretas
Apalagi, terhitung sejak November 2013 lalu, peretasan situs lembaga penyelenggara Pemilu ini tercatat sudah dua kali terjadi.
Praktisi hukum, Theodorus Yosep Parera, menyatakan insiden semacam ini bukan merupakan delik aduan, yang artinya penyidik kepolisian bisa bertindak tanpa menunggu laporan dari pihak KPU.
“Peretasnya bisa dijerat Pasal 32 juncto Pasal 48 Undang-undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ancaman hukumannya antara 8 sampai 10 tahun dengan denda antara 2 miliar sampai 5 miliar. Karena ancamannya di atas 5 tahun, pelaku dapat ditahan,” ungkapnya saat dihubungi oleh KORAN SINDO, Minggu (9/2/2014).
Lebih lanjut, kata dia, insiden semacam itu sifatnya malaprohibita atau perbuatan yang tergolong kejahatan karena diatur oleh UU. Maka terhadap pelakunya harus diterapkan denda terlebih dahulu. Apabila denda tidak dibayarkan, baru dapat dipidanakan dengan penjara.
“Dalam hukum, harus diterapkan yang paling lex specialis, maka yang harus dipakai adalah UU ITE. Dalam kasus KPU ini, tidak perlu ada pengaduan. Begitu penyidik mengetahui, maka harus langsung ditindaklanjuti,” terangnya.
Diketahui, peretasan situs resmi KPU Jawa Tengah dengan alamat http://www.kpu-jatengprov.go.id diketahui terjadi pada Senin 3 Februari lalu. Beberapa data-data hingga informasi tidak bisa diakses. Pihak KPU Jawa Tengah sendiri membenarkan hal itu.
Saat KORAN SINDO mencoba membuka situs tersebut Senin 3 Februari sekira pukul 17.00 hingga malam harinya, beberapa menu di situs tersebut terdapat tulisan hampir sama: HaCkeD bY Al3x 0wn5. Misalnya, di menu berita tertanggal 21 Januari 2014 22:47:20, muncul gambar telapak tangan bertuliskan Hacked! Stop Korupsi dan Suap. Informatics Mafia Indonesia.
Saat ini, ketika situs resmi itu dibuka pada Minggu 9 Februari terlihat sudah diperbaiki. Informasi-informasi yang ada di sana, sudah dapat diakses dan dibaca.
“Ini menyangkut informasi kepada masyarakat. Penyidik tentu harus menelusuri, seberapa besar kerugiannya, baik KPU maupun masyarakat yang ingin memperoleh informasi,” tambah Yosep.
Sementara itu, anggota KPU Jawa Tengah Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Hubungan Antar Lembaga, Wahyu Setiawan, menyatakan pihaknya berencana melaporkan secara resmi kasus peretasan situs KPU Jawa Tengah ke pihak kepolisian.
“Karena berkaitan dengan dokumen penting negara, kami pertimbangkan menyerahkan kasus peretasan website ini ke kepolisian. KPU berkewajiban memberikan informasi kepada masyarakat terkait dengan semua hal tentang Pemilu,” katanya dikonfirmasi terpisah.
Ia juga menyayangkan statemen Ketua KPU Jawa Tengah Joko Purnomo yang menyatakan sudah mengetahui siapa pelaku peretasan website dan tidak akan memperpanjang insiden ini.
“KPU dorong penegakan hukum terkait peretasan website ini. Kami sayangkan statemen tersebut, mestinya jangan gegabah mengeluarkan statemen yang justru mengacaukan kondusifnya situasi,” tambahnya.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Djoko Poerbo Hadijojo, mengatakan insiden peretasan situs KPU Jawa Tengah ini masih dilakukan penyelidikan. “Tim masih mengumpulkan sejumlah informasi terkait itu,” tandasnya.
Baca:
Situs resmi KPU Jateng kembali diretas
(hyk)