2 pejabat Makassar ditahan
A
A
A
Sindonews.com - Dua tersangka kasus korupsi dana pengadaan lahan pembangunan Gedung Celebes Convention Centre (CCC) 2005, masing-masing mantan Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Sulsel Sangkala Ruslan dan mantan Camat Mariso yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Makassar Agus AS, dijebloskan ke dalam penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Makassar.
"Kedua tersangka ditempatkan di Lapas Klas 1 Makassar dan dengan status tahanan titipan kejaksaan," ungkap Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Makassar Joko Budi Dharmawan, kemarin.
Joko menjelaskan, penahanan terhadap Agus AS dan Sangkala Ruslan dilakukan dengan sejumlah pertimbangan, antara lain mengacu pada pelanggaran Undang-undang (UU) Nomor 31/1999 yang telah diubah kedalam UU Nomor 20/2001 dengan ancamana hukuman di atas lima tahun penjara, tersangka dikhawatirkan menghilangkan barang bukti, serta satu tersangka yakni Sangkala Ruslan diketahui tidak berdomisili di Makassar.
"Berdasarkan sejumlah pertimbangan, JPU memutuskan menahan dua tersangka kasus CCC setelah menerima berkas perkara dari penyidik Kejati Sulsel. Penahanan juga dilakukan karena dikhawatirkan keduanya akan mempersulit proses persidangan nantinya karena satu tersangka berdomisili di luar Makassar. Berkas perkara akan segera didaftarkan ke Pengadilan Tipikor," ungkapnya.
Penahanan itu dilakukan bersamaan dengan pelimpahan berkas perkara dan tersangka kasus CCC ke JPU Kejari Makassar oleh tim penyidik Kejati Sulsel.
Baik Agus AS maupun Sangkala Ruslan datang menghadiri pelimpahan berkas ke JPU sekitar pukul 10.30 Wita dengan didampingi oleh tim penasehat hukum masing-masing.
Selanjutnya, setelah menuntaskan proses administrasi, sekitar pukul 18.30 Wita, Agus yang mengenakan baju berwarna hitam dan Sangkala memakai baju berwana putih digiring ke Lapas Klas 1 Makassar, sambil menunggu proses persidangan digelar.
Penasehat hukum Sangkala Ruslan, Asfah Gau, mengatakan, pihaknya masih mempertanyakan alasan Kejari Makassar melakukan penahanan terhadap kliennya.
Menurut dia, selama proses penyelidikan dan penyidikan perkara ini, kliennya bersikap kooperatif dan selalu memenuhi panggilan penyidik.
"Saya mengira JPU saat menerima berkas tidak membaca materi. Apalagi, kerugian negara yang disebabkan oleh tindakan klien kami tidak diketahui. Penanganan kasus korupsi bukan untuk memenjarakan, bukan mencari tumbal, tetapi mencari kerugian negara. Tapi itulah jaksa dengan segala kewenangannya," kata Asfah.
"Kedua tersangka ditempatkan di Lapas Klas 1 Makassar dan dengan status tahanan titipan kejaksaan," ungkap Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Makassar Joko Budi Dharmawan, kemarin.
Joko menjelaskan, penahanan terhadap Agus AS dan Sangkala Ruslan dilakukan dengan sejumlah pertimbangan, antara lain mengacu pada pelanggaran Undang-undang (UU) Nomor 31/1999 yang telah diubah kedalam UU Nomor 20/2001 dengan ancamana hukuman di atas lima tahun penjara, tersangka dikhawatirkan menghilangkan barang bukti, serta satu tersangka yakni Sangkala Ruslan diketahui tidak berdomisili di Makassar.
"Berdasarkan sejumlah pertimbangan, JPU memutuskan menahan dua tersangka kasus CCC setelah menerima berkas perkara dari penyidik Kejati Sulsel. Penahanan juga dilakukan karena dikhawatirkan keduanya akan mempersulit proses persidangan nantinya karena satu tersangka berdomisili di luar Makassar. Berkas perkara akan segera didaftarkan ke Pengadilan Tipikor," ungkapnya.
Penahanan itu dilakukan bersamaan dengan pelimpahan berkas perkara dan tersangka kasus CCC ke JPU Kejari Makassar oleh tim penyidik Kejati Sulsel.
Baik Agus AS maupun Sangkala Ruslan datang menghadiri pelimpahan berkas ke JPU sekitar pukul 10.30 Wita dengan didampingi oleh tim penasehat hukum masing-masing.
Selanjutnya, setelah menuntaskan proses administrasi, sekitar pukul 18.30 Wita, Agus yang mengenakan baju berwarna hitam dan Sangkala memakai baju berwana putih digiring ke Lapas Klas 1 Makassar, sambil menunggu proses persidangan digelar.
Penasehat hukum Sangkala Ruslan, Asfah Gau, mengatakan, pihaknya masih mempertanyakan alasan Kejari Makassar melakukan penahanan terhadap kliennya.
Menurut dia, selama proses penyelidikan dan penyidikan perkara ini, kliennya bersikap kooperatif dan selalu memenuhi panggilan penyidik.
"Saya mengira JPU saat menerima berkas tidak membaca materi. Apalagi, kerugian negara yang disebabkan oleh tindakan klien kami tidak diketahui. Penanganan kasus korupsi bukan untuk memenjarakan, bukan mencari tumbal, tetapi mencari kerugian negara. Tapi itulah jaksa dengan segala kewenangannya," kata Asfah.
(lns)